Arya mengabari Sania bahwa dia sudah pindah ke gedung lain. Dia berencana mengunjunginya pagi ini setelah menerima alamatnya. Seorang wanita cantik tengah berbicara dengan Arya saat Sania tiba di sana. Mereka terlihat akrab, sepertinya teman lama. Pikir Sania.
Sania mendekat setelah cewek itu pergi.
"Siapa?" tanya Sania penasaran.
"Oh, dia teman kuliahku. Dia datang buat ambil les melukis di sini."
Sania mengangguk.
"Ayo, masuk!"
Arya membukakan pintu untuk Sania. Membawanya dari ruangan satu ke ruangan lain.
"Di sini aku menyimpan koleksi lukisanku." Arya menunjukkan ruangan pribadinya.
"Oh, ada lukisanku di sana," tunjuk Sania pada lukisan yang terletak di salah satu sudut.
Arya mendekat pada lukisan itu dan Sania mengekor di belakangnya. "Aku sengaja menyimpannya. Karena aku tahu kamu akan datang."
Sania tersenyum hingga pipinya mengembang.
"Ayo melukis!" seru Sania. "Sudah lama aku tidak menyentuh kanvas." Tangan Sania terulur menyentuh kanvas di depannya.
Arya mengambilkan celemek untuk Sania. "Apa Mamamu tidak marah kamu datang ke sini?"
"Ngak, dia tidak akan marah lagi. Sekarang hubungan kami sudah jauh lebih baik. Aku senang Mama akhirnya berubah," ucap Sania sembari memakai celemek yang dibantu Arya. Saat cowok itu berusaha mengikatkan talinya dari arah depan, Sania sedikit menahan napasnya ketika wajah mereka berada di jarak yang sangat dekat. Jangan tanya bagaimana dengan kabar jantungnya. Tentu saja tidak baik-baik saja. Tapi, sebisa mungkin Sania tenang.
"Apa yang terjadi? Kenapa dia berubah?"
"Ceritanya panjang. Nanti aku ceritakan. Sekarang aku hanya ingin melukis." Sania mengucir rambutnya agar tak mengganggu. Tanpa sadar Arya tak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari Sania.
Sania mengambil kanvas dan peralatan lainnya. Meletakkan dekat dengannya. Arya yang tadinya hanya memerhatikan buru-buru menghamburkan lamunannya dan ikut melukis. Mendadak Sania teringat pada gadis yang dijumpai Arya tadi.
"Apa kalian dekat?" tanya Sania mulai mengoleskan warna biru pada kanvas.
"Siapa?'
"Kak Arya sama gadis yang tadi."
"Oh, dia. Hm...cukup dekat kurasa."
Sania mengangguk. "Apa Kakak menyukainya?"
Arya menoleh. "Kenapa kamu mendadak menanyakan itu?"
"A-aku hanya penasaran," ucap Sania gugup.
"Tentu saja aku menyukainya, dia kan temanku."
"Bukan itu maksudku." Sania mendesah."Maksudku, rasa suka antara wanita dan pria. You know what I mean!"
"Oh, kalo itu sih ngak. Aku hanya menganggapnya teman saja," sahut Arya santai tanpa memalingkan pandangan dari kanvas.
Entah mengapa Sania tersenyum, ia cukup bersyukur tentang itu.
"Apa ada seseorang yang Kakak suka?" lanjutnya penasaran.
"Ada."
Jantung Sania berdegup lebih kencang. Ia berniat menghentikan pertanyaannya sampai sini, tapi rasa penasaran yang semakin mencekik membuatnya memberanikan diri untuk kembali mengajukan pertanyaan. "Siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang