Bagi Haga yang tak pernah mengerti apa arti kepulangan, hanya lah menganggap sebagai sebuah persinggahan ketika raga membutuhkan tempat peristirahatan untuk sementara. Dan begitulah logikanya bekerja untuk memahaminya.
Tetapi, ketika hati dan pikiran tak lagi saling beriring, dirinya tak mampu lagi untuk mencegah ketika tujuan pulang bukan lagi sebagai tempat peristirahatan sementara. Namun, keinginan untuk menemui seseorang yang berada dibaliknya, kini menjadi lebih penting daripada ego miliknya itu.
Azalea, entah sejak kapan nama itu menjadi alasan untuk dirinya kembali pulang di setiap malam-malam yang terlewat. Secara diam-diam ketika seluruh penghuni rumah telah terkungkung di dalam lelapnya. Dirinya selalu menyelinap di sana.
Mengendap dibalik gelapnya ruangan tanpa penerangan. Lalu, berjalan kecil menuju satu tempat yang pada akhirnya menjadi ruangan kesukaannya.
Di sana, ia hanya akan berdiri diam. Menatap Azalea dari balik daun pintu yang telah terbuka kecil.
Lebih lama lagi, hingga ia tak menyadari bahwa dini hari telah terlewat sejak ribuan detik yang lalu. Kemudian setelahnya, ia akan berjingkat masuk. Kembali menatap wajah Azalea dari jarak sedekat itu, atau hanya sekedar untuk membenarkan letak selimutnya yang bergeser ke bawah hingga sebatas mata kaki.
Atau ketika ia belum merasa cukup, Hagantara akan memilih untuk tertidur di sana. Di sebuah sofa panjang yang berada di samping ranjang milik mereka. Menyusul lelap untuk sejenak, karena dirinya harus terbangun lebih dulu daripada perempuan itu. Sebisa mungkin ia akan pergi sebelum sinar fajar mengetuk langit untuk memamerkan semburat paginya.
Namun, ketika pada suatu malam ia tak menemukan Azalea di tempat biasanya, hatinya terasa begitu cemas. Memikirkan di mana perempuan itu pergi ketika jam dinding telah menunjuk angka sebelas malam. Apalagi, hujan baru saja berhenti setelah mengguyur bumi sejak sore tadi.
Hagantara yang kalut kala itu berjalan bolak-balik tanpa arah di depan pintu kamar utama milik mereka. Sebelah tangannya yang terlihat sibuk itu, tampaknya sedang berusaha untuk menghubungi istrinya melalui sambungan telepon.
Namun, bermenit-menit berlalu panggilan itu tak juga menemukan jawaban dari seberang. Hanya suara operator saja yang berkali-kali terdengar mengabarkan bahwa perempuan itu tak menjawab panggilan darinya.
"Mas Haga!" Bi Suri tergopoh-gopoh datang ketika melihat majikannya telah kembali pada malam ini.
"Saya tahu Mas Haga akan pulang seperti biasanya." Kalimat Bi Suri terdengar mengejutkan.
Hagantara hendak memastikannya, namun kalimat selanjutnya yang keluar dari perempuan paruh baya itu seketika membuat aliran darahnya terasa membeku.
"Azalea pergi membawa mobil setelah keluar dari ruang kerja Mas Haga." Itu lah yang Bi Suri katakan.
"Sudah berapa lama, Bi?" tanyanya setelah kesadaran itu kembali.
Bi Suri menggeleng ragu. "Bibi lupa enggak lihat jam tadi. Tapi Azalea pergi sejak hujan masih deras sampai sekarang ini dia belum kembali. Dan panggilan dari saya dia abaikan. Tidak seperti biasanya," ujarnya. Nada suaranya terdengar panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH : Rain In Paradise (END)
Narrativa generaleIni tentang Azalea yang harus menjalani pernikahan semu bersama Hagantara. Seorang gadis yang masih memendam trauma masa lalu dan harus terjebak dalam hubungan mengerikan bersama Hagantara. Atau ini tentang Hagantara Kalandra yang telah kembali. Hag...