41

630 65 6
                                    

Malam yang gelap menggambarkan kondisi hati Killa saat ini. Gadis itu duduk di sofa ruang tamunya bersama ibu dan kakaknya. Mungkin siapapun yang melihat kedua mata Killa saat ini bisa merasakan apa yang dia rasakan juga.

Rani menatap Killa jengat saat putrinya itu terus menggerutu dengan keputusan yang dia ambil.

Berbanding terbalik dengan Kevin yang tetap tenang di posisinya. Bahkan tanpa mereka sadari, Kevin adalah orang yang paling mendukung dengan keputusan mamanya itu. Dia tidak mau ada seseorang yang harus merasa sangat kehilangan disana. Memikirkan seseorang itu membuat Kevin sedikit rindu dengan segala ocehan gadis itu. Gadis yang mungkin sampai kapan pun  tidak akan pernah menjadi miliknya.

Di satu sisi, Kevin ikut sedih melihat adiknya yang  tidak berhenti menangis. Jika dilihat dari situasinya, kini hanya Killa yang masih tersisa tidak menerima segala keputusan. Gadis itu terus menyalahkan orang lain.

Killa berdecak. Lalu dia menatap bergantian Rani dan Kevin. "Aku gak setuju kalau mama nikah lagi, kecuali dengan om Rio."

"Gila lo." sentak Kevin spontan.

"Lo yang gila." Killa menunjuk kakanya itu. "Kenapa lo dengan senang hati nerima ini semua? Lo bahkan gak pernah ada setuju dengan pendapat gue."

Kevin jengah melihat sifat Killa yang seperti itu. Malas sekali dia meladeni Killa yang seperti tidak punya akal sehat.

"Lo masih tanya kenapa. Coba mikir dulu, menurut lo sifat lo yang kayak gini bagus?" Kevin malah balik bertanya.

"Gak usah merasa paling bener deh, kak. Gue tahu sebenernya lo juga sependapatkan sama gue." Killa menatap tajam Kevin, bahkan kini kedua tangannya mengepal menahan emosinya.

Rani sedih, melihat pertengkaran kedua anaknya itu. Tidak menyangka juga bahwa Killa benar-benar menentang keputusannya berbanding terbalik dengan Kevin yang justru sangat mendukungnya.

"Mama minta maaf, kalau selama ini mama belum bisa jadi ibu yang baik buat kalian." ucap Rani tulus.

Kevin terhenyuh, tetapi dia menggeleng dengan keras tanda tidak terima. "Mama gak perlu minta maaf. Bagi Kevin mama udah melakukan yang terbaik selama ini." kata cowok itu dengan sangat hati-hati. Baginya kebahagian mamanya adalah segalanya.

"Makasih ya, sayang." Rani memeluk putranya erat. Diantara Kevin dan Killa memang Kevin yang paling tahu perjuangannya selama ini.

"Killa pokoknya gak setuju, ma." jujur Killa.

Suasana yang tadinya sudah tenang kembali memanas akibat dari ucapan Killa. Ini seperti satu keluarga yang saling mementingkan ego masing-masing. Rani dan Kevin bungkam saat Killa terus mengeluarkan segala kekesalannya.

"Kil, kenapa lo gak coba nerima semuanya aja sih? Kita bisa mulai awal yang baru untuk ini semua." ucap Kevin memberi pengertian.

"Tapi gue gak suka sama orang yang bakal nikah sama mama. Gue cuman mau yang nikah sama mama itu om Rio." jelas Killa. Detik berikutnya dia kembali menangis. "Gue juga mau kok punya keluarga yang kembali lengkap."

"Ini yang mau nikah mama Kil, bukan lo. Jadi lo gak berhak segitunya nolak keputusan mama." Kevin menyugar rambutnya kebelakang, merasa tidak bisa lagi menahan kekesalannya.

"Yaudah kalau kayak gitu, gue gak bakal sudi ada di keluarga ini lagi. Gue gak sudi untuk nerima dia sebagai ayah gue. Gue pokoknya gak setuju sama ucapan lo, kak." ucap Killa dengan tangan yang menunjuk Kevin.

"Emang pantes gue sebut lo gila." cibir Kevin. "Kil, yang harus lo tahu adalah di dunia ini gak segala hal itu bakalan berpihak ke lo."

Killa mencibir. "Terserah deh, kak. Pusing gue dengan pemikiran lo itu."

"Harusnya gue yang bilang gitu, anjing." Kevin melempar bantal sofa yang berada paling dekat dengannya ke Killa. Dia sudah tidak sanggup menghadapi seorang gadis di depan sana yang sialnya adalah adiknya.

"Kevin." tegur Rani kepada cowok itu.

"GAK SUDI GUE JUGA PUNYA KAKAK KAYAK LO!" Killa mengusap wajahnya yang terkena lemparan bantal.

Kevin mendengus. "Lo piker gue sudi? Enggak." Kevin tidak habis pikir.

"Pokoknya gue tetap gak setuju." Killa ngeyel.

"HUUUUUUUUH LO." Kevin berdiri ingin menjambak rambut gadis itu sebelum mamanya menghentikannya.

"Coba sini." tantang Killa.

"EMANG PERLU DIKASIH PAHAM NI ORANG." Kevin menunjuk Killa.

Killa tidak dapat menahan tawanya sendiri saat mendengar ucapan kakaknya. "Emangnya kak Gem lo?"

"Kevin, Killa sudah!" tegas Rani pada akhirnya. "Tolong kali ini kalian diam dan dengerin omongan mama."

.....

Sementara di tempat lain, Amorei menatap papinya bingung. Sedari pulang bekerja Rio sedikit murung tidak seperti biasanya.

"Papi, are you okay?" tanya Amorei hati-hati.

Rio tersentak sadar dari lamunannya. Sedari tadi rupanya dia mengabaikan putrinya yang sedang duduk di sebelahnya.

"Papi?" Amorei memastikan papinya. Dia hanya takut papinya itu kenapa-kenapa. Raut wajahnya sendu saat papinya hanya diam.

Saat menyadari raut sendu dari putrinya barulah Rio menyesal. Dia mengusap rambut amorei dengan lembut. Berusaha membujuk Amorei yang tampak ingin menangis.

"Papi gak papa, princess." Rio mencium puncak kepala Amorei. "Rei harus sama papi terus ya?"

"Laksanakan!" Amorei berlagak gaya hormat di hadapan papinya.

Setiap gerakan Amorei tidak ada yang pernah gagal untuk terus membuatnya tertawa. Sorot matanya  menatap dalam putrinya. Dia berharap Gina selalu bersama dirinya dan Amorei walaupun tidak ada wujud nyatanya.

"Kalau papi ada masalah, Rei selalu siap dengerin cerita papi." ucap Amorei memiringkan kepalanya.

Walaupun terkadang Amorei selalu bersikap manja kepada papinya. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dia juga punya sesuatu yang mengikat dengan papinya. Sehingga dia bisa merasakan apa yang papinya itu rasakan juga.

"Makasih ya, princess." Rio menarik Amorei ke dalam dekapannya. Pria itu tidak dapat menahan tangisnya. Saat-saat seperti inilah dia merindukan mendiang istrinya. Dia rindu berkumpul bersama. Dia rindu saat mereka berdua bersama-sama memeluk Amorei erat. Kini hanya dia sendiri yang masih bisa memeluk putrinya.

"Papi sehat terus ya." pinta Amorei. Terdengar seperti kalimat memohon yang sederhana tetapi bagi Rio perkataan Amorei mengandung makna yang sebegitu besar.

Dalam dekapan hangat papinya, Amorei menangis sambil mendekap erat tubuh dihadapannya itu. Sungguh menyakitkan saat terus dipaksa merima kenyataan yang sama sekali tidak diinginkan.

Rio berjanji di dalam hatinya akan selalu berada di putrinya. Setidaknya dia harus bisa menjadi orang yang mengantarkan putrinya untuk menikah dengan orang yang paling tepat. Dia sendiri yang harus mengantarkan putrinya itu.

TBC

Happy reading everyone!

Ig :
@cutyusi
@scrittoretu

Tiktok :
@cutyusiii
@scrittoretu

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Abim'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang