Bab 7

5 0 0
                                    

Tak masalah Daniel tak membalas pesannya semalam. Tapi, yang jelas dia tak akan menyerah begitu saja. Lihat saja tingkah laku Kayla akhir-akhir ini yang suka menguntit cowok itu diam-diam. Melakukan berbagai cara untuk mendekatinya. Misalkan saja mengajak cowok itu bicara di setiap kesempatan mereka bertemu. Meski pada ujung-ujungnya Kayla mengoceh seorang diri tanpa sepatah kata sahutan dari Daniel. Atau dengan sengaja membawa setumpuk buku, kemudian menunggu cowok itu datang dan meminta bantuannya. Walau kerap kali ditolak, tapi cowok itu pada akhirnya akan membantunya.

Seperti sekarang, dia berada di perpustakaan. Itu jelas di luar kebiasaannya. Kayla sangat jarang mengunjungi perpustakaan, hanya hal mendesak yang mampu menggerakkan kakinya ke sana. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Jam istirahat yang biasa digunakannya untuk mengisi perut yang keroncongan kini malah berada di perpustakaan di antara rak-rak buku yang selalu menjadi pengantar tidur terbaiknya.

"Hai, Nay!" sapa Kayla yang menemukan Nayla di salah satu rak.

"Hm," sahut Nayla singkat tak tertarik melanjutkan. Hal itu malah mengundang tanda tanya bagi Kayla.

"Lo, kok, ngak nanya gue ngapain di sini?"

"Ngak peduli gue," sahut Nayla dengan nada dinginnya. 'Gue udah tahu bego lo mau deketin Daniel,' batinnya.

"Cih, kakak macam apa lo ngak perhatian banget," bibir Kayla mengerucut dengan tangan terlipat di depan dada. Namun, sejurus kemudian matanya mengekori arah pergerakan seorang cowok.

Nayla berdecih. "Cowok aja yang ada di otak lo!" Nayla memukul kepala Kayla dengan buku sebelum pergi meninggalkannya. Kayla meringis kesakitan.

"Hobi banget mukul kepala gue. Dia kira batok kelapa apa bisa seenaknya. Giliran gue mukul kepalanya, langsung dibalas. Adik mana coba yang bakal sesabar gue. Beruntungnya Nayla punya saudari kaya gue. Tapi, guenya yang malah sial," gerutunya.

Daniel tiba-tiba lewat di hadapannya, Kayla buru-buru mengekorinya. Cowok itu duduk di sebuah meja. Kayla seketika lupa dengan rasa sakitnya dan memilih menatap Daniel dengan senyum yang terpampang manis.

"Hai Daniel!" Sapa Kayla setengah berbisik begitu duduk di kursi di depannya.

Cowok itu tidak mengubris. Kayla tidak kecewa begitu saja. Dia mencodongkan sedikit tubuhnya dengan sebuah buku yang terbuka di depan wajahnya sebagai pembatas.

"Daniel! Daniel!" panggilnya.

Kayla mendengus karena terus diabaikan. Dia menarik tubuhnya kembali. Sifat dingin Daniel membuatnya kesulitan untuk mendekatinya. Kayla menatap Daniel dengan rawut cemberut. "Lo cuek banget, sih?!" tukas Kayla yang langsung mendapat teguran dari cowok berlensa tebal di belakangnya.

"Shuuuttt!" cowok itu meletakkan telunjuknya di depan bibir.

Kayla menoleh sejenak. "Iya iya gue tahu," sahut Kayla lirih.

Kayla meletakkan kedua tangannya diatas meja sambil menatap Daniel. "Daniel, gue lagi ngomong sama lo. Jangan dicuekin, dong! Semalam aku chat kenapa ngak-"

"Shuuuttt!" cowok berkacamata tebal itu lagi-lagi memperingatinya. Padahal Kayla sudah memelankan suaranya.

"Apaan, sih? Gue udah pelan juga ngomongnya. Minta gue tabok aja tuh muka," sergah Kayla galak, membuat cowok itu bergidik.

Kayla berbalik dan sudah tidak menemukan Daniel lagi di depannya. Dia menerawang ke sekeliling, tapi tidak menemukannya. Kayla menggeram sebal. Kedua tangannya mengepal di atas meja. Padahal dia baru membuka topik, belum juga sampai ke intinya.

Kayla berbalik menatap tajam pada cowok cupu yang dari tadi memperingatinya. "Ini semua gara-gara lo! Coba kalo lo gak ganggu gue, pasti gue-"

"Kayla!" potong bu Rahmawati, penjaga perpustakaan. Wanita itu datang menghampirinya.

Diary of seventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang