Bab 18

1 0 0
                                    

Langit sudah menggelap. Tanpa sadar mereka menghabiskan banyak waktu di sana. Setelah pertunjukan teater berakhir mereka segera kabur dari atas panggung. Berlari keluar gedung dengan kostum yang sama. Tentu saja mereka menarik perhatian. Bahkan beberapa mengajak foto bersama, berpikir mereka seorang cosplayer. Untung saja pria mesum itu sudah tak menampakkan batang hidungnya. Kayla bernapas lega.

Si kembar balik duluan karena sudah di telpon Renata berkali-kali. Daniel dan Abian pun ikut menyusul pulang setelah itu. Namun, sesuatu muncul di benak Daniel.

"Lo, balik aja duluan. Gue... mau ke kamar mandi dulu," titah Daniel

"Kalo gitu gue tungguin, deh."

"Ngak usah! Lo pulang aja duluan. Soalnya gue bakalan lama." Daniel sedikit membungkuk sembari memegangi perutnya berakting layaknya seseorang yang hendak buang air besar.

Abian diam, menatapnya penuh selidik. Entah mengapa ia merasa Daniel berbohong. Abian menyerah mencari tahu, punggungnya sudah sangat mendambakan kasur. Pasti habis ini ia langsung tertidur. Matanya saja sudah memberat sejak beberapa menit yang lalu.

"Yaudah deh, kalo gitu gue duluan," ujarnya sebelum pergi meninggalkan Daniel.

Begitu Abian menghilang ke parkiran. Daniel bergegas berlari ke mesin pencapit. Mengeluarkan sisa koinnya dari celana, lalu memasukkannya ke dalam lubang yang ada di mesin pencapit itu. Sama seperti sebelumnya, hanya perlu sekali percobaan ia langsung mendapatkan boneka teddy berwarna biru yang sedang memegang hati yang bertuliskan "I love you" disana. Ia menatap boneka itu sumringah. Nayla pasti akan menyukai hadiah darinya, pikirnya.

Yup, Nayla. Daniel berniat memberikannya pada gadis itu. Sejak kejadian tadi siang, jantungnya tak berhenti berdegup. Daniel ingat saat rintik-rintik dibalik sebuah bangunan, sontak ia menarik tubuh Nayla lebih dekat dan menyembunyikan kepala gadis itu di balik kemeja miliknya. Gadis itu buru-buru menghindar menolak perlakuannya. Wajahnya sedikit memerah saat itu. Andai ia tak sadar diri saat itu, mungkin sudah ia cium gadis itu. Astaga, Daniel apa yang kamu pikirkan? Tapi, Nayla benar-benar menggemaskan. Cewek dingin itu ternyata bisa menggemaskan juga.

Dan boneka ini, ia juga tak tahu mengapa ia bersikeras ingin memberikannya. Ia hanya mengikuti kata hatinya. Daniel berbalik menuju parkiran dan pulang. Ia tak sabar menunggu hari esok untuk memberikannya pada Nayla. Memikirkan ekspresinya saja sudah membuat Daniel cekikikan. Kedekatannya dengan Nayla akhir-akhir ini membuatnya ingin terus bersama gadis itu. Ia mulai mengharapkan lebih dari sekedar pertemanan. Apa dia mulai menyukainya?

📌📌📌

Semerbak harum dari sabun mandi menyeruak begitu Daniel keluar. Ia melangkah menuju kasurnya sambil menggosok-gosok rambutnya yang basah dengan handuk. Setelah bersih-bersih ia memutuskan untuk langsung tidur. Tak ada pekerjaan yang perlu di lakukannya lagi. Badannya juga pegal-pegal, ia butuh istirahat segera. Daniel mematikan lampu yang ada di atas nakas sebelum memejamkan matanya.

Baru saja mimpinya dimulai bel pintu rumahnya tiba-tiba berbunyi. menyentaknya dan memaksanya kembali ke dunia nyata. Daniel mengerang frustasi saat melihat jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Orang gila mana yang datang tengah malam begini? Ia mencoba menutup telinganya erat-erat dengan bantal, berusaha mengabaikannya. Tapi, bel itu terus berdentang.

"Siapa sih, yang datang malam-malam! Pasti ngak punya otak tuh orang!" desis Daniel sembari bangkit melempar bantalnya emosi. Tangannya bergerak menghidupkan lampu di samping tempat tidur lalu berjalan keluar kamar menghampiri pintu utama. Dengan enggan ia membuka pintu kayu berukuran besar itu. Memasang wajah dingin dengan tatapan tajam.

"Lo?" ucapnya setengah terkejut.

"Hai, sepupu!" sapa Abian sumringah.

Daniel tak merespon, kedua bola matanya lebih tertarik pada koper besar di sebelah kirinya. Menatap koper itu dan Abian secara bergantian. Menyadari adanya kejanggalan, Daniel buru-buru menutup pintunya kembali. Sayangnya, ia kalah cepat dengan pergerakan gesit Abian. Cowok itu berhasil masuk ke dalam, walaupun kakinya sempat terjepit pintu. Ia meringis kesakitan mengelus lembut kakinya, kemudian beralih memandangi Daniel yang memandangnya jengah sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada.

"Mau ngapain lo kesini? Bawa-bawa barang segala. Jangan bilang lo mau tinggal disini." Terka Daniel penuh selidik.

Abian terkekeh kaku dengan wajah tengilnya membuat Daniel mendesah. Ia mendekat."Izinin gue tinggal di sini untuk sementara ya? Gue habis diusir sama bu kos karena belum bayar tiga bulan."

"Bodo amat!" celetuk Daniel dingin.

"Iih, lo jangan gitu dong! Lagian kita kan saudaraan. Sudah sewajibnya saling menolong. Masa lo tega sih biarin gue tidur di jalan kayak gelandangan. Nanti gue dikira pengemis lagi."

"Ngak peduli!" Daniel tetap kekeh pada pendiriannya.

"Niel, please! Gue mohon banget sama lo. Gue janji ngak bakal repotin lo sama sekali. Gue bisa bersih-bersih juga kalo lo mau. Boleh, ya? " kedua tangannya saling mengatup di depan dada sambil menunjukkan puppy eyes-nya.

Daniel menghela napas berat. Sebenarnya ia juga tidak tega membiarkan Abian tidur di jalanan. "Yaudah, deh. Tapi untuk sementara aja."

Berhasil. Abian bersorak di dalam hati. Menutup mulutnya, merasa begitu terharu. Ia tak menyangka ternyata cukup mudah membujuk sepupunya itu. Ia hendak memberinya pelukan sebagai tanda terima kasih. Namun, Daniel buru-buru mundur.

"Kalo lo masih ingin tinggal disini, lebih baik jangan pernah berpikir melakukan itu sama gue," ujar Daniel datar ketika Abian hanya perlu meraih tubuhnya.

Pria itu membeku di tempat, masih dengan tangannya yang melebar. Perlahan ia menurunkannya.

"Ok, ngak papa."Abian mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Jadi, sekarang dimana kamar lo?"

"Buat apa?"alis Daniel berkerut.

"Ya buat tidurlah."

"Lo ngak akan tidur sama gue. Lo tidur di kamar sana!" Tunjuk Daniel pada kamar yang berada tepat di sebelah kamarnya menggunakan dagu.

Abian menoleh sekilas, lalu kembali menatap Daniel. "Tapi gue maunya tidur sama lo," rengek Abian seperti anak kecil. Jarinya mencolek sedikit lengan Daniel sambil mengerling.

Daniel memandangnya geli terutama ketika Abian mencoba imut di depannya. "Ihh, apaan sih? Jangan dekat-dekat!" Daniel mencoba mendorong tubuh Abian yang berusaha mendekatinya. "Kalo lo mau buat ulah mendingan pergi aja!"

"Yaelah, marah segala. Gue bercanda doang kali. Serius amat hidup, lo. Yaudah deh, gue tidur di sana," ucap Abian yang akhirnya menyerah mengganggu Daniel.

Daniel berbalik menuju kamarnya.

"Lo mau tidur?" tanya Abian yang masih setia di tempat.

"Hm," sahut Daniel tanpa menoleh.

"Jangan tidur dulu, dong! Gue belum ngantuk, nih. Temenin gue main."

"Lo aja, gue capek." Lalu masuk ke dalam, mengunci pintunya rapat-rapat.

Abian mendengus. "Punya sepupu satu kenapa gini-gini amat, ya." Mau tak mau dia masuk ke kamar juga. Merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Memandangi langit-langit polos dalam kesunyian. Tak sadar ia sudah terlelap. Padahal sebelumnya dia tidak mengantuk sama sekali.

Tepat jam tiga malam Abian terjaga. Kerongkongannya terasa kering, memaksanya bangkit untuk memulihkan dahaga. Kelopaknya setengah terbuka sembari berjalan sempoyongan ke dapur, sesekali ia menguap lebar. Matanya tiba-tiba terbelalak saat mendengar suara pintu terbuka. Jantungnya seketika terpacu dengan kaki gemetar. Ia mencoba mengabaikannya dan beralibi hanya perasaannya saja. Abian meneguk minumannya perlahan. Namun, suara itu kembali, membuat bulu kuduknya meremang. Meneguk salivanya susah payah sebelum sejurus kemudian lari terbirit-birit ke kamar. Menenggelamkan dirinya di balik selimut sambil mengeratkan pejaman dengan mulut komat-kamit membaca doa.  

Diary of seventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang