d u a b e l a s

18.7K 1.5K 53
                                    

Gelombang kesunyian itu tercipta di sana, Marvin terlihat enggan untuk sekedar melirik Mahen. Dia hanya memperhatikan langit di sekitarnya, kota yang terlihat kecil dari atas, sedikit menenangkannya.

"Ke rumah saya ya?"

Marvin meremat tangannya, dia sedikit takut dengan Mahen. "Aku pengen pulang."

"Kita naik helikopter, masa mau berhenti depan apartemen kamu. Bisa hancur gedungnya,"

Marvin tak memperdulikan itu, terlalu banyak hal mengejutkan hari ini. "Antar aku ke Apartemen."

"Di Apartemen sama siapa?" tanya Mahen, memberanikan diri.

Marvin hanya merespon dengan gelengan kepalanya pelan.

"Sendiri?"

Marvin lagi-lagi hanya merespon dengan isyarat kepalanya, mengangguk.

"Saya temenin mau?"

Mendengar itu, Marvin menggeleng takut dengan air wajahnya yang mulai berkeringat. "Enggak! Enggak, gak mau."

Mahen tertegun dengan respon itu, dia membuat muridnya takut. Sial, jika seperti ini Mahen merasa amat bersalah pada Marvin.

"Saya udah minta maaf, Vin."

"Maaf Pak Mahen gak menghilangkan trauma aku. Pak Mahen tahu, perlakuan bapak termasuk pelecehan seksual. Hiks, jangan ajak aku ngobrol."

Marvin enggan memperlihatkan tangisannya. Jujur saja, dia takut. Walaupun memang tak ada yang perlu ditakutkan, karena mereka sesama laki-laki. Sekalipun dilecehkan, hukum tidak akan meliriknya. Tanpa disadari, pelecehan hanya berlaku untuk perempuan, tak ada yang memperdulikan pelecehan pada laki-laki.

"Kamu butuh ke psikiater? Butuh Dokter? Butuh... uang?"

Marvin memejamkan matanya sejenak, perlakuan Mahen selalu merendehkannya. Dipikir Marvin Jalang yang senang dilecehkan dan berakhir diberi uang.

"Aku bukan jalang kayak perempuan bernama Rin itu!"

Mahen melotot kesal, tidak pernah ada yang mengatai kekasihnya itu jalang. Marvin dikasihini malah melunjak.

"Tau apa kamu tentang kekasih saya?!"

"Tau, dia jalang perebut! Dia merebut kasih sayang Mommy, dia menghancurkan keluarga aku!!"

Mahen mencerna semuanya, jadi Marvin benar-benar kenal sosok Airin? Lalu mengapa dia seolah tidak tahu?

"Rin, Airin, Ai, panggilan itu menjijikkan!"

Mahen menggeram tertahan, dia terlihat kesal dengan perkataan Marvin. Tapi karena situasinya, Mahen memilih mengabaikan.

"Ini, ini bukan jalan ke Apartemen!"

Marvin menoleh ke arah Mahen, ekspresi wajahnya seolah bertanya-tanya soal itu. "Pak Mahen mau bawa kemana?"

Mahen melirik acuh ke arah Marvin, dia benar-benar pusing memikirkan kasus Airin dan Marvin yang menjadi kunci segalanya.

"Jangan banyak bicara, suara kamu bikin saya pusing."

"Aku pengen pulang! Aku pengen ketemu Abang, aku pengen sama Faiz."

"Astaga Marvin!"

Mahen tertegun menoleh ke arah Marvin, anak itu mengigit tangannya sendiri hingga berdarah.

"Apaan-apaan kamu ini?!"

"Aku lebih baik mati daripada selalu dianggap orang lain. Semua orang menginginkan Rin, bukan Vin."

Raja bokep meet Principal [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang