Kayla baru menyelesaikan riasan ala drakulanya. Ia mengambil ponsel dan menyalakan ring light yang ia beli baru-baru ini. Menekan mode video di layar ponselnya. Lantas mulai memvideokan dirinya sendiri sambil menari.
"Kayaknya ini udah bagus, deh," ucap Kayla pada dirinya sendiri yang sudah terbaring di kasur sambil menatap layar ponsel. Mengecek videonya lagi sambil mengedit.
"Post." Dan video itu berhasil terposting. Ia menghembuskan napas. Akhirnya video yang memakan waktu hampir dua jam lebih itu selesai. Ia senang bisa melakukan apa yang ia suka walau sedikit melelahkan. Ia menatap langit-langit sejenak sebelum akhirnya menatap layar ponsel kembali. Mengecek social medianya lagi.
"Minggu depan gue mau buat live, tapi ngak seru banget kalo gue sendiri. Ngapain ya biar seru?"Kayla termenung memikirkan ide yang bagus untuk live pertamanya.
"Aha, buat tutorial make up aja kali ya. Isi video gue juga kebanyakan tutorial make up. Tapi, ngak seru kalo make up sendiri. Gue harus cari relawan buat gue make up. Hm...siapa ya?" Kayla lagi-lagi termenung.
"Nayla aja kali ya. Tapi, dia pasti nolak. Coba gue tanya aja deh dulu."
Masih dengan riasan drakulanya Kayla berjalan ke kamar Nayla. Membuka pintu lebar-lebar hingga menarik atensi Nayla dari kertas di depannya.
"Astaghfirullah!" Nayla terlonjak kaget. Mengelus-ngelus dadanya yang berdenyut. "Gue kira lo setan. Hampir aja nih buku terbang."
Kayla bergerak mendekat. "Lo ngapain?"
"Formulir pendaftaran pertukaran pelajar."
"Gue kira lo ngak jadi." Kayla duduk di tepi kasur. "Na, lo mau bantuin gue ngak?"
"Apaan?" tanya Nayla tanpa menoleh.
"Lo mau ngak gue make up?"
"Ogah!"
Kayla menghela napas. Ia sudah menduganya sejak awal. "Please, dong. Gue mau ngadain live besok."
"Sekali ngak tetap ngak," tegas Nayla.
"Lo kenapa keras kepala banget sih?
"Bodo!"Kayla menatap tajam pada saudarinya sambil berdecak kesal. Ia seharusnya sudah tahu jika Nayla tipikal keras kepala. Kenapa tuhan tidak memberi kembaran yang penurut aja sih?
"Yaudah, deh. Besok gue ajak Aqilla aja. Setidaknya dia lebih pengertian dari pada lo!"
Nayla tak mengubrisnya. Kayla pun kini beralih meraih ponsel Nayla yang tergeletak di atas kasur. Sembarang memeriksa isi pesannya. Seketika matanya terbelalak saat melihat kontak Sania dan isi pesannya. Mereka terlihat sangat akrab.
"Sejak kapan lo chat sama Sania?
"Kenapa?" Nayla malah balik bertanya.
"Lo masih tanya kenapa? Dia itu benci sama lo, tentu saja aneh kalo kalian mulai chat, atau jangan-jangan lo sama dia..." mata Kayla membulat.
"Iya, kami teman sekarang."
"What! Are you crazy?"
"No, I'm not," sahut Nayla santai.
"Na, ini ngak masuk akal. Bagaimana bisa kalian berteman secepat ini. Oke, dua hari yang lalu lo memang nolongin dia, tapi bukan berarti lo bisa berteman sama dia secepat itu."
"Kayla, dia itu udah berubah."
Kayla memasang pandangan mendelik. "Tahu dari mana lo? Siapa tahu dia cuman manfaatin situasi buat nusuk lo dari belakang."
"Pengen gue lem deh mulut lo. Kalo ngomong bisa hati-hati ngak sih? Dipikir dulu. Untung orangnya ngak ada di sini, dia pasti sakit hati kalo dengar." Kayla hanya mencibir mendengar nasihat kakaknya. "Kemarin dia minta maaf sama gue. Dia tidak benar-benar benci sama gue, dia cuman iri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang