“Hanya sampai anak kita lahir. Setelah itu kita akan benar-benar bercerai. Sesuai keinginan kamu, aku akan menjatuhkan talak itu kepada kamu. Aku janji, Lea.”
Begitulah semuanya berjalan. Ketika asa untuk kembali bersama yang ia langitkan tak mendapat balas dari sang pemilik kehidupan. Maka, ia meminta satu kali saja kesempatan untuk bersama istrinya sampai bayi mereka lahir. Melakukan peran yang seharusnya ia lakukan selama ini. Mencintainya dengan sepenuh hati sebagai penebus waktu yang selama ini telah terbuang dengan sia-sia.
Lalu sebentar lagi akan ada sesosok kecil yang akan terlahir dari zat yang murni yang akan memanggilnya dengan sebutan...Papa. Ah, betapa ia begitu menunggu momen-momen itu segera datang. Meskipun itu artinya waktu yang ia miliki bersama Azalea sebagai sepasang suami istri akan berakhir saat itu juga.
“Aku tidur di mana, Lea?” tanyanya di sela-sela kesibukannya yang tengah membersihkan piring dan gelas yang baru saja mereka gunakan untuk makan malam.
Ia mengalihkan tatap kepada Azalea kala perempuan itu tak segera menjawab pertanyaan yang ia lempar kepadanya.
“Hm...Ga,” Azalea menggigit bibir bawahnya sembari menatap tak enak kenarah lelaki itu, “sebenarnya hanya ada satu kamar di sini. Kamu tahu 'kan kalau rumah ini kecil,” ujarnya tersenyum canggung.
“Ah...” Hagantara menyadarinya kemudian, “biar aku tidur di sofa depan tv aja.”
“Jangan. Di luar dingin.”
“Terus?”
“Di kamar ku ada sebuah sofa panjang. Kamu bisa tidur di sana.”
“Satu ruangan tidak apa-apa?” tanyanya mengingatkan.
Azalea mengangguk. “Mau bagaimana lagi. Lagian jaraknya agak jauhan kok dari ranjang tidurku.”
Lampu utama yang tergantung di dalam ruangan telah redup. Berganti menjadi sinar remang yang berasal dari sebuah lampu tidur di samping ranjang. Azalea sudah terlelap sedari tadi meninggalkan Hagantara yang masih terjaga kala jarum jam telah menginjak angka sebelas malam.
Tak banyak kata yang terlibat dalam pembicaraan mereka malam ini. Meskipun ada banyak hal yang ingin Hagantara katakan, namun nyatanya Azalea seolah masih membangun tembok yang tinggi di antara mereka. Bahkan ia seperti berusaha untuk menjauh darinya sebisa yang ia lakukan.
Melihat sikap Azalea yang seperti itu membuat ia menyadari semuanya. Tidak perlu bertanya mengapa, ia jelas sudah menemukan jawabannya. Lagi pula, ini masih tidak sebanding dengan apa yang sudah ia perbuat kepada Azalea selama empat tahun terakhir.
Mengalihkan tatap memandang punggung Azalea yang masih membelakangi dirinya, Hagantara membisik satu kalimat maaf sekali lagi.
Sshhh...
Ia bergerak gelisah kala sebuah tendangan keras terasa di bagian perutnya. Tidak biasanya bayinya aktif di waktu malam seperti ini. Sembari menahan suara desis kesakitan, tangan Azalea bergerak lembut untuk menenangkan bayinya yang berada di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH : Rain In Paradise (END)
Ficción GeneralIni tentang Azalea yang harus menjalani pernikahan semu bersama Hagantara. Seorang gadis yang masih memendam trauma masa lalu dan harus terjebak dalam hubungan mengerikan bersama Hagantara. Atau ini tentang Hagantara Kalandra yang telah kembali. Hag...