Bab 15

3 0 0
                                    

Suasana yang seperti biasa di halaman sekolah. Beberapa murid berdatangan dari arah pintu gerbang sambil menyapa satu sama lain. Hingga sebuah vespa memasuki pekarangan menuntun perhatian dari sekitar. Cowok yang akhir-akhir ini diperebutkan oleh kaum hawa karena gaya rambutnya yang baru terlihat berbeda hari ini. Semuanya berkat kacamata hitam yang ia kenakan.

Abian memarkirkan motornya dengan rapi. Menatap dirinya di kaca spion sejenak hanya untuk memastikan bahwa penampilannya sudah sempurna. Memperbaiki sedikit tatanan rambutnya yang sedikit rusak karena terpaan angin, sejurus kemudian mengarahkan kedua telunjuknya ke kaca spion berlagak layaknya sebuah pistol, lalu menembakannya seraya mengedipkan sebelah mata.

Barulah setelah itu ia melangkah menuju koridor dengan sebelah tangannya bersembunyi di balik saku celana. Menurunkan kacamatanya sedikit hanya sekedar memberi kedipan-kedipan manja untuk wanita-wanita yang dilewatinya. Sayangnya, aksi tebar pesonanya harus berakhir ketika pak Beno mendadak berada di hadapannya. Pria baruh baya itu memasang tampang ganasnya, membuat Abian sedikit takut memandangnya. Ia buru-buru menaikkan kembali kacamata hitamnya.

"Apa-apaan ini pakai kacamata hitam kesekolah. Kamu pikir ini pantai pakai kacamata hitam segala, cepat lepas!" ucap pak Beno setengah membentak.

Abian merangkul akrab bahu pria paruh baya itu. "Bapak pagi-pagi udah marah aja. Ngak baik buat kesehatan jantung bapak." Abian menyentuh dada kiri pria itu. " Lagian, kacamata ini sengaja saya bawa untuk bapak sebagai tanda terimakasih saya karena sudah memangkas rambut saya bagus." Abian melepas kacamatanya, memakaikannya pada pria paruh baya itu.

Abian memundurkan wajahnya sedikit kebelakang untuk melihat lebih jelas. "Wah, bapak keren banget!" Pujinya sambil mengacungkan dua jempol di udara.

"Masa?"

"Bapak ngak percaya? Nih, liat!" Daniel menyodorkan kamera ponselnya agar pria itu bisa bercermin.

"Keren juga ternyata," ujar pak beno sambil mengelus dagunya. Namun, sejurus kemudian pria itu memukul kepala Abian, hingga ia meringis kesakitan. "Kamu pikir saya bodoh? Mentang-mentang saya sudah tua bisa kamu bodohi!"

"Ngak, Pak. Saya mengatakan yang sebenarnya. Buat apa saya bodohi Bapak, padahal Bapak jelas-jelas lebih pintar dibanding saya," pujinya membuat pria itu terdiam. "O,ya saya punya satu lagi buat Bapak." Abian merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah sabun cuci muka dan pelembab. Menyerahkannya pada lelaki itu. " Ini buat Bapak. Saya memberikanny ikhlas. Saya jamin setelah Bapak pakai ini, kulit bapak bakal mulus banget kayak bayi."

"Apa maksud kamu?"

Abian mendekatkan mulutnya dengan telinga pria itu. "Bapak lagi deketin Bu Sabrina kan?"

Pria itu sontak terkejut. Matanya membola. Bagaimana bisa bocah ini tahu?

"Udah, Bapak ngak perlu malu. Pokoknya ini pemberian saya dipakai. Bapak pasti bakal ganteng banget!"

"Beneran? Bohong pasti kamu kan?"

"Beneran, Pak. Bapak kenal sama si Agus anak kelas dua belas tiga ngak?"

Pria itu mengangguk.

"Dia udah ganteng banget kan sekarang. Padahal dulu pas baru masuk burik banget, Pak. Ni, saya tunjukin fotonya kalo ngak percaya." Abian menunjukkan beberapa foto Agus yang ada di ponselnya.

"O, iya ya."

"Nah, betul kan. Itu semua berkat produk saya ini."

"Oh, jadi selama ini yang jualan di sekolah itu kamu?"

Aish, sial. Niat baiknya malah memberi petaka tersendiri. "Sa-saya ngak jualan lagi, kok, Pak. Itu udah lama banget," kilah Abian.

"Sana masuk! Sebelum kamu saya suruh masuk ke ruang BK!" gertaknya.

Diary of seventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang