34

2K 119 12
                                    

Amorei  duduk dengan tenang di samping Abim yang sedang fokus dengan laptopnya. Cewek itu menjilat es krimnya semangat. Abim melirik senang kearah Amorei yang sedang menungguinya dan diam tidak mengganggunya.

Setelah Amorei menyelesaikan kuliahnya tadi siang, dia langsung diajak Abim untuk menemani Abim di kantor papanya.

"Abim emang ngerti?" Tanya Amorei tersenyum mengjengkelkan. Amorei hanya bingung sebenarnya Abim itu ingin bekerja apa nantinya karena Abim pada dasarnya mengambil jurusan kedokteran.

Abim berdeham. "Lo ngejek gue?" Tanya Abim sambil meneruskan kegiatannya.

"Bukan gitu loh." Jawab Amorei nyolot. Dia bertopang dagu menatap Abim yang sangat serius bahkan tidak mau menghiraukan dirinya disini.

Abim hanya mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya kearah layar laptop di depannya itu. Abim memijat keningnya pusing, jujur saja dia juga sudah sedikit lelah. Tapi ini lah memang keinginannya, hanya dia dan papanya yang tahu rencana ini.

Amorei resah sendiri jika begini. Dia sangat tidak suka hanya diam, apalagi es krim ditangannya sudah habis tak tersisa. Amorei menjatuhkan kepalanya di meja kerja milik Abim.

"Mau es krim lagi." Rengek Amorei menghentakkan kakinya.

Abim menoleh kearah Amorei tanpa ekspresi. Jujur saja semenjak Abim masuk kuliah ini, Abim semakin membatasinya dalam hal makanan. Abim sudah seperti dokter pribadi gadis itu.

Jadi tentu saja saat diberi es krim tadi, Amorei kelewat senang luar biasa. Walaupun dengan syarat harus menunggu cowok itu selesai dengan urusannya.

Dan sekarang Amorei menyesal dengan tawaran tadi jika dia tahu hanya boleh memakan satu es krim saja.

Amorei menghela nafas bosan sekarang. Tangannya menutup mulutnya saat menguap. Matanya mengerjap saat tangan Abim terasa mengusap rambutnya, hampir saja dia terlelap.

"Tidur aja, sayang." Ucap Abim tetap mengusap rambut Amorei agar gadis itu segera tertidur. Abim tahu bahwa Amorei tidak tidur tepat waktu tadi malam. Biarlah tunangannya itu tidur sambil menunggunya selesai dengan urusannya.

Abim bernafas lega saat melihat Amorei sudah tidur dengan nyenyak. Abim kasihan juga melihat Amorei bosan karena menunggunya.

Perlahan Abim mengangkat tubuh Amorei untuk digendongnya. Abim membisikkan kata penenang saat Amorei hampir bangun dari tidurnya. Dibaringkannya gadis kesayangannya itu dan dipakaikannya selimut untuk menutupi tubuh Amorei.

Untung saja ruangan yang papanya sediakan untuknya itu ada sebuah kamar untuk beristirahat. Abim mengatur suhu yang ada di ruangannya agar pas dengan Amorei.

Abim duduk di samping Amorei sambil terus memperhatikan wajah Amorei yang tenang. "Capek banget ya, bayi." Ucap Abim dengan perlahan mengusap pipi Amorei.

Kepalanya menunduk untuk mengecup kening Amorei.

"Heh, anak papa kamu apain!" Seru Dani yang ada di dekat pintu kamar itu.

Abim tentu saja kaget dan berdecak kesal saat melihat papanya yang malah tertawa. Bahkan kini papanya ikut mengusap rambut Amorei, walaupun hanya sebentar tentu membuatnya kesal.

"Tunangan Abim ini." Kesal Abim menghalangi papanya untuk jangan mendekat kearah Amorei.

Dani menatap balik Abim kesal. Dia sudah lama tidak melihat Amorei dan sekarang bertemu tanpa sengaja, tentu saja dia senang bukan main. Mengingat Amorei sudah seperti putrinya sendiri.

"Liat aja nanti. Papa suruh Rei minep rumah dan kamu gak boleh ketemu. Mama kamu pasti setuju." Balas Dani sengit.

"Jangan geh, pa." Seru Abim. Abim sudah kapok jika berurusan dengan mamanya itu. Mamanya itu pasti selalu memonopoli Amorei.

Dani menggelengkan kepalanya melihat tingkah Abim. Rasanya Dani masih tidak percaya putranya sudah sebesar itu. Bahkan sekarang Dani bisa melihat  perkembangan Abim yang sangat pesat.

Dani mengkode Abim untuk berbicara di luar. "Ayok, ada yang mau papa bicarain. Kalau disini takut Rei keganggu." Ucap Dani yang langsung dituruti oleh Abim. Dani berjalan pelan menuju pintu ruangan itu dan berbalik melipat tangannya untuk melihat apa yang Abim lakukan.

Sebelum Abim keluar menyusul papanya, dia menyempatkan untuk mencium kepala Amorei. "Sweet dream, bayi."

Dani yang melihat itu menahan senyumannya. Pria itu berjalan dengan kekehan ringan.

Keduanya kini duduk saling berhadapan. Tidak ada lagi tatapan bercanda diantara keduanya. Terlihat Dani yang mengontrol hasil kerja yang Abim kerjakan.

Pria itu mengangguk bangga saat melihatnya. "Abim, papa mau ingetin sekali lagi. Ini adalah hal besar untuk mulai karir kamu. Perlahan aja tapi pasti. Jangan terlalu kamu tekan diri kamu, papa malah gak suka."

"Abim paham." Ucap Abim menatap papanya. "Makasih juga buat papa yang udah ngelakuin hal sejauh ini buat Abim."

"Apapun papa lakuin buat anak papa." Dani menepuk pundak Abim dengan senyumnya.

Abim menatap haru Dani. Papanya itu selalu memberikan yang terbaik untuknya. Bahkan sekarang Dani melakukan sesuatu yang bahkan Abim tidak percaya akan hal itu.

Abim menunduk untuk tidak menangis. Cowok itu menghembuskan nafas secara perlahan.

"Papa bangga sama Abim." Dani menarik Abim untuk dipeluknya. Pria itu tahu putranya masih tidak percaya akan hal yang dilakukannya.

"Sekali lagi makasih banyak, pa." Ucap Abim tulus. Matanya berkaca-kaca saat melihat tulisan besar yang ada di laptopnya yang sedang menyala.

BIMREI HOSPITAL

TBC

Ig :
@cutyusi
@scrittoretu

Tiktok :
@cutyusiii

Abim'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang