1

11K 228 2
                                    

Dilihat Abim, jarum jam sudah menunjukkan pukul satu siang artinya Amorei sudah keluar dari kelasnya. Kini Abim dan Amorei sudah menempuh kejenjang yang lebih tinggi lagi. Walaupun fakultas mereka berbeda tapi mereka berdua masih tetap didalam satu kampus yang sama.

Baru saja Abim hendak berjalan menuju kelas Amorei berada, panggilan manis keluar dari seseorang yang disayanginya. Dilihatnya Amorei berlari dengan riang.

"Abim." Amorei melambaikan tangannya.

"Hai sayang, kok udah nyamperin duluan?"

Amorei mengangguk dengan lucu. Sesekali memejamkan matanya saat Abim berusaha merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Ia menatap tangannya yang digenggam Abim dengan lembut.

"Tadi  dosennya izin keluar duluan sebelum waktunya. Jadinya Rei cepet cepet nyamperin Abim. Biar nanti Abim gak usah jauh jauh kesana." Ucap Amorei setelah tubuhnya sudah duduk di dalam mobil.

"Ya kalau gini lo yang capek, inget kan kalo lo itu gak boleh capek. Mau sakit, hm?" Abim mulai mengomeli Amorei. Cowok itu menaikkan sebelah alis tebalnya.

Selanjutnya, Amorei mengerucutkan bibir kesal. Omelan Abim sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tidak bosan bosannya Abim selalu protective pada kekasihnya. Semakin kesini Abim semakin possessive. Sejujurnya Amorei tidak pernah mempermasalahkan hal itu karena dia tahu bahwa itu semua juga untuk kebaikannya.

"Cuman kayak gitu doang gak bakal bikin Rei sakit, Abim. Tenang aja."

"Terus harus nunggu lo sakit dulu gitu?!"

Detik berikurnya, Amorei diam mati kutu. Selalu begini Amorei akan selalu kalah jika berdebat dengan cowok itu.

"Jawab." Ucap Abim dengan nada yang sedikit tinggi.  Cowok dengan setelan kemeja hitam itu memegang erat setir untuk menyalurkan emosinya.

"Iya, maaf Abim." Balas Amorei sambal menundukkan kepalanya.

"Maaf buat apa?" Ucap Abim sedikit melirik Amorei. "Kalo gak salah ya gak usah minta maaf." Tambah Abim ketika Amorei sama sekali tidak berniat merespons, malah semakin menundukkan kepalanya.

"Maaf karena bandel. Maaf karena gak pikirin tentang kesehatannya Rei. Maaf karena udah buat Abim marah." Amorei tampak memilin jari tangannya, berusaha tidak menangis sekarang. Sementara matanya mulai berkaca-kaca.

Selalu ada hal ini di dalam diri Amorei. Cengeng dan manja. Walaupun umur mereka sudah bertambah tapi tetap tidak menghilangkan sifat Amorei yang itu. Dan Abim pun tidak masalah, malahan Abim suka.

Semua yang ada di dalam Amorei, Abim suka. Kecuali satu yaitu sifat keras kepalanya.

"Masih mau kayak gitu lagi?" tanya Abim ketika keduanya terdiam cukup lama yang membuat keadaan cukup hening dan hanya ada suara  jalan yang terdengar.

"Masih." Amorei mengangguk polos. Kali ini Amorei memberanikan menatap Abim yang fokus mengendarai.

"Ha?!"

Amorei keblabakan sendiri mendengar nada tegas cowok itu. "Enggak Abim. Maksud Rei itu gak bakal kayak gitu lagi."

"Bagus. Tukang bohong lo sekarang?"

"Kok tukang bohong sih. Abim mah gak jelas." Amorei kesal. Ini juga merupakan sifat menyebalkan Abim yang satu lagi. Dia selalu mengingat dan mendengarkan perkataan orang dengan baik, jadinya Amorei tidak dapat berbohong dengannya.

"Rei, Rei untung sayang. Kalo gak udah gue kantongin lo." Ucap Abim dengan suara pelan diakhir kalimatnya.

"Udahan ya kita debatnya. Masa tiap hari Rei dimarahin sih."

"Makanya jangan..."

"Iya iya Rei gak gitu lagi." Sela Amorei dengan cepat sebelum Abim melanjutkan kalimatnya.

"Pinter. Itu baru tunangan gue." Abim memuji. Ia mengusap rambut Amorei menggunakan tangan kirinya. Kemudian menarik Amorei untuk mendekat dan mencium puncak kepala itu dengan sayang.

Perlakuan Abim membuat Amorei semakin mendekat kearahnya. Amorei menyenderkan kepalanya dilengan Abim sambal memeluknya.

"Besok Abim ada kelas gak?"

"Enggak, kenapa?"

"Rei juga besok free. Abim mau gak kalau besok kita kemana gitu." Pinta Amorei. Abim tanpa lama langsung mengangguk menyetujui permintaan Amorei. Apapun untuk Amorei dan selagi itu membuat cewek itu bahagia akan diusahakannya.

"Serius?" tanya Amorei tidak percaya.

Abim mengusap lengan Amorei. "Iya sayang. Anything for you."

"Sayang Abim." Seru Amorei senang. Memang mudah untuk membuat Amorei bahagia.

"Sayang Rei juga." Balas Abim. "Oh iya gimana kuliahnya hari ini?" Abim menanyakan hal ini setiap hari. Dilihatnya Amorei kembali ke posisi awalnya.

Dengan semangat Amorei menggenggam tangan Abim. "Tadi tugas Rei dapet nilai yang paling tinggi. Makasih Abim." Girang Amorei. Keduanya tertawa bersama setelahnya.

"Sama-sama bayi. Itu juga kan karena lo yang mulai mau belajar terus." Abim ikut tersenyum saat melihat pancaran bahagia yang ditunjukkan Amorei.

Tugas Amorei itu Abim memang menjadi peran penting didalamnya. Hampir disetiap hidupnya Abim memang selalu begitu. Abim yang sedikit belajar tentang materi Amorei walaupun jurusan yang dipilih keduanya sangat berbeda jauh. Abim kedokteran sedangkan Amorei arsitek.

"Rei sayang banget sama Abim."

"Gue juga."

"Rei takut kalo Abim ninggalin Rei."

Tepat saat Amorei mengatakannya mobil yang mereka tumpangi berhenti didepan rumah mewah gadis itu. Membuat Abim bisa leluasa untuk fokus dengan Amorei yang berada disampingnya.

Abim menyamankan posisi duduknya. "Gue selalu ingetin kan buat hilangin pikiran buruk itu dari pikiran lo. Gue selalu ada diisini, Rei. Sama lo selalu." Ucap Abim memberi pengertian pada Amorei. Tangannya menangkup wajah Amorei.

"Lo bebani pikiran lo terus dengan hal-hal yang kemungkinan gak bakal terjadi. Itu bisa buat lo sakit, babe." Abim menatap kedua bola mata indah didepannya dengan lembut. Abim mengusap pipi Amorei untuk menyalurkan ketenangan.

Amorei memeluk Abim erat. "I love you, Abim."

"I love you more, Rei." Abim ikut mengencangkan pelukan tersebut. Tidak ada yang boleh membuat Amorei bersedih. Semua akan dia lakukan untuk bisa tetap melihat senyuman indah itu.

TBC

Follow Instagram 💙
@cutyusi_

Abim'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang