26

2.3K 143 25
                                    

"Mami...." Lirih Amorei dalam tidurnya.

Abim hanya bisa membisikkan Amorei dengan kata-kata penenangnya. Sudah sejak beberapa menit yang lalu Amorei begini. Sepertinya Amorei sedang mimpi buruk ataupun itu.

Nafas Amorei terdengar memberat. Nafas itu sedikit terputus-putus membuat Abim panik seketika. Dengan cepat Abim berlari untuk memanggil Rio. Keduanya datang dengan tergesa-gesa.

"Panas banget." Rio menoleh kepada Abim. Abim juga ikut mengeceknya, sedikit meringis saat tangannya bersentuhan langsung dengan kulit Amorei.

Amorei mengerjapkan matanya perlahan, terasa sangat berat rasanya. Amorei menyipitkan matanya saat melihat tatapan papi dan kekasihnya itu khawatir menatapnya.

"Mami...." Gumam Amorei tanpa sadar.

Walaupun terdengar sangat pelan tapi Rio dan Abim masih bisa mendengarnya. Segera saja Rio memeluk Amorei erat.

"Disini masih ada papi sayang, ada Abim juga. Princessnya papi kuat ya." Ucap Rio dengan suara bergetar. Amorei membalas pelukan papinya erat.

"Rei mau mami, papi." Tangis Amorei pecah pada saat itu juga. Amorei menggelengkan kepalanya pelan. "Rei mau kayak dulu."

"Papi juga, princess."

Amorei menatap wajah papinya yang juga ikut menangis. Tangannya bergerak pelan menghapus air mata  papinya. "Rei udah coba buat kuat tapi Rei gak bisa." Ucap Amorei menangis.

Abim mendengar dengan baik semua yang Amorei ucapkan. Kepalanya menunduk, sayang sekali gadis cantik itu harus merasakan kesedihan yang mendalam. Abim tahu masih banyak kesedihan lainnya yang Amorei simpan sendiri.

"Ada papi, princess. Jangan takut." Rio bergumam lirih.

Rio yang merasa tidak kuat segera mengkode Abim agar mendekat mengantikannya. Rio mengecup kening Amorei dengan sangat sayang. Rio juga selama ini berpura-pura untuk kuat.

Pria itu tersenyum kearah putrinya dan berpamitan. "Papi keluar bentar ya, mau ambil obat Rei."

Amorei menggeleng pelan.

"Bentar aja, princess." Mau tak mau Amorei membiarkan papinya itu untuk keluar dari kamarnya.

Abim segera mendekat untuk merengkuh tubuh mungil itu. Cowok itu mengusap punggung Amorei untuk membuatnya merasa sedikit tenang.

Abim mendesah gusar saat kembali mendengar Amorei menangis. "Udah dong nangisnya, nanti tambah pusing loh."

"Rei bingung, Abim." Amorei berkata.

"Bingung kenapa hm? Abim bertanya memberi kenyamanan untuk kekasihnya itu.

Mata Amorei berkaca-kaca, ada banyak yang ingin disampaikannya. Tapi dia bingung harus memulainya darimana.

"Rei capek, Abim..."

.....

Riska berlari kecil untuk memeluk Amorei yang sudah menunggunya. Amorei menangis sejadi-jadinya dipelukan sang ibu kekasihnya itu. Riska mengusap rambut Amorei dengan sayang.

Wanita itu paham apa yang sedang Amorei rasakan. Riska mendekap Amorei cukup lama.

"Sayang... Denger mama, disini ada mama yang bisa untuk Rei bagi cerita. Mama udah bilang berapa kali jangan pernah bingung untuk ngelakuin apapun hal itu selagi baik. Rumah mama selalu terbuka lebar buat Rei." Riska menasihati Amorei yang masih setia menangis dipelukannya.

Amorei menggangguk samar. Rei bukan bingung untuk bercerita kepada siapa tetapi dia memang ingin memendam semuanya sendirian agar semua orang tidak ada yang tahu tentang  lukanya.

Isak tangis gadis mungil itu mengalun merdu. Riska yang mendengarnya kembali menenangkan Amorei dengan sayang. Abim yang sedari tadi berada di depan pintu kamar Amorei juga ikut terhenyak mendengar suara tangis Amorei.

Abim menyenderkan tubuhnya di dinding tepat disebelah pintu kamar Amorei. Dia sengaja membiarkan Amorei hanya berdua  dengan mamanya di dalam sana. Tetapi cowok itu tetap berjaga-jaga disana.

"Nangis aja gak papa, sayang. Tapi setelah itu janji jangan nangis lagi oke. Disini banyak yang sayang sama Rei." Ucap Riska dengan begitu lembut.

"Rei mau mami...." Ujar Amorei dengan nafas yang memberat sepertinya keadaanya semakin parah dari sebelumnya.

"Rei ke rumah sakit aja yok. Ini Rei badannya panas banget loh." Ujar Riska memeriksa suhu tubuh Amorei.

Amorei menggeleng pelan lama kelamaan dia juga merasa bahwa dirinya melemas. Amorei memejamkan matanya perlahan.

"Sayang." Panggil Riska saat merasa Amorei tidak lagi meresponnya. Riska juga merasa pelukan keduanya mengendur.

"ABIM!" Teriak Riska saat melihat Amorei tidak sadarkan diri dipelukannya. Secepat kilat Abim berlari ke dalam saat mendengarnya.

Terlihat jelas wajah panik cowok itu. Abim meraih tubuh Amorei yang tampak tak berdaya. Kepalanya menggeleng pelan saat melihat wajah pucat Amorei.

"Buruan Abim jangan bengong. Gak ada waktu lagi sekarang, buruan kita bawa Amorei ke rumah sakit."

Mereka semua turun dengan tergesa-gesa. Tetapi Abim masih tetap menjaga dengan aman Amorei yang berada di gendongannya.

Rio dan Dani yang sedang asik mengobrol pun ikut terhenti. Rio segera bangun dari duduknya dan menghampiri Amorei yang bersama Abim.

"Rei kenapa?" Tanya Rio tak sabaran. Terdengar sekali kekhawatiran disana.

"Tadi Rei panasnya nambah tinggi dan gak lama pingsan. Ayok kita bawa Rei sekarang ke rumah sakit. Jangan sampe kita terlambat, Rio." Ucap Riska ikut panik.

Rio segera memanggil supir untuk menyiapkan mobil mereka. Semua orang rumah tampak panik disana. Bahkan asisten rumah disana juga ikut menangis menlihat semuanya. Rei yang selalu ceria menganggunya kini tampak lemas digendongan kekasih gadis cantik itu.

Pria yang menjabat sebagai ayah dari Amorei itu menelpon dengan panik kakaknya untuk menyiapkan keperluan di rumah sakit. Rio ingin semuanya terbaik buat putrinya.

"Princess papi buat papi sedih lagi kali ini." Rio melirik lemah kearah Amorei. Tidak akan ada yang mengerti apa yang dirasakan pria itu sekarang.

TBC

Follow Instagram 💙
@cutyusi_
@scrittoretu
Untuk informasi tentang cerita inii, lovuu

Tiktok
@cutyusiii

Abim'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang