CHAPTER 21 : Instrumen di Malam Hari

52.2K 2.8K 124
                                    

Hagantara berjalan gontai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hagantara berjalan gontai. Kakinya yang panjang melangkah lambat melewati ruang tamu yang sudah gulita. Lampu-lampu penerang telah redup, mungkin Bi Suri yang memadamkannya.

Ia menghentikan langkahnya kemudian.  Pada sebuah ruang tengah Hagantara mendudukkan tubuhnya di sana. Ia lelah... raganya berteriak. Namun, pikirannya yang berkecamuk membuat ia hanya mampu memejamkan matanya di sana untuk sejenak saja.

Sepi...tidak ada suara selain dentang jam dinding yang berdenting selama dua belas kali. Dalam gelap itu, pikirannya tiba-tiba beranjak.

"Kita harus mengakhiri hubungan ini."

Hening. Sesaat setelah Haga mengatakan kalimat itu, suasana mendadak senyap tanpa suara. Tidak ada dentingan sendok dan hiruk pikuk keramaian restoran seperti sedia kala. Semuanya seperti lenyap... seolah tengah mengintip pembicaraan dari keduanya.

Kinara yang datang menggunakan setelan kasual, dengan atasan berwarna putih berpadu celana hitam itu kini hanya terdiam mendengarnya. Belum apa-apa, dan Hagantara langsung memanah ke arah dirinya.

"Kalau aku menolak?" balasnya setelah keheningan itu menyergap kedua orang itu.

"Aku tidak sedang meminta pendapat dari kamu."

Tawa renyah menguar dari sepasang bibir Kinara. Perempuan itu mengalihkan tatapannya kemudian, menghindar dari lelaki itu yang kini tengah menatap lekat kepada dirinya.

"Kenapa, Ga? Kamu sudah jatuh cinta sama Lea?"

"Jangan membawa Azalea ke sini. Karena ini tidak ada hubungannya dengan Azalea."

Kinara mengembalikan tatapannya, mengarah kepada Hagantara. "Oh, iya?"

"Bukannya kamu menikahi dia karena mau membalas dendam kematian dari kedua orang tua kamu atas apa yang sudah dilakukan sama Om Adrian?"

"Dan asal kamu tahu, Haga. Azalea adalah penyebab saudara kembarku meninggal empat tahun yang lalu!" jerit Kinara dengan suara yang tertahan.

Kalimat terakhir dari Kinara mencipta satu emosi yang kini tergambar jelas dalam raut wajah Hagantara. "Bukan Azalea pelakunya!" desisnya mematahkan argumen perempuan itu.

"Tahu apa kamu soal kematian kembaranku? Bahkan mengenal dia pun tidak?"

Tidak...tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya. Tidak mungkin ia memberitahu Kinara siapa dalang dibalik kematian Dinara untuk sekarang ini. Mungkin nanti, ia akan menjelaskan semuanya.

"Kenapa diam? Aku benar 'kan?"

"Haga..." panggilnya kemudian setelah ia berhasil mengendalikan amarahnya.

"Apa tujuan kamu memperkenalkan hubungan serius kepadaku dulu? Apa karena pelarian? Dan setelah kamu jatuh cinta kepada Lea, kamu mau meninggalkan aku dengan harapan-harapan yang pernah kamu beri dahulu?"

HIRAETH : Rain In Paradise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang