Sudah hampir satu minggu Tara tidak berinteraksi dengan Raka. Padahal, mereka sering berpapasan atau bertemu berkali-kali. Mereka berdua tidak berbicara mengenai mereka sendiri. Tara masih sedih, tapi sudah berangsur membaik. Sedangkan Raka, laki-laki itu frustasi sendiri gara-gara Tara.
Besok hari Rabu, artinya ekstrakurikuler akan diadakan. Tara harus masuk karena minggu kemarin dirinya sudah bolos. Ia berjanji pada dirinya untuk tidak banyak interaksi dengan Raka. Bahkan dirinya berdoa agar Raka tidak hadir.
Jam tujuh, malam ini Tara berada di ruang TV untuk menonton salah satu acara. Waktu luang ia gunakan untuk bersantai karena semua kesibukannya telah usai. Tara merebahkan dirinya di sofa sambil makan makanan ringan yang dibelikan oleh Mamanya tadi sore.
Ada dering telepon yang mengalihkan pandangannya ke ponselnya. Ia segera mengangkat panggilan itu. Tidak, Tara tidak melihat siapa yang meneleponnya.
"Halo?"
"Buka pagar depan." Ucapnya diseberang telepon.
Tara mengernyit heran.
"Ini... Siapa?"
Tunggu sebentar... Tadi itu suara laki-laki. Jangan katakan bahwa...
Tara memaki dirinya dalam hati, ia membereskan makanan ringannya dan segera keluar, untuk membuka pagar dengan berlari sambil menempelkan ponselnya pada telinga.
Kini Tara membuka pagar rumah, memperlihatkan sosok tinggi. Bukan, bukan genderuwo. Mata Tara membulat sempurna dan mengerjap. Ia menurunkan ponselnya.
"K-kak?"
Laki-laki tersebut langsung memeluknya dengan erat. Harum parfum maskulin menyeruak hidungnya. Jaket yang digunakan terasa dingin di kulit Tara. Didukung dengan lampu jalan yang remang-remang, membuat kejadian itu sangat berbau romantisme.
Raka mendatanginya, meneleponnya, lalu memeluknya. Mereka sama-sama hening. Sungguh Tara tidak menduga kejadian ini. Perempuan itu menyentuh tangan Raka dengan gemetar. Ini benar Raka atau bukan?
"Kak Raka?"
"Ya?" Terdengar lemah.
"Ada apa?"
Bukannya menjawab, Raka justru menenggelamkan wajahnya di bahu Tara. Harum vanilla tercium.
"Kak Raka gak mabuk kan? Kak?" Ujarnya dengan menggoyang pelan lengan Raka.
Raka menggeleng dan masih betah memeluk tubuh mungil perempuan itu. Laki-laki itu menggumam tidak jelas. Tentu hal ini membuat Tara takut.
"Kak Raka, ayo masuk dulu,"
Lagi-lagi menggeleng. "Gua cuma pengen ketemu lo, Ra."
"Udah ketemu ini, kan?
"Gua juga pengen meluk lo."
"Udah juga..."
"Gua juga mau bilang... Gua kangen?" Ucap Raka ragu.
Ini kak Raka bukan ya? Kok bawel?
"Kak udah malem, jangan becanda!" Takutnya Raka benar-benar tidak sadar.
Raka melepas pelukannya, lalu menatap perempuan itu. Tara mematung dan menatap balik.
Aku gak lagi mimpi, kan?
Raka menghela nafas dan mengusap wajahnya gusar. Kini ia berkecak pinggang disusul dengan kekehannya. Merutuki kebodohannya sendiri.
Perempuan itu justru menyentuh pipi Raka dengan telunjuknya. Sungguh, demi apapun yang Tara rasakan hanya takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
UTARA
Teen FictionUtara Adzkia. Perempuan yang memiliki rambut dan tubuh yang pendek, serta sifatnya yang benar-benar lucu, mendapati kakak kelas yang menarik perhatiannya. Beruntung, laki-laki itu satu ekstrakurikuler dengannya. Laki-laki itu bernama Raka Ganendra...