l i m a b e l a s

17.4K 1.6K 87
                                    

Bugh!

Bugh!

Brak!

Althan tersungkur ke tanah, punggungnya sempat bertabrakan dengan dinding. Dia terbatuk darah, rasanya seluruh badan sangat sakit.

"Uhuk-uhuk, Mahen gue suka sama 1o. Gue la-"

Bugh!

Bugh!

Mahen tidak membiarkan Althan berbicara sedikitpun karena dia sangat marah pada temannya itu. Ralat orang gila itu. Bisa-bisanya dia membunuh seseorang yang dicintainya.

"CINTA LO ITU OBSESI BANGSAT!"

Terakhir, Mahen meninju begitu kuat hingga Althan tak sadarkan diri. Napas Mahen masih memburu.

"Lo belom boleh tidur njing."

Bugh!

Bugh!

"Udahlah Hen, capein diri." ujar Megantara, posisinya duduk di pangkuan Candra sembari memakan chiki kesukaannya, rasa jagungnya.

"Ambil jalur hukum, atau siksa dia?" tanya Candra.

"Kita belum tahu, dimana jasad Airin diletakan." ucap Mahen.

Candra manggut-manggut paham soal itu,

dia sebetulnya sudah tahu. Karena sempat mengancam Althan tadi. "Di rumah sakit jiwa yang gak kepake, kalau gak salah di dalam hutan."

"Bangsat! Bisa banget lo ngelakuin itu?!"

Mahen menjadikan Althan sebagai samsak, tak perduli wajah itu sudah tidak dikenal lagi karena banyaknya lebam dan darah di wajah. Mahen sungguh kesal, benar-benar emosi dengan keadaannya. Rasanya Mahen ingin memutar waktu dan mencegah Si brengsek itu berulah pada gadis tak bersalah seperti Airin tapi dia tidak bisa mengembalikan keadaannya.

"Cape-cape diri, Mahen." ujar Megantara.

Candra tersenyum, dia mengelus rambut Megantara begitu sayang. "Biarin aja sayang, ntar juga cape sendiri."

Mahen mengeraskan tatapan. Alisnya berkerut marah dengan gigi gemertak. "Kita harus kesana malam ini."

"Kasih info ke Marvin."

"Gak, jangan dulu."

Megantara dan Candra saling berpandangan, nampak tak yakin dengan keputusan itu. Maksudnya, Marvin dan Manuel berhak tahu hal ini karena mereka saudara Airin.

"Tapi Manu dan Vin berhak tahu, Hen."

Mahen menggeram tertahan. Dia bukannya tidak ingin memberitahu, hanya saja wajah Marvin mengingatkan dirinya pada sosok Airin.

"Lo tahu, Dra. Gue suka hilang kendali liat wajah Vin."

Candra mendecak malas, hanya karena itu Mahen membiarkan informasi penting tidak disampaikan pada saudara kandung Airin.

"Lo jangan epois lah njing. Biar bagaimanapun situasinya, Vin dan Manu wajib tahu keadaan saudara kandung mereka."

Mahen berdiri menjauh dari Althan yang tidaj sadarkan diri, dia terduduk di tanah dengan menundukkan kepalanya. Nampak lelah, terbukti dengan napasnya yang tidak teratur dan bulir keringat mendominasi wajahnya.

"Lo gak ngerti. Gue ke siksa, Dra. Gue bener-bener rindu Airin dan Vin berwajah sama."

"Kalau gitu, suruh Vin pake masker." usul Magentara.

Candra dan Mahen saling berpandangan dan nampaknya Mahen setuju dengan usulan itu. Setidaknya wajah menggemaskan bocah itu sedikit tertutupi.

Candra langsung memberi infomasi lengkap pada Manuel, mungkin sekarang Manuel tengah membujuk adiknya itu untuk memakai masker.

Raja bokep meet Principal [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang