Daniel keluar dari kamar dengan rambut berantakan. Ia menguap beberapa kali sambil melangkah menuju dapur, membuka lemari dapur untuk mendapatkan sekotak sereal. Lalu menuangkannya ke dalam mangkuk yang dicampur dengan susu. Ia berjalan ke meja makan dengan keadaan setengah mengantuk. Hampir saja ia jatuh karena jalannya yang sedikit terhuyung.
Saat Daniel berusaha mengunyah serealnya perlahan, Abian muncul dan menyambar kursi di depannya.
"Hai sepupu!" sapanya riang yang sudah rapi dengan seragam sekolah.
Daniel tak mengacuhkannya. Memalingkan wajahnya yang datar membuat Abian mendengus. Tangannya terulur, meraih gelas di dekatnya lantas menuangkan air. Mendadak ia teringat dengan kejadian semalam.
"Niel, semalam gue dengar suara aneh." Abian mulai bercerita. Tangannya menggeliat ke dalam tas untuk mengambil sisir yang biasa ia bawa. "Kayak suara pintu gitu," lanjutnya sambil menyisir rambut.
"Padahal semalam lo ngak keluar kamar kan? Terus dari mana dong suara itu? Asalnya dari depan pula." Abian menurunkan tangannya sejenak, menantikan respon dari sepupunya yang tampak sama sekali tak tertarik.
"Mungkin kedengarannya gue bohong, tapi itu beneran. Buat apa coba gue bohong! Tapi, kalo lo ngak percaya juga ngak masalah, sih. Mungkin gue juga salah dengar." Abian memasukkan sisirnya kembali ke dalam tas. Tangannya terulur untuk mengambil kotak sereal di sebelah Daniel. Namun, cowok itu buru-buru menariknya menjauh.
Daniel mengangkat wajahnya, menatap Abian datar. "Ngak ada sarapan buat lo," titah Daniel sambil menuangkan seluruh isi serealnya ke dalam mangkuk.
Abian mengangguk. Dia sama sekali tidak keberatan. Dikasih tinggal di rumahnya saja sudah bersyukur. "Oke, ngak papa. Lagian gue juga ngak lapar," tukas Abian yang sama sekali tidak marah. Ia bangkit menarik tasnya untuk pergi.
"Gue duluan ya," seru Abian sebelum berbalik pergi meninggalkannya.
"Tunggu!" ucap Daniel dengan mulut penuh.
Abian yang baru saja berjalan beberapa langkah terpaksa berhenti dan menoleh pada Daniel dengan kebingungan.
"Itu...baju gue kan?" terka Daniel dengan tatapan memicing saat melihat seragam yang dikenakan Abian.
Cowok itu menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil cengengesan, lalu mengambil ancang-ancang untuk kabur sebelum Daniel berhasil menangkapnya.
"Lo mau kemana? Lepasin baju gue!" teriak Daniel di tengah pengejarannya. Tapi, sayangnya cowok itu sudah lebih dahulu melajukan motornya ke jalanan.
"GUE PINJAM BENTAR! I LOVE YOU SEPUPU!" teriaknya di atas vespa yang melaju.
Abian tak punya pilihan lain, seragamnya masih kotor dan baunya sangat menyengat. Tidak mungkin dia memakainya apalagi teman sebangkunya adalah Kayla. Ia tidak ingin jika Kayla sampai ilfeel kepadanya. Alhasil ia terpaksa mencurinya diam-diam, karena Abian tahu cowok itu tak akan mau meminjamkannya.
"Dasar sepupu sialan!" Teriak Daniel dengan wajah merah padam penuh emosi. Ia harus mengatur pernapasannya sejenak. Kerongkongannya pun terasa serak sehabis berteriak kencang. Tak ada waktu baginya meratapi kekesalan, lebih baik dia bersiap-siap sekarang sebelum terlambat.
"Ah, capek," ucapnya sembari berjalan ke meja makan kembali.
🎐🎐🎐
Daniel berjalan cepat menuju lantai dua. Tapi bukan kelas tujuannya. Ia menuju area loker. Melihat sekitar beberapa kali untuk memastikan tidak ada orang yang curiga atau mengikutinya.
Langkahnya terhenti ketika sesosok pria bertubuh atletis berada di depan loker Nayla. Ia buru-buru bersembunyi di balik tembok dan diam-diam memerhatikannya. Daniel tidak bisa mengenali wajahnya dengan jelas. Tapi, yang pasti cowok itu berusaha meletakkan sesuatu di dalamnya. Pandangannya terus mengawasi hingga pria itu menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang