Daniel tiba di gedung bioskop, Abian menyerahkan sebuah tiket film padanya minggu lalu. Daniel tak begitu tertarik untuk menonton awalnya, tapi entah mengapa mendadak ia ingin datang.
Ketika Daniel melewati bagian pembelian tiket, tak sengaja ia bertemu seseorang yang tak asing. Daniel mundur sedikit untuk memastikan bahwa dia mengenalnya.
"Nayla?"gumamnya dengan alis sedikit berkerut.
Gadis itu mengambil tiketnya lalu melenggang masuk. Entah mengapa Daniel tertarik untuk mengikuti. Ia lantas membeli tiket yang sama dengan Nayla dan ikut masuk ke dalam.
Begitu tiba di ruangan, tampak hanya beberapa kursi yang terisi, mungkin ada sekitar dua puluh orang. Nayla memilih kursi paling depan, sementara Daniel berada tiga deret di belakang Nayla. Tak lama kemudian film dimulai. Seketika Daniel menyesal begitu sadar jika filmnya berkisah tentang percintaan remaja. Sementara Genre film kesukaannya adalah action dan thriller. Daniel seketika merasa bosan.
Pandangannya mengedar kesekeliling meneliti para penonton yang umumnya didominasi oleh kaum remaja kisaran umur 17-19. Daniel memandang sinis pada salah satu pasangan remaja yang berada tepat di sampingnya, mereka terlihat sedikit berlebihan. Lihat saja si cewek yang menyandarkan kepalanya di pundak si cowok sambil berpegangan tangan. Sementara sebelah tangannya lagi digunakan untuk menyuapi popcorn ke mulut si cowok. Menggelikan sekali. Mereka tak lain dan tak bukan adalah pasangan Rachel dan Karen.
Karena sudah tak punya pilihan, akhirnya Daniel memutuskan menonton. Tanpa terduga, ternyata setelah setengah jam ia mulai tertarik. Ini kali pertamanya menikmati film percintaan remaja. Padahal dia sudah berekspetasi rendah. Emosi serta alur yang cukup menarik membuatnya betah menonton. Pada akhir cerita, tokoh utama meninggal dunia. Akhir cerita yang membuat seisi ruangan menangis tersedu-sedu, tak terkecuali dengan Daniel yang tanpa sadar meneteskan air mata.
Menyadari pipinya basah ia buru-buru menyapunya. Lalu, mengedarkan pandangan pada Nayla. Gadis itu tampak sesenggukan dengan sebuah tisu di tangannya. Mengeluarkan ingusnya dengan suara yang cukup keras hingga Daniel bisa mendengarnya jelas, membuatnya terkekeh pelan. Namun, ia segera membukam mulutnya ketika Nayla tiba-tiba bangkit dan bergerak keluar.
Daniel segera membalikkan tubuhnya agar Nayla tidak mengenalinya. Ia buru-buru bangkit setelah melihat Nayla menghilang di balik pintu. Hawa dingin menyapa begitu keluar, guyuran hujan tampak menderas. Beberapa orang berada di depan pintu gedung memilih menunggu sesaat sembari hujan reda.
Nayla terlihat berada di antara orang-orang itu, ia terpaksa menunggu. Ia tidak membawa motornya kali ini karena sedang di service dan juga tak membawa payung. Sementara untuk pulang ia perlu naik krl. Sepertinya hujan tak mau reda, lihat saja derasannya yang semakin menderu. Entah kapan akan berhenti.
Seorang pria tiba-tiba berdehem di sampingnya, Nayla sontak menoleh.
"Daniel?" ucapnya heran.
Daniel diam memandang datar lurus ke depan.
"Lo habis nonton juga?" tanya Nayla berbasa-basi.
"Hm," jawabnya singkat.
Nayla mengangguk. Mereka kemudian saling terdiam memandang lurus ke jalanan aspal di depan mereka. Daniel melirik Nayla sekilas, kedua tangannya saling bersilangan di depan dada. Perlahan silangan itu kian mengerat, begitu hawa dingin kian mencegat.
"Ehm." Daniel kembali berdehem.
Nayla menoleh. "Gue... bawa mobil, kalo lo mau gue bisa anterin lo pulang," tawar Daniel.
"Ngak papa, gue bisa pulang sendiri, kok."
Begitu kalimatnya selesai, mendadak petir menyambar disusul dengan suara guntur menggelegar. Spontan Nayla memeluk lengan Daniel yang disertai dengan teriakan kecil. Daniel terdiam kaku, matanya mengerjap beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of seventeen
Teen FictionSelamat membaca! Tolong tinggalkan komen dan saran agar penulis dapat berkembang