Nayla kembali mendengus setelah beberapa kali tulisannya tercoret. Siku Daniel terus menyenggol lengannya karena cowok itu kidal. Nayla tidak bisa mengusirnya karena sekarang mereka menjadi teman sebangku. Pagi tadi saat Rara sudah berada di ambang pintu dan hendak menyambar kursi di sampingnya cowok itu mendadak muncul dan menyambarnya terlebih dahulu. Alhasil Rara terpaksa duduk dengan Denis, si ketua kelas. Nayla sendiri tak bisa menolak, mereka sudah sepakat tukar tempat duduk kemarin.
Nayla menggeser kursinya sedikit lebih dekat dengan jendela.
"Kenapa?" tanya Daniel setengah berbisik.
"Lengan lo ganggu," gerutu Nayla pelan.
Bukannya meminta maaf atau semacamnya, cowok itu malah menarik kursinya kembali mendekat membuat Nayla tersentak. Sesaat ia membeku, menatap netra cowok itu dalam jarak cukup dekat.
"Seharusnya lo bilang, gue bisa gunain tangan kanan."
"Lo bisa nulis pake tangan kanan juga?" tanya Nayla setengah terkejut.
Daniel mengangguk. Seketika mulut Nayla menganga lebar penuh takjub. Bagaimana bisa? Ya, Nayla tahu memang ada sebagian orang bisa menggunakan kedua tangannya berfungsi sama. Namun, itu sangat jarang ditemukan.
"Wah, lo keren banget!"
"Ah, bukan apa-apa." Daniel tampak tersipu malu sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal.
"Daniel, Nayla, apa yang kalian bicarakan?" tegur bu Dwi, guru bahasa Indonesia.
Nayla gelagapan, menunduk ke bawah. Daniel pun sama, dia hanya diam. Untungnya bel berbunyi, menyelamatkan mereka dari hukuman.
"Ya sudah, kita akhiri pembelajaran hari ini. Jangan lupa pelajari kembali materi hari ini, minggu depan ibu akan tanya satu persatu. Mengerti!"
"Mengerti, bu." Sahut semuanya serempak.
"Selamat istirahat semuanya!" ucap wanita itu sebelum melenggang pergi. Nayla dan Daniel serempak menghembuskan napas lega.
"Untung aja bel." Nayla merapikan bukunya dan bangkit.
"Kamu mau ke mana?"
"Toilet, kenapa? Mau ikut?" canda Nayla sambil terkekeh.
"Boleh?"
Sebelah alis Nayla terangkat, masih tak percaya jika candaannya ditanggapi serius. "Ya ngaklah." Nayla keluar setelah meminta Daniel minggir.
"Nayla!"
Nayla berhenti, menoleh pada Daniel yang masih berdiri di samping meja. "Lo mau makan apa? Biar gue pesenin."
Nayla mengerutkan dahi. Sikapnya akhir-akhir ini memang sedikit aneh. Terakhir kali ia datang ke rumah Nayla hanya untuk memberikan gas air mata. Dan sekarang dia berbaik hati memesankan makanan untuknya. Jika dari pengalaman cerita-cerita di novelnya gejala ini menunjukkan bahwa si pria sedang jatuh cinta. Namun, Nayla buru-buru menepis hal itu dari kepalanya. Bagimana jika itu salah? Nayla pasti sangat malu.
"Nga usah. Gue pesan sendiri aja nanti."
"Ngak papa, mumpung belum rame juga. Lo suka mie ayam kan?"
"Iya, tapi-"
"Gue tunggu lo di kantin," selanya yang sudah melangkah keluar duluan.
Nayla tampak terheran-heran. Tak mau ambil pusing ia lantas melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
"Lo liat si Sania ngak tadi?" dua orang siswi masuk ke kamar mandi setelah Nayla berada dalam toilet, mereka berdiri di depan wastafel sambil menggosip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang