Jemari Hagantara yang menekan kasar pada sebuah keyboard, berhasil mencipta suara lantang yang menggema dalam ruang sepi pada sebuah rubrik yang berada di lantai paling atas.
Lelaki itu terlihat sangat sibuk hari ini, bahkan sekretaris pribadinya sedikit terheran ketika menatap kepada atasannya itu. Ia ingin bertanya tentang mengapa dan ada apa. Namun, pertanyaan yang ingin terlontar, tertelan kembali ketika ia menangkap suasana tidak menyenangkan menguar mengelilingi sisi-sisi tubuh dari pria itu.
Sejak tadi pagi ketika mereka berangkat menuju kantor, Hagantara hanya membisu. Terdiam dibalik kursi penumpang sembari menatap kosong dari balik jendela mobil. Kemudian, ketika mobil yang ditumpanginya telah sampai pada halaman depan kantor, ia segera beranjak tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada sekretarisnya itu. Ia terus berjalan, melewati para karyawan dan mengabaikan sapaannya.
Tidak seperti biasanya.
“Pak Haga?”
“Diam! Jangan ngomong apa-apa. Saya sedang tidak ingin menjawab kalimat apa pun dari kamu."
Kemudian, lelaki itu kembali menatap deretan tulisan pada layar laptopnya. Sebuah kacamata baca juga tersemat di atasnya. Ia hendak mengerjakan kembali beberapa laporan yang belum selesai.
Namun, siapa yang tahu ketika pikiran dan gerak tubuh tak lagi saling beriring. Jemari dan netranya yang sejak tadi berusaha fokus ketika mengerjakan laporan hasil rapat, nyatanya tengah menyimpan banyak hal di dalam kepalanya. Memikirkan sesuatu yang mengganggu konsentrasinya pada hari ini.
Tentang Azalea dan sikapnya yang berubah sejak mereka keluar dari rumah sakit tempo hari.
Desahan berat terdengar melalui bibir Hagantara. Laki-laki itu kemudian melepas kacamata baca miliknya, lalu meletakkan pada meja kerja, menumpuknya di atas kertas-kertas yang berserakan di depan sana. Sedangkan sebuah bolpoin yang tersemat diantara jemari-jemarinya, kini tampak berputar-putar mengikuti gerak abstrak dari tangan kanannya.
Pagi hari, ketika ia bertatapan dengan pemilik wajah cantik itu. Hagantara merasakan debar jantungnya tiba-tiba memburu menjadi lebih cepat dari biasanya. Memunculkan perasaan senang yang kemudian menyeruak naik melalui rongga-rongga dada.
Kemudian, pada sepasang mata mereka yang saling bertaut, ia seperti terperosok di dalam tatapan indah milik perempuan itu. Sebuah tatapan yang terlihat seperti ... lebih dingin. Dan enggan?
“Kamu mau ambil apa?” sapanya untuk pertama kalinya.
Pertanyaan basa-basi itu ternyata diabaikan oleh Azalea. Perempuan cantik itu memilih untuk memutuskan tatapan mereka, kemudian berlalu melewatinya. Meninggalkan senyuman kecewa yang tersimpan dibalik wajah tampan Hagantara.
“Rencana kamu hari ini apa, Lea?” tanyanya lagi ketika mereka tengah menikmati sarapan pagi selepas kejadian itu.
Azalea menghentikan kunyahan pertama pada mulutnya. Ia memandang kesal ke arah Hagantara.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH : Rain In Paradise (END)
General FictionIni tentang Azalea yang harus menjalani pernikahan semu bersama Hagantara. Seorang gadis yang masih memendam trauma masa lalu dan harus terjebak dalam hubungan mengerikan bersama Hagantara. Atau ini tentang Hagantara Kalandra yang telah kembali. Hag...