CHAPTER 17 : Paradise

85.9K 3.9K 160
                                    

Kidung-kidung do'a menggema lantang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kidung-kidung do'a menggema lantang. Berkumandang pedih memenuhi seluruh penjuru ruangan. Suara tangis menjadi irama sendu pada pagi ini. Menyambut kata kehilangan yang akan segera datang. Meninggalkan kenangan dan penyesalan yang masih berkubang di dalam dada.

Hagantara termangu dalam hening. Pikirannya mendadak kosong. Lelaki itu seperti berusaha untuk mencerna semuanya.

Tentang suara tangisan Bi Suri dan lalu lalang para pelayat yang datang memenuhi kediaman miliknya.

Lalu, Hagantara beranjak pergi. Berjalan mengintip dari balik pintu utama yang terbuka lebar. Di sana ia menatapnya. Pada sebuah objek yang membuat jantungnya mendadak berhenti untuk berdetak.

Turut berduka cita atas berpulangnya Azalea Raina Atmaja. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan.

Hagantara meluruh. Perasaannya yang telah patah, kini berserakan menjadi retakan kecil yang menancap kuat pada dinding-dinding hatinya. Mencipta luka perih yang menyeruak naik hingga ke tenggorokan. Membuat napasnya terasa terhenti begitu karangan bunga itu terlihat nyata di hadapannya.

"Ini tidak mungkin 'kan? Azalea tidak boleh pergi begitu saja," gumamnya dengan suara yang mulai bergetar.

Ia kemudian berlari. Menyusul suara ramai yang berasal dari dalam.

Kemudian, laju itu berhenti. Ketika netranya menemukan sesosok tubuh kaku yang membujur pucat di antaranya, kakinya terasa melemas seketika. Tubuhnya merosot. Matanya memanas. Ia telah kehilangan semuanya kali ini.

Aroma-aroma wangi dari minyak serimpi yang bertabrakan dengan bau kapur barus di udara, seolah saling berebut dan berdiam di dalam lubang hidungnya. Kemudian suara ayat-ayat suci yang terdengar lantang, menambah suasana semakin nyata ia rasakan.

Hagantara sekali lagi memejamkan matanya erat ketika ingatan itu datang menghantamnya.

Bayangan-bayangan ketika ia menyakiti Azalea tiba-tiba saja menghantam keras pada kepalanya.

Bagaikan kilas balik, perlakuannya kepada Azalea kini bergantian memenuhi ingatannya. Ia yang pernah menyakiti Azalea, menyiksa mental dan fisiknya, bahkan ia telah merenggut mimpi kehidupan yang pernah Azalea bangun sejak dulu.

Kemudian hatinya kembali merasakan sakit yang teramat sangat.

Dendam itu telah menghancurkan semuanya. Tentang hatinya dan juga hidup milik perempuan itu.

“Mas Haga...” panggil Bi Suri dengan suaranya yang sudah terdengar parau.

Hagantara menoleh, mengalihkan tatapannya kepada asisten rumah tangga itu.

“Azalea harus segera dimakamkan sebelum matahari terik.”

Hagantara mengangguk. Namun, sekali lagi netranya menatap sepasang mata yang tampak terpejam rapat di pembaringan itu. Seolah ia memohon untuk tidak mengambil jiwa itu darinya ketika kata maaf belum terdengar kepadanya.

HIRAETH : Rain In Paradise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang