Jam menunjukkan pukul dua malam. Rumah yang dihuni dua pemuda itu kini terlihat senyap. Namun, mendadak pintu kamar Abian terbuka. Pria itu berjalan setengah mengantuk ke dapur. Akhir-akhir ini dia sering sekali kehausan di tengah malam. Padahal sebelum tidur teringat untuk membawa segelas air ke kamar, tapi selalu saja lupa.
Dengan mata setengah terbuka dan kesadaran yang hanya berkisar dua puluh persen, ia menghampiri dispenser, memencet tombol air dingin. Setelah memulihkan dahaganya ia kembali berbalik ke kamar. Tapi, karena kurang fokus dia malah masuk ke kamar Daniel. Berbaring tepat di sebelah sepupunya itu. Daniel juga juga sama sekali tidak menyadari kedatangan Abian. Bahkan ketika fajar menyingsing mereka masih saja tertidur dengan nyamannya.
Daniel menggeliat, memiringkan tubuhnya, mencari posisi nyaman untuk tetap terlelap. Sesuatu mendadak menjalar di atas perutnya membuat Daniel terbangun. Masih setengah sadar, netranya menangkap samar-samar sosok familiar yang kini terbaring sangat dekat dengannya. Bahkan hembusan napas pun terasa jelas di tengkuknya. Namun, sejurus kemudian ia terlonjak saat menyadari sosok di sebelahnya adalah Abian. Ia langsung menegakkan tubuhnya dan menjauh hingga ke pinggir ranjang.
Abian yang masih terlelap pun ikut terbangun. Tanpa rasa bersalah atau aneh ia malah menyungging senyumnya. "Eh, sepupu. Selamat pagi!" sapanya sambil menguap lebar.
"Ngapain lo disini?"
"Hm?"
"Lo ngapain di kamar gue?" ulang Daniel setelah mendesah sejenak.
Dahi Abian berkerut. "Kamar lo?" dengan mata setengah terbuka dia meneliti sekitar dan sadar jika itu kamar Daniel.
"Oh, kayaknya gue salah masuk kamar semalam habis minum," ucapnya sambil cengengesan. "Yah, namanya juga orang setengah sadar," tambahnya sambil menguap lebar untuk kesekian kali. "Lagian gue juga ngak ngapa-ngapain lo. Tenang, gue masih straight, kok. Tapi, kalo kapan-kapan lo ngajak gue siap," godanya sembari mengedipkan sebelah matanya yang membuat Daniel bergidik ngeri dan buru-buru bangkit menuju kamar mandi.
Abian terkekeh. Lalu membaringkan tubuhnya kembali, menggesek-gesek kakinya yang kedinginan dalam selimut. Matnay kembali menutup dengan damai.
📌📌📌
Kelas XI-2 tampak tenang saat Erika datang, wali kelas mereka. Pasti ada hal penting yang ingin di sampaikannya sampai-sampai masuk bukan di jam mata pelajarannya.
"Pagi semua!" sapanya ramah dengan senyum merekah sambil melangkah menuju mejanya.
"Pagi bu!" sahut semuanya serempak.
"Pagi ini ibu mau menyampaikan sesuatu pada kalian." Semuanya terlihat fokus.
"Hari ini kita akan pulang cepat... " belum juga kalimatnya selesai semuanya sudah bersorak kegirangan.
"Semuanya tenang!" tegas wanita paruh baya itu. Namun, tak ada yang mendengar. Alhasil, ia terpaksa memukul - mukul meja untuk mengundang perhatian padanya. Barulah mereka semua terdiam."Terimakasih,"ucapnya sambil menghela napas sesaat.
"Baik saya akan lanjutkan. Kita pulang cepat karena minggu depan tepatnya dua hari lagi kita akan ujian tengah semester."
Seketika semuanya meluruhkan bahu, kecewa. Tapi tidak dengan Kayla. Gadis itu terlihat antusias.
"Ibu harap kalian bisa belajar lebih giat untuk persiapan ujiannya. Kalian tahu kan kalo kelas kita selalu berada di peringkat terakhir?"
Semuanya mengangguk setuju. "Makanya, ibu harap kali ini kalian bisa sedikit perhatian dengan nilai kali ini. Bisa kan?"
"Bisa bu!" sahut semuanya serempak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang