CHAPTER 34 : Kebimbangan

54.6K 2.4K 153
                                    

Hening, kini mengikat keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hening, kini mengikat keduanya. Membelenggu di antara deru angin yang saling bertumbuk. Tak ada suara selain gerisik dedaunan yang tengah bergesekan di belakang sana.

Dua anak manusia yang pernah menyakiti dan disakiti, kini memilih untuk saling bertemu. Saling meraba pada kesalahan masing-masing di masa lalu.

Azalea yang pernah terlibat dalam satu hubungan yang bahkan belum menemukan kata selesai hingga saat ini, memilih untuk menerima permintaan lelaki di hadapannya untuk saling berbicara. Mengesampingkan egonya untuk sejenak saja. Karena setidaknya dengan cara ini ia bisa mulai berdamai dengan semuanya. Menyembuhkan apa yang seharusnya perlu ia disembuhkan. 

"Lea..." suara Hagantara memecah keheningan. Pria itu menatap lekat ke arah dirinya. Sama seperti dirinya ia menemukan sesuatu di sana. Ada luka yang ia temukan meski tak sebesar luka miliknya.

"Kamu tahu?" ujarnya pelan, "Aku pernah meminta sama Tuhan untuk memberikan kesempatan satu kali saja agar bisa bertemu lagi dengan kamu, " lanjutnya sambil menelisik wajah ayu perempuan dihadapannya, "lalu Tuhan mengabulkannya dengan mempertemukan kita di sebuah tempat yang tak pernah aku sangka-sangka sebelumnya."

Azalea masih terdiam.

"Azalea... " panggilnya sekali lagi.

"Aku mungkin sangat tidak pantas meminta satu kesempatan sekali lagi kepada kamu. Tapi bolehkah aku tetap meminta itu dan menebus semua waktu yang sudah hilang selama delapan bulan ini?”

Sepasang alis milik Azalea terangkat. Tak mengerti.

“Izinkan aku menemani kamu hingga bayi kita lahir. Izinkan aku memerankan peranku yang selama ini tidak pernah aku lakukan kepada kamu. Dan izinkan aku untuk mendampingi kamu dalam mendidik anak kita nanti.”

Azalea merasakan udara di sekitarnya mendadak menguap pergi entah ke mana. Napasnya terasa tercekat kala ia menatap tatap harap milik lelaki itu. Sesal itu tampak nyata di sana. Dan asa itu... lelaki itu terlihat begitu menginginkannya.

Azalea tak mau luluh kali ini. Egonya memintanya untuk membangun tembok lebih tinggi sekali lagi. Dan kilasan luka itu seolah masih tetap mengingatkan tentang kesalahan-kesalahan yang pernah lelaki itu lakukan kepada dirinya.

Azalea menggelengkan kepalanya tanpa melepas tatap erat mereka.

“Maaf, Haga. Karena kita tidak akan pernah bisa seperti itu.”

“Kita akan bercerai setelah bayi kita lahir. Tanpa atau dengan talak kamu, aku akan tetap mengajukan gugatan itu ke pengadilan.”

Detik itu juga ia merasakan jantungnya melemas seketika. Ia bahkan lupa cara untuk bernapas selama sepersekian detik.

Kalimat dari Azalea telah meruntuhkan semua harap yang pernah ia langitkan. Kesempatan itu sudah tak ada sejak ia menyakitinya dengan begitu dalam. Semuanya sudah tertutup dengan rapat kali ini. Dan Azalea benar-benar ingin mengakhiri hubungan mereka secara resmi di pengadilan nanti.

HIRAETH : Rain In Paradise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang