31

2.1K 128 22
                                    

"Kalau gue gak ada lo gimana Rei?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Abim membuat Amorei terdiam. Sedari dulu ia sudah selalu bergantung segalanya pada orang-orang terdekatnya. Sudah cukup kehilangan maminya, Amorei tidak ingin ada yang meninggalkannya lagi.

Abim yang menyadari perubahan raut wajah Amorei mendadak panik sendiri. Akibat dari perkataan spontannya membuat raut wajah Amorei mendadak muram. Cowok itu meringis pelan.

Abim memperbaiki tubuh Amorei agar menghadapnya. Dia mengusap gusar tengkuknya. Sudah susah-susah membuat Amorei tertawa kini dia malah kembali membuatnya murung.

"Maksud Abim apa?!"

"Santai dulu dong." Ucap Abim kaget. Abim tidak heran dengan lagi dengan kelakuan Amorei yang sering tidak bisa ditebak.

Amorei menjulurkan lidahnya kearah Abim dengan wajah menyebalkannya. Mood Amorei gampang sekali berubah. Amorei memilih memukul lengan Abim dengan pelan.

"Abim.... Kira-kira umur Rei sampai berapa ya?" Pertanyaan Amorei adalah pertanyaan yang sering dipikirkannya sejak kepergian maminya. Mulai saat itu Amorei sadar bahwa kepergian seseorang itu memang benar adanya.

Terkadang semua hal yang menyakitkan itu bisa mendewasakan kita dengan sendirinya. Dan terkadang Amorei berusaha untuk hal itu. Meskipun sulit tapi pada kenyataanya memang hal itu yang harus diterimanya.

"Apaan sih?!" Tanya Abim nyolot.

Amorei menolehkan kepalanya kaget. "Kok jadi gantian Abim yang kayak gitu? Kaget tau."

Amorei menjatuhkan tubuhnya ke kasur membuat tubuhnya menjadi berbaring. Sembari  menatap langit-langit kamar miliknya Amorei mendengarkan perkataan Abim. "Gue males ah bahas ginian. Gue gak mau ya Rei lo nanya itu lagi." Ucap Abim tegas.

"Iya, maaf. Tapi kadang Rei kepikiran aja. Rei lebih baik pergi duluan daripada Abim sama papi. Rei takut soalnya sendirian."

Abim menghela nafas kasar, tanpa terlihat oleh Amorei. "Gak ada yang pergi, Rei. Baik itu gue, lo ataupun papi."

"Tapi, kepergian itu nyata, Abim."

Abim mengusap lembut rambut Amorei seraya menatap dalam bola mata coklat itu. "Kenapa sih tiba-tiba bahas kayak gini?"

Amorei tersenyum tipis, ia hanya kepikiran terlalu jauh akibat perkataan Abim tadi. "Rei sering sakit, Rei setiap hari minum vitamin walaupun Rei sehat aja. Kadang Rei suka mikir, emangnya hidup Rei bakal gini-gini aja ya."

"Bayi.... Gue gak suka kalau lo melemah gini. Lo minum vitamin biar gak jatuh sakit aja. Itu vitamin biasa doang, sayang."

"Rei pernah coba untuk gak minum vitamin itu beberapa hari tapi nyatanya Rei sakit. Artinya Rei bergantungan dengan obat itu, Abim."

Mata Abim menelisik pada wajah Amorei yang terlihat polos. "Oh jadi lo pernah gak minum vitamin. Terus lo kemanain?"

"Ha?" Amorei mendadak bingung sendiri. Perlahan dia tersenyum manis pada Abim. Sangking malasnya dia untuk minum vitamin dan berusaha mencari cara agar berhenti meminumnya membuat Amorei keceplosan tentang rahasia yang satu ini.

Abim mendadak tersenyum tipis melihat Amorei yang sekarang sudah lupa dengan maksudnya tadi. "Gue aduin papi ya lo. Bisa-bisanya buat orang khawatir terus."

Mata Amorei melebar, cewek itu panik saat melihat Abim berlari  keluar kamarnya. "ABIM, REI NGAMBEK." Teriak Amorei sambil berlari mengejar Amorei.

Abim tertawa sambil berlari. Dia justru menggendong Amorei untuk dibawanya kebawah. Lelaki itu lantas membawa Amorei untuk menemui papinya. Dan keberuntungan berada dipihak Abim saat melihat pria paruh baya yang sedang menonton tv di sofa.

Amorei menggerakkan tubuhnya kesal dalam gendongan kekasihnya itu. Amorei semakin panik saat mereka berdua semakin dekat dengan papinya.

"PAPI!" Seru Amorei saat Abim mendudukannya disebelah papinya. Amorei kini diapit oleh dua orang tersayangnya.

"Hai, princess papi." Balas Rio mencium puncak kepala Amorei.

Amorei memeluk lengan papinya manja. "Papi, Abimnya nakal. Dia nakalin Rei terus." Adu Amorei dengan nada memelas. Semoga saja kali ini papinya berada di pihaknya. Lihat saja siapa yang kali ini akan menang.

Rio menatap Abim yang menggeleng cepat. "Rei diapain, sayang? Sini biar Abim, papi hukum." Ucap Rio membuat Amorei tersenyum kemenangan.

Amorei menolehkan kepalanya kearah Abim dan kembali menjulurkan lidahnya. Sesekali menjahili Abim tidak ada salahnya. Lagi pula siapa duluan yang menyari gara-gara dengannya.

"Abim—" Belum sempat Amorei berbicara Abim sudah memotong perkatannya terlebih dahulu.

"Papi udah tahu belum kalau anak papi itu rupanya pernah gak minum vitamin sampai sakit." Ucap Abim sambil menaikkan sebelah alisnya.

Rio menyerngitkan dahinya bingung. "Rei, itu bener?" Tanya Rio.

Amorei menginjak kaki Abim dengan sekuat tenaganya. Namun bagi Abim itu tidak ada apa-apanya jutru cowok itu tertawa menyebalkan.

"Princess, jawab papi." Tegas Rio.

Amorei mengangguk pasrah. Lagian ini juga memang sepenuhnya salahnya.

"Kenapa gak minum vitamin? Suka ya buat papi khawatir atau Rei suka kalau Abim sampai begadang biar nemenin Rei saat sakit?" Tanya Rio menuntut. Bagi pria itu kesehatan Amorei adalah segalanya. Bagaimana bisa putrinya itu melewatkan hal penting untuk tubuhnya? Rio sedikit tidak habis pikir dengan putri nakalnya itu.

"Rei cuman nyoba doang. Rei kuat atau enggak kalau enggak minum vitamin." Jawab Amorei pelan. Sungguh dia takut dengan papinya sekarang. Belum lagi Abim yang pasti akan membahas ini terus menerus.

"Terus rasanya gimana? Gak enak kan, atau princess papi ini suka sakit?"

"Enggak, papi."

Tidak tega melihat putrinya yang muram membuat Rio luluh dibuatnya. Pria itu mengusap rambut Amorei menenangkannya.

"Rei gak tahu sebarapa khawatirnya papi saat denger Rei sakit. Papi gak selalu ada sama Rei jadi papi mohon tolong bantu papi buat jaga diri kamu sendiri. Papi gak suka lihat Rei sakit terus apalagi kayak kemarin. Papi mohon itu ya, mau kan bantuin papi?" Rio beratanya dengan sangat lembut. Berbicara dengan nada marah pun tidak ada gunanya karena Amorei malah akan semakin membangkang nantinya.

"Iya, Rei mau. Maaf ya papi." Ucap Amorei tersenyum manis.

Rio merentangkan tangannya. "Sini dong peluk dulu papinya."

Amorei memeluk papinya erat. Sesekali gadis itu menggumamkan kata maaf pada papinya.

"Sana minta maaf juga sama, Abim." Bisik Rio pelan yang dibalas Amorei anggukan.

Amorei memutar tubuhnya menatap Abim dan segara menerjang cowok itu dengan pelukannya. "Maafin Rei, Abim."

"Iya, bayi. Anything for you." Suara Abim mengalun indah dipendegaran Amorei. Amorei mengeratkan pelukannya dengan manja.

TBC

Follow Instagram 💙
@cutyusi
@scrittoretu
Untuk informasi tentang cerita inii. Kalau ada yang mau ngasih saran juga boleh dm aku, lovuu
Makasih buat yang selalu baca🤍

Tiktok
@cutyusiii

Spam di komen biar aku cepet update!!!

Abim'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang