9. Jaga Jarak

298 53 2
                                    

Raka menoleh ke Tara dan sebaliknya. Mereka bertatapan sebelum akhirnya Raka sudah jauh. Mata Tara tak luput dari pandangan kendaraan itu sampai hilang di belokan.

Tara meremas roknya, pandangannya buram karena matanya berkaca-kaca. Ia terkejut, lalu mengusap pipinya yang telah terbasahi oleh air matanya. Tara menunduk, air matanya menetes dan membasahi roknya.

Suara klakson mobil terdengar. Buru-buru ia mengusap pipinya lagi dan berdiri menghampiri mobil Mamanya itu. Tara memasuki mobil dengan raut muka baik-baik saja.

"Kenapa?" Tanya wanita di jok pengemudi yang heran dengan mimik wajah anaknya itu.

"Gak kenapa-kenapa."
"Mama darimana?" Tara mengalihkan topik pembicaraan.

"Dari kantor. Mama pulang cepet,"

"Tumben,"

"Kalo kamu gak lupa mama siapa sih," Ucapnya dengan terkekeh.

"Dih, sombong banget."

"Ke supermarket dulu ya? Bahan-bahan di kulkas udah mau abis."

Tara mengiyakan. Mobil pun melaju untuk ke tempat tujuan

Walaupun pekerjaan Airin menjadi kepala direktur itu sangat sibuk, ia tidak akan meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga juga. Airin akan selalu masak untuk sarapan dan makan malam, kecuali ada sesuatu yang mendesak.

***

Laki-laki berjaket hitam dan perempuan yang diboncengnya, berhenti di depan sebuah rumah. Perempuan itu turun dari motor Raka dan membenarkan rambutnya.

"Makasih ya, sorry banget ngerepotin." Ujar perempuan itu yang sedang menatap Raka.

"Ya."

"Mampir dulu yuk?"

"Thanks, gua langsung balik."

"Beneran?"

Raka mengabaikan pertanyaan Naya yang notabenenya adalah teman sekelasnya itu, dan menyalakan mesin motornya.

"Duluan." Pamit Raka kepada Naya.

"Hati-hati, Raka." Ucap Naya sambil melambaikan tangannya.

Di perjalanan entah mengapa Raka memikirkan Tara yang masih menunggu di depan halte. Apa Tara belum dijemput? Atau tidak mendapatkan ojek? Raka tidak tahu mengapa ia merasa cemas setelah memikirkan Tara.

Sesampainya di rumah, Raka melempar tasnya ke sofa dan berbaring di sebelah tasnya itu. Ia mengusap wajahnya kasar dan menghela nafas.

Rumahnya sepi, tidak ada siapapun kecuali dirinya dan barang-barang yang ada. Orang tua Raka bekerja dari pagi hingga malam. Dirinya pun tidak punya adik atau kakak. Dia hanya anak tunggal.

Raka sadar bahwa ia memikirkan adik kelasnya itu dari tadi. Ia menatap langit-langit rumahnya. Perasaannya cemas, khawatir, dan bernafas dengan tersengal-sengal. Bukan asma yang ia rasakan.

"Kenapa dia belum pulang? Apa dia belum di jemput? Atau kenapa? Kenapa...?" Raka bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Ia mengacak rambutnya frustasi. Dirinya kesal dan berdecak. Akhirnya Raka naik tangga untuk pergi ke kamar sambil membawa tasnya dengan malas.

Sesampainya di kamar, ia melepas sepatunya dan berganti pakaian. Raka mengambil ponselnya dan melihat pesan-pesan dari WhatsApp. Hanya ada beberapa pesan, tapi bukan dari Tara. Mengapa ia begitu berharap pada Tara? Berharap Tara mengabarinya, begitu?

"Anak kecil, nyusahin." Dengusnya saat melihat room chat dari Tara.

***

Malam ini Tara dan Mamanya berada di dapur untuk memasak bersama. Kata Airin, ia akan memasak daging yang dibeli di supermarket tadi menjadi steak. Entahlah, Tara hanya penasaran bagaimana Mamanya itu akan memasak steak. Apakah rasanya akan enak, sama seperti di restoran bintang lima?

UTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang