18. Overthinking

269 51 5
                                    

Waktu terus berjalan, hingga tak terasa kelas dua belas akan menuju kelulusan. Kelas dua belas akan menuntaskan sekolah mereka dengan melalui ujian yang telah diadakan sejak lima hari lalu. Akhir-akhir ini Raka sangat sibuk, bahkan tidak menunjukkan batang hidungnya dihadapan Tara. Hal ini membuat Tara uring-uringan sendiri.

"Kak Raka gak kangen gitu? Chat gak ada, mampir gak ada, nunjukin batang idungnya aja gak." Tara berdecak kesal dengan tangan yang memegang bolpoin, bergerak di atas kertas untuk menggambar. Saat ini Tara berada di kamarnya, menikmati waktu akhir pekannya untuk menggambar-gambar saja. Ia tidak ingin keluar kemana-mana.
"Ujiannya tinggal Senin lusa. Berarti, besok-besoknya bakal free kan?"

Sejak kejadian dua bulan lalu, dimana Tara dan Raka sempat perang dingin lalu berbaikan lagi, mereka semakin dekat. Bahkan Raka bisa dibilang sering memesan masakan dari Airin agar perempuan itu mengunjunginya dengan embel-embel mengantar pesanan. Padahal, Raka itu jago masak sebenarnya. Namun, dekat bukan berarti mereka punya hubungan spesial seperti martabak. Tara dan Raka tetap teman. Hanya teman dekat.

"Kalo aku nge chat Kak Raka, ganggu gak ya?" Tara memandangi ruang pesan Raka di ponsel yang ia pegang sekarang.
"Bodo amatlah!"

Tara
Kak Raka
Sibuk ga?

Berjam-jam Tara menunggu balasan dari laki-laki itu, nyatanya belum dibalas juga. Jam menunjukkan pukul delapan malam, artinya sudah tiga jam Raka belum membalasnya. Dasar sok sibuk! Niat ingin basa-basi, malah dianggurin.

Tara membanting ponselnya di kasur. Ia keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk makan. Daripada menunggu balasan yang tak pasti, lebih baik dirinya mengisi perut.

"Sok sibuk, sok nganggurin! Awas aja kalo ketemu, aku gak bakal mau ngobrol sama dia."

Malam Minggu begini, Tara sendirian di rumah. Airin sedang keluar dari sore tadi dengan Surya, katanya ingin reunian. Sebenarnya Tara diajak, tapi perempuan itu enggan untuk ikut. Ia lebih memilih bersantai di rumah saja.

Tara akan memasak mi instan. Sedang ingin. Begitulah pikirnya. Saat ingin membuka kemasan, Tara mendengar klakson. Bukan, bukan klakson mobil Mamanya. Suara itu sepertinya berasal dari halaman belakang, karena terdengar sangat keras di dapur.

"Siapa sih malem-malem gini?" Tara meletakkan bungkusan mi instan di pantry. Perempuan itu berjalan membuka pintu halaman belakang yang jaraknya sangat dekat dengan dapur. Hanya tiga langkah.

Perempuan itu melihat motor terparkir di depan pagar. Kebetulan, pagar halaman belakang lebih pendek dari halaman depan dan tidak tertutup. Jadi, ia bisa melihat ada siapa yang datang.

Motor itu kelihatan familiar. Tidak terlalu kelihatan sebab remang-remang oleh lampu jalan. Namun, Tara tahu itu motor siapa. Ia memutar bolanya malas.

"Malem, ada kiriman." Ucap seorang laki-laki dengan membawa paper bag sambil membuka pagar.

"Gak nerima paket, balikin aja!" Ketusnya.

Raka terkekeh mendengar respon yang diberikan oleh Tara. Menggemaskan.

Laki-laki itu menghampiri Tara yang sedang bersandar di daun pintu. Menatapnya dengan tatapan malas. Ada apa dengan perempuan ini?

"Apa liat liat?!"

"Kenapa? Galak banget?" Raka menggodanya.

Tara mendelik ke arah Raka. Menyebalkan sekali. Ingin rasanya Tara memakinya. Namun, tidak. Tara tidak se bar-bar itu.

"Sorry gak sempet bales chat, tadi sibuk belajar, buat Senin besok."

"Ya, semoga berhasil." Sahutnya dingin.

UTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang