24

2.2K 125 3
                                    

Menjelang malam Amorei dan Abim baru saja pulang dari kegiatan mereka. Amorei berlari ke dalam rumahnya untuk mencari papinya, diikuti Abim yang setia mengikuti setiap derap langkah kekasihnya. Senyum Amorei terukir. Dia memeluk papinya yang sudah merentangkan tangannya didepan sana.

"Papi!" Amorei memanggil, memeluk dengan semangat cinta pertamanya itu. Cinta pertamanya yang tidak akan pernah mengecewakannya.

"Aduh princess papi. Lama banget sih pulangnya, papi udah kangen banget." Ucap Rio mencium puncak kepala Amorei.

Amorei memeluk erat papinya. Dia sangat senang jika berada di pelukan papinya. Pelukan papinya itu tidak kalah hangat dengan Abim.

Mata cantik itu terpejam senang. Amorei tertawa girang di dalam pelukan sang papi. Sementara Abim memilih ke dapur untuk menaruh beberapa makanan yang mereka bawa agar disiapkan oleh asisten disana.

Amorei mengendurkan pelukannya, hingga dia bisa melihat jelas wajah papinya. Beberapa helai rambut Amorei yang tidak teratur ditata kembali oleh Rio.

"Papi, Rei sama Abim bawa makanan biar kita makan malem barengan. Tadinya Rei sama Abim mau makan disana aja terus bungkusin papi. Eh tapi kata Abim bawa pulang aja, soalnya nanti papi sedih kalau makan sendirian." Amorei bercerita.

Rio mengangguk setuju. "Aduh, calon mantu papi itu pengertian banget ya."

"Ehm." Gumam Amorei, tersenyum lucu.

"Baru aja Rei pergi sebentar tapi papi udah kangen banget." Rio berkata. "Jangan tinggalin papi ya."

Amorei mengerutkan keningnya tipis. "Harusnya Rei yang bilang gitu."

Segera saja Rio mencium gemas pipi putrinya itu. Keduanya kembali tertawa bersama membuat tawa itu juga menguar ke Abim. Mereka sudah seperti keluarga.

"Ayok makan." Ajak Rio mengajak kedua anaknya itu. Sungguh bahagia jika seperti ini. Rio rasa dia perlu memikirkan berulang kali untuk keputusan yang akan dia ambil. Karena jika dia salah mengambil langkah maka semua akan hancur dalam sekejap.

Amorei memeluk lengan Abim sambil berjalan. Tangannya digoyang-goyangkan agar mengikuti setiap langkahnya. Gemas dengan tingkah Amorei, Abim pun sesekali mengecup kepala Amorei. Rasa gemas itu semakin menguar sebab Amorei selalu tertawa riang.

Amorei duduk di tengah-tengah Abim dan papinya. Amorei makan dengan tenang dan lahap. Seperti biasa Abim akan makan sambil menyuapi kekasihnya itu. Rio hanya tersenyum tipis melihatnya.

"Papi harus makan yang banyak juga ya. Ini Rei sama Abim udah susah-susah cari makanan kesukaan papi." Amorei berucap. Karena Amorei tahu bahwa papinya sekarang lebih sedikit makannya.

"Iya princess, makasih ya. Makasih juga mantu." Rio membalas.

Abim mengangguk tenang sambil menyendok nasi ke dalam mulut Amorei dan setelahnya memperhatikan agar tidak ada nasi yang mengotori bibir Amorei.

"Tadi ada yang makan banyak es krim tuh, pi." Abim mengadu, matanya melirik Amorei yang sudah mempringatinya.

Rio menoleh. "Rei." Tegur Rio pelan.

"Abim bohong, papi. Abim ini memang sekarang tukang bohong." Amorei bersuara. Cewek itu berusaha membela dirinya sendiri.

"Oh gitu, gue gak bakalan kesini lagi kalau gitu." Sahut Abim. "Awas aja lo nangis-nangis."

"Abimmm." Rengek Amorei memelas.

Rio tersenyum simpul melihat tingkah keduanya. Percekokan seperti inilah yang terkadang membuat keduanya semakin erat. "Jadi sekarang udah mau ngaku belum?"

"Rei makan es krimnya gak banyak banget kok. Suer." Amorei menjelaskan.

"Kalau sampai kamu sakit, papi bakal gak bolehin kamu makan es krim dulu sementara. Udah tahu badannya suka gak kuat kalau kebanyakan makan dingin masih aja ngeyel." Rio mencubit hidung Amorei.

"Kasih tau tuh, pi. Emang bandel anaknya." Celetuk Abim.

Lengkap sudah penderitaan Amorei. Apalagi sedari tadi dia berusaha menahan bersin yang sudah ingin keluar. Semoga saja dirinya tidak benar sakit setelah ini.

Rio mengusap rambut Amorei dengan lembut. "Papi sama Abim ngelarang kamu tuh untuk kebaikan kamu juga. Kalau sakit kan gak enak. Udah jangan nangis." Ucap Rio dengan sayang ketika melihat mata Amorei mulai berkaca-kaca.

"Jangan nangis dong, bayi." Mendadak Abim melembut juga. Tidak tega juga lama-lama.

Amorei terisak kecil. "Kenapa sih Rei gampang sakit?"

Rio menarik Amorei mendekat untuk dipelukanya. Dagunya ditumpukan diatas kepala Amorei. Abim pun ikut mengusap punggung Amorei agar gadis itu merasa tenang.

"Hey princess, dengerin papi. Semua yang ada di diri Rei itu anugrah jadi jangan pernah ngomong kayak gitu lagi. Papi jelas gak suka." Rio menegur.

"Hikss... Maaf papi."

"Iya princess, jangan lagi ya." Ucap Rio. "Tuh liat Abim jadi sedih juga tuh liat kamu nangis." Rio menatap Abim yang juga menatapnya.

Amorei perlahan ikut juga melihat Abim. "Maaf ya, Abim. Tadi Rei suka ngeyel kalau dibilangin."

"Dimaafin kalau gak bakal kayak gitu lagi." Abim berpesan.

"Tapi gak janji ya." Amorei mengedipkan matanya.

.....

Abim sedang diam dengan pikiran yang tercabang. Dia sedang berusaha menjadi pendengar yang baik sekarang.

Setelah Amorei pulas dengan tidurnya. Abim diminta Rio agar bisa bicara berdua dengannya. Tentu saja hal itu mencegah agar Amorei bangun dan mendengarkan semuanya.

Sejak tadi, Abim tahu bahwa Rio menyimpan banyak beban di kepalanya. Dari dulu pun Rio sering memepercayai Abim untuk mendengarkan ceritanya. Dulu papa cowok itu yang sering mendengarkan keluh kesahnya.

"Abim jujur juga bingung, pi." Ucap Abim.

Rio tampak murung, disini dia sangat berbeda seperti saat di depan Amorei tadi. "Papi gak tau kedepannya harus seperti apa. Papi takut keputusan yang papi ambil itu nyakitin Amorei." Ucapnya.

"Abim boleh nanya?" Tanya Abim.

"Tanya apapun terserah kamu. Abim, papi percaya banget sama kamu." Rio mempersilahkan Abim.

"Papi beneran serius dengan tante Rani?"

Rio diam. Memang inilah permasalahan yang sedang berperang dipikirannya.

"Papi sebenarnya biasa aja. Tapi dengan Rani dateng tadi pagi jadi buat papi bingung. Jujur maminya Rei masih sangat papi cintai sekarang." Tutur Rio.

"Terus apa yang buat papi bingung?" Tanya Abim heran. "Papi suka sama tante Rani?"

"Papi bingung, Abim." Rio menjawab.

Abim menatap Rio. "Papi gak bisa kayak gini. Papi harus segara nentuin pilihan. Dan papi pasti tau reaksi Rei kayak mana kalau tau semuanya."

Rio mengangguk membenarkan, lalu berucap serius. "Papi harap kamu selalu ada disamping Rei ya."

"Itu pasti." Sahut Abim, cowok itu sangat serius dengan ucapannya.

Dada Rio menghangat mendengarnya. Setidaknya ada orang yang dia percaya untuk membantunya menjaga Amorei.

"Besok papi ketemuan sama papa kamu." Ucap Rio.

Abim mengangguk. "Tadi papa juga ngasih tau."

"Makasih ya, Abim."

"Sama-sama, pi."

Rio menyenderkan tubuhnya kebadan sofa. Pria itu tampak menghela napas lelah. "Semoga aja papa kamu bisa ngasih masukan juga ke papi."

"Abim harap papi ngambil keputusan yang gak bakal bikin Rei sedih kedepannya."

TBC

Follow Instagram 💙
@cutyusi_
@scrittoretu
Untuk informasi tentang cerita inii, lovuu

Tiktok
@cutyusiii

Abim'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang