Pak Beno berjalan masuk setelah dua kelas itu berkumpul di lapangan. Jatahnya hanya kelas sebelas dua yang olahraga pagi ini, dikarenakan satu hal kelas sebelas empat juga diikut sertakan di jam yang sama.
Daniel sedari tadi mencuri pandangan pada Nayla. Ia belum sempat mengklarifikasikan apa pun sejak pagi. Bahkan belum ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulut mereka sejak pagi. Nayla tampak menghindarinya. Rasa bersalah itu semakin menghujamnya. Ia memutuskan akan mengatakan yang sebenarnya setelah jam olahraga usai.
"Sekarang rentangkan tangan kalian lebar-lebar." pria paruh baya itu mulai mengintruksi. Tahap awal selalu dilalui oleh pemanasan dan peragangan.
"Hari ini kita latihan sit up. Cari pasangan masing-masing, kemudian lakukan sebanyak seratus kali."
"Mana sanggup Pak seratus!" protes salah satu siswa laki-laki dari kelas sebelas dua yang disetujui para peserta lainnya.
"Belum juga coba udah pada protes!" Bentak Pak Beno. Para siswa tampak menunduk. "Ya sudah, kalo begitu lakukan semampu kalian saja." Tak tega melihat rona kekecewaan di wajah siswa-siswanya akhirnya pria paruh baya itu mengalah.
"Nanti jangan lupa dihitung dan kasih tahu saya biar saya catat sebagai nilai harian," tambah pria paruh baya itu yang disambut anggukan oleh semua siswa.
Mereka mulai berpencar mencari pasangan. Daniel dari awal memusatkan perhatiannya pada Nayla. Perlahan mendekat padanya. Tapi, tinggal dua langkah di belakangnya seorang pria sudah lebih dahulu menghampiri Nayla.
"Lo udah punya teman?" tanya cowok itu.
"Belum," sambar Rara cepat di samping Nayla.
Nayla menatap bingung, padahal Rara baru saja mengajaknya.
"Kalo ngak keberatan, mau-" belum juga cowok bernama Angga itu menyelesaikan kalimatnya, Rara kembali menginterupsi.
"Iya, dia mau," sahut Rara sambil mendorong tubuh Nayla.
"Ra!" Nayla memberinya pelototan, tapi Rara hanya menyungging senyum penuh arti padanya. Nayla menoleh, melempar senyum canggung pada Angga.
"Ayo!" ajak Angga.
"Hei, lo ngapain? Ayo, kita harus sit up juga!" Radit menarik tangan Daniel ke sisi lapangan. Pandangannya tak lepas dari Nayla. Dengusan meluncur berkali-kali kala melihat Nayla tertawa bersama Angga. Apalagi saat wajah mereka hanya berjarak beberapa senti, rasanya Daniel ingin memukul wajah Angga saat itu juga. Nayla yang menekan kaki Angga sampai-sampai harus mendorong wajahnya ke belakang. Ia tampak tak nyaman.
"Sudah berapa?" tanya Radit.
"Tiga puluh," sahut Daniel asal tanpa mengalihkan pandangan dari Nayla.
Setelah bergantian sit up, mereka dibebaskan melakukan aktivitas apa pun. Nayla dan beberapa cewek lainnya memilih ke pinggir lapangan untuk istirahat. Sementara para cowok memutuskan untuk tanding basket.
"Angga itu kan kapten basket. Pasti kelas dia bakal menang," ujar Rara yang sudah duduk di sebelah Nayla.
Nayla menatap ke lapangan menyaksikan pertandingan sengit itu. Angga cukup tampan, belum lagi popularitasnya sebagai ketua tim basket semakin membuat para gadis di sekolahnya jatuh hati padanya. Kenyataan bahwa pria itu menyukainya sedikit mengundang tanda tanya. Kenapa tidak Kayla yang lebih cantik? Atau gadis lain yang sudah jelas lebih cantik dibanding dirinya?
Nayla menghembuskan napas pelan. Memfokuskan perhatiannya pada pertandingan. Kelas Angga menang banyak pada awalnya, tapi mendadak di beberapa menit terakhir Daniel menjelma menjadi pebasket professional. Semua orang terkesima. Bahkan mereka menang dengan poin cukup tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang