35. Balas dendam

215 53 14
                                    

Hari Rabu di waktu siang, Tara menerima panggilan dari Mayora kalau Raka masuk rumah sakit. Tentu saja Tara terkejut. Pasalnya tadi pagi Raka baru saja meneleponnya. Sekedar semangat pagi untuk laki-laki itu.

Setelah selesai kelas di sore hari, Tara bergegas menuju rumah sakit menggunakan taksi online. Mayora memberi tahu nama koridornya di mana Raka dirawat. Sesampainya di depan kamar Raka, ia baru bisa mengambil nafas dengan teratur. Perlahan ia mengetuk pintu dan dibuka oleh Mayora.

"Maaf bunda, Tara baru dateng..." Ujarnya setelah bersalaman dengan Mayora.

"Gak apa-apa. Bunda tau kamu lagi ngampus."

"Kak Raka sakit ap—,"

"Lo lama datengnya. Gua udah sembuh." Sahut Raka di atas ranjang dengan memunggungi Tara.

Tara menghampiri Raka. Ia duduk di kursi dekat ranjangnya dan mengelus perlahan lengan Raka.

"Kata dokter cuma capek sama banyak pikiran aja. Gara-gara skripsi nih, kayaknya." Mayora terkekeh, membuat Tara menoleh pada wanita cantik tersebut.

Raka mendengus kesal. "Pulang aja sana!"

"Raka, jangan gitu! Tara udah jengukin, bukannya terimakasih malah diambekin. Dicuekin sama Tara nanti nangis..." Cibirnya.

"Bunda diem!"

Mayora menggelengkan kepalanya. Anak muda jaman sekarang cukup membuatnya pening.

"Bunda mau ke depan dulu, mau nyari baso. Kalian ngobrol, deh." Ucap Mayora dan diangguki oleh Tara. Wanita itu keluar kamar, meninggalkan Tara dan Raka.

"Kak Raka sakit apa?"

"Bunda bilang tadi lo gak denger?" Ketusnya.

"Aku mau denger langsung dari kakak,"

"Males."

Tara memutar otaknya. Ia harus mencari cara agar Raka tidak marah. Ia menemukan ide.

"Ya udah, aku pulang aja." Tara berdiri hendak menuju pintu untuk keluar.

Tangannya terasa ditahan. Ia tidak bisa melanjutkan langkahnya

"Jangan..."

Perempuan itu menoleh kepada Raka yang menatapnya melas. "Kak Raka ngambek, sih. Kan jadi males juga ngejengukin nya."

Raka menarik tangan Tara, membuat gadis itu terduduk di pinggir ranjang. Kini Raka memeluknya dengan erat. Tangannya menuntun tangan Tara untuk mengelus rambutnya dan kembali mendekap gadisnya lagi. Ia rindu berat.

Mau tidak mau, Tara menurutinya. Kasian. Sudah tertebak jika laki-laki ini demam. Hidung dan telinganya memerah.

"Aku tiba-tiba ditelfon Bunda tadi siang, pas lagi kelasnya dosen killer. Agak ngeri pas minta ijin angkat telfon,"

"Bodo amat."

Tara cemberut. Ia tidak mengerti apa yang Raka inginkan.

"Kak Raka jangan sakit lagi." Ucapnya membuat Raka mencerna lagi. Ia tahu bahwa Tara mengkhawatirkannya.

"Mau pulang,"

"Iya nanti, kalo udah sembuh,"

"Sekarang..."

"Kebiasaan kalo sakit jadi rewel." Kesalnya.

"Siapa suruh sa—..."

"Ya makanya Kak Raka jaga kesehatan. Udah dibilangin pola tidur sama pola makan dijaga, gak diturut juga! Mau apa, sih?!"

Raka menyembunyikan wajahnya. "Jangan marah-marah..."

"Makanya Kak Raka nurut dong!"

"Cuma kecapekan aja,"

UTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang