d u a t i g a

14K 1.2K 107
                                    

Setelah membersihkan tubuh Marvin, Mahen mengurus pekerjaannya. Dia terlihat serius menatap layar laptop tanpa menyadari kebangunan muridnya itu.

"Pak Mahen,"

Mahen meliriknya dengan ekor matanya, tersenyum kecil melihat muridnya itu beranjak dari kasur dan menghampirinya.

"Haus," ucapnya serak, sembari terduduk di pangkuan Mahen.

"Saya punya susu."

"Mana?"

"Diurut dulu, nanti keluar susu kental manisnya."

Marvin mengerjap bingung, sebelum akhirnya menyadari maksud perkataan itu. "Vin haus beneran Pak, bukan haus sange!"

Mahen tertawa lepas, sepertinya bersamaan dengan bocah itu membuat Mahen selalu ceria. "Yaudah bangun, saya mau ambil minum."

"Gendong!"

Mahen merotasikan matanya, namun berakhir tersenyum. Dia benar-benar menggendong murid menyebalkannya itu. "Kamu setiap bangun tidur emang suka manja kayak gini, Vin?"

"Suka, kadang suka di mandiin Bang Manu."

Mahen tercengang mendengarnya, beruntung sekali menjadi Manuel, pikirnya. "Mulai sekarang kamu tinggal sama saya aja."

"Gak mau, Vin bukan Rin."

Mahen mendengus sebal mendengarnya, selalu saja membahas persoalan Airin. "Lupain."

Mahen menurunkan Marvin di atas kulkas, membuat Marvin tentu saja berprotes. "Pak Mahen kok Vin diturunin atas kulkas sih?"

"Nakal, bahas-bahas Airin mulu."

Mahen kembali terduduk di sofa, nampak serius lagi dalam bekerja dengan laptopnya. Sesekali melirik Marvin yang terlihat betah di atas kulkas, kakinya mengayun dengan beberapa kali meneguk air mineral yang tadi diberikan Mahen padanya.

"Ck, gemesin banget." gumam Mahen, dia beranjak dari duduknya dan menghampiri bocah itu.

"Apa?" tanya Marvin.

"Ayok pulang,"

Marvin mengangguk setuju, dia tidak mau di gendong Mahen. Memilih untuk meloncat, lagipula loncat dari atas kasur tidak membuat mati.

"Aduh! Sial, kaki gue kek kesengat listrik."

Mahen tertawa puas, nada tawanya mengejek sekali. "Salah sendiri gak mau digendong."

"Berisik!"

Marvin kesal karena sikap Mahen, dia hanya memberitahu bahwa dia bukan lah Airin tapi Mahen sudah marah begitu. Sangat egois, ketika Mahen sendiri membawa-bawa Airin, Marvin tidak pernah marah hingga meninggalkan sosok Mahen.

"Saya minta maaf, Vin."

"Apaan dih?"

Mahen menarik Marvin ke dalam dekapannya, menciumi pucuk kepala Marvin yang hanya sebatas dada dengannya.

"Mulai sekarang, kalau ada yang bahas Airin di hubungan kita. Kena sanksi, gimana?"

Marvin mengernyit kebingungan, "hubungan? Emang kita punya hubungan?"

Mahen lupa akan hal itu, dia bahkan tidak pernah menyatakan cinta pada muridnya ini. Atau bahkan meminta izin Manuel untuk membawa Marvin.

"Kamu mau hubungan apa? Pacaran? Tunangan? Langsung kawin?"

"Langsung kawin, terus lupain. Siapa juga yang mau sama aki-aki kayak Pak Mahen? Vin cuman pengen tahu rasanya seks sama kepala sekolah sendiri."

Hati Mahen bergejolak marah mendengar kalimat panjang itu. Menggeram tertahan, dia benar-benar emosi menghadapinya.

Raja bokep meet Principal [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang