Bab 5

5 0 0
                                    

Seorang gadis yang baru turun dari mobilnya itu langsung menjadi pusat perhatian siswa-siswa lain pagi ini. Mereka seakan takjub saat melihatnya kembali. Ia berjalan ke gedung sekolah, melewati para murid lain yang tak henti menggosipkan dirinya.

"Sekolah udah seminggu, tapi dia baru datang sekarang," bisik salah satu siswa berkacamata pada temannya.

"Orang kaya mah bebas. Apalah daya kita hanya rakyat jelata. Lo tahu kan kalo orang tuanya penyumbang terbesar di sekolah ini?" sahut temannya yang tak kalah julid.

Temannya mengangguk. Sikap sombongnya membuat sebagian siswa diam-diam mencercanya di belakang. Mana berani mereka mengatakannya tepat di wajahnya. Bisa-bisa mereka akan mendapat masalah.

Sania oktaviana. Gadis yang kabarnya baru balik dari Amerika. Keluarganya memiliki hak lima puluh persen terhadap gedung sekolah ini.

Tanpa merasa bersalah ia menabrak lengan Nayla yang berjalan di depannya bersama Kayla. Untung Ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya, atau mungkin dia sudah berada di tanah sekarang.

Kayla yang langsung naik darah sudah siap membalas, namun Nayla buru-buru menarik tangannya sembari menggeleng, memberi isyarat agar berhenti.

"Tapi, dia sengaja nabrak kamu Na. Orang kayak dia itu memang harus dikasih pelajaran."

"Udah ngak papa, aku juga ngak papa."

Kayla mendengus. "Gara-gara ini nih dia jadi seenaknya sama kamu."

Nayla tak menanggapi ocehan Kayla. Pandangannya tertuju pada punggung Sania yang perlahan menjauh. Sejak Nayla masuk SMA, ia tak pernah melihat sifat ramah dari gadis itu. Apa lagi sejak kelas satu ia harus berada satu kelas dengannya. Kebenciannya semakin jelas saat Nayla mendapat peringkat pertama. Sementara Sania di peringkat kedua. Sejak saat itu Nayla hanya bisa menyimpulkan bahwa peringkatlah yang menjadi dasar kebenciannya. Nayla tak ambil pusing. Karena menurutnya itu tak penting. Toh, setidaknya ia bisa lebih lega sekarang, berkat perombakan kelas, ia tak perlu sering melihat kebencian gadis itu.

'Kenapa dia belum datang? Seharusnya dia sudah datang jam segini,' batin Nayla saat melihat meja Daniel masih kosong.

'Gimana cara gue kasihnya, ya?' batinnya lagi. Semalaman ia terus memikirkan kata-kata yang tepat. Ini tak mudah, karena dia harus minta maaf atas tanparannya sekaligus terima kasih karena telah menolongnya malam itu.

"Apa gue taruh aja di atas meja?" gumamnya.

Tiba-tiba beberapa murid masuk ke dalam kelas. Nayla gelagapan dan spontan duduk di kursinya.

'Nanti aja deh.' Pikirnya mengurung niat setelah melihat kondisi kelas yang ramai.

**

Bel tanda istirahat baru saja berbunyi, tapi Kayla sudah berada di ambang pintu kelasnya membuat Nayla bertanya-tanya.

"Ngapain lo di sini?"

"Bukan urusan lo!" sahutnya membuat Nayla agak sebal.

Nayla berdecih saat senyuman itu terpancar cerah begitu Daniel keluar. "Hai Daniel!" sapanya ramah.

"Gatel!" cerca Nayla sebelum pergi dari sana.

Kayla tak mengubris karena sasarannya adalah Daniel. Ia sudah bertekat sejak semalam untuk mendekatinya.

"Kamu mau ke kantin, ya?" Kayla berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Daniel. Omongannya dihiraukan. Tapi, Kayla terus mengoceh sepanjang jalan menuju kantin walau Daniel sama sekali tak menanggapi.

Diary of seventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang