Pagi ini akan menjadi awal baru bagi Kayla. Ia sudah bertekad untuk memperbaiki semuanya. Sesuai permintaan Renata, dia akan mulai belajar lebih serius kali ini. Lihat saja matanya fokus pada papan tulis. Mendengar sekaligus mencatat seksama apa yang disampaikan seorang guru wanita di depan sana. Abian saja sampai terheran-heran melihat perubahan Kayla yang mendadak.
Bukan itu saja, dia membuat semua orang terkejut ketika jam istirahat. Gadis itu tidak pernah absen ke kantin, tapi kali ini ia lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan. Aqilla bahkan masih berpikir jika dirinya berada di alam mimpi. Bagaimana mungkin seorang Kayla pergi ke perpus tanpa hal mendesak?
Aqilla mulai berpikir aneh-aneh, mungkin saja dia sedang dirasuki roh jahat saat ini. Tapi, jika itu roh jahat seharusnya dia membuat Kayla lebih malas bukan sebaliknya. Aqilla jadi bergidik ngeri menatapnya.
"Lo masih waras kan, Kay?" tanya Aqilla menghampiri Kayla yang sibuk mencatat sesuatu di buku.
Kayla menoleh jengah. "Kalo gue ngak waras, ngak mungkin sekolah kali La," sahut Kayla yang kemudian melanjutkan aktivitasnya.
Aqilla duduk di kursi di sebelahnya yang kosong. "Kay, sejak kapan lo begini?" tanyanya ironis menatap Kayla.
"Sejak hari ini. Emang kenapa, sih?"
"Oh my god, are you really, oke?" tanya Aqilla khawatir memastikan sambil menempelkan punggung tangannya di dahi Kayla.
Kayla memutar bola matanya, menepis tangan Aqilla. "Ngak usah berlebihan, deh!" ujar Kayla kesal.
"Tapi, ini bukan lo Kay."
Kayla memutar tubuhnya untuk menatap Aqilla tepat di netranya yang kecoklatan. Mengambil jeda sejenak sebelum akhirnya berkata. "Aqillaku sayang dengerin gue baik-baik. Mulai hari ini gue bakal jadi Kayla penurut dan rajin belajar."
"Tapi buat apa?"alis Aqilla berkerut.
Kayla memutar balik badannya ke depan. "Mama nantang gue dapatin peringkat sepuluh se-angkatan di ujian tengah semester kali ini."
"WHAT!?"
Kayla melirik sekeliling dan merasa tidak enak karena membuat keributan. "Lo bisa pelan ngak sih ngomongnya?" bisik Kayla pelan.
"Ini gila sih Kay, sepuluh besar se-angkatan? Kay-"
"Iya gue tahu kalo itu sedikit mustahil," potong Kayla cepat.
"Sedikit kata lo? Itu bukan sedikit lagi."
"Maksud lo apa bilang gitu? Lo ngatain gue bego sekarang?" ujar Kayla marah.
"Bu-bukan gitu maksud gue. Tapi, lo tahu sendiri lah kalo nilai lo itu agak... gimana gitu."
Kayla menunduk. "Iya, sih," ujar Kayla lesu. Yang dikatakan Aqilla ada benarnya juga. Dan Kayla pun sempat memikirkan hal serupa. Tapi, mau bagaimana? Dia sudah terikat janji dengan Renata. Wanita itu pasti kecewa jika dia menolaknya.
"Tapi, kali ini gue yakin gue bisa. Lo semangatin gue kek, jangan bikin gue makin sedih."
Aqilla terkekeh. "Iya iya, gue dukung, lo, kok. Semangat Kay!" kata Aqilla sambil mengepalkan tangan ke udara.
"Semangat!" Kayla ikut mengepalkan tangan ke udara.
Ia harus yakin bahwa semuanya akan berjalan lancar. Selama ia tetap konsisten belajar dan tak terkecohkan dengan hal lain. Satu sisi ia juga ingin membuat Renata bangga padanya. Terkadang ia juga iri melihat kembarannya yang selalu mendapat pujian.
Abian tiba-tiba masuk ke kelas membawa banyak makanan. Kayla dan Aqilla kompak menatapnya hingga berhenti di meja Kayla.
"Ini buat kamu." Semua makanannya ia letakkan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang