Satu minggu kemudian, setelah acara kelulusan sekolah, Fahri dan keluarganya sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-17 bersama anak-anak panti asuhan milik keluarga Putra. Suasana sangat meriah, apalagi Fahri menghibur mereka semua dengan sedikit sulap, lalu dilanjutkan dengan membagikan sedikit rezeki kepada setiap anak panti asuhan.
Fahri kemudian menghampiri Nadira yang duduk sendirian sambil mengelus perutnya. Dengan santai, Fahri duduk di sebelahnya.
"Al!" terkejut Nadira.
"Aku cuma mau bilang, aku sudah memaafkan kesalahanmu yang telah berselingkuh di belakangku," kata Fahri.
"Kau jadi pergi ke Amerika?" tanya Nadira.
"Ya, setelah acara selesai, aku akan langsung menuju bandara untuk pergi ke Amerika," jawab Fahri.
"Bukannya tahun ajaran baru masih sekitar dua bulan lagi?" tanya Nadira lagi.
"Aku mau memulai hidup baru bersama keluargaku di sana, karena di sini hanya ada rasa sakit saja," ujar Fahri. "Sejak awal, Daddy memang berencana membawaku ke Amerika."
Fahri menatap Nadira sejenak, lalu melanjutkan, "Hidup bahagia di sana ya, bersama kakak kembaranku. Jangan pernah salahkan anakmu kelak, karena yang memulai semua kesalahan itu kau dan Kak Aldo. Hingga akhirnya tumbuh janin yang tidak berdosa di dalam rahimmu."
"Aku pamit ya," kata Fahri.
"Assalamualaikum warahmatullahi," tambah Fahri sebelum beranjak pergi.
Fahri kemudian bergabung dengan sahabat-sahabatnya, sementara teman-teman sekelasnya sudah pulang. Hanya Nadira yang masih menunggu jemputan dari Rivaldo.
Melihat Nadira yang masih di sana, Fahri merasa kasihan dan memutuskan untuk mengantarkannya ke rumah lamanya.
"Daddy, pinjam mobilnya ya?" tanya Fahri.
"Jangan terlalu cepat mengemudinya, kan baru lancar minggu kemarin," jawab Angelo.
"Baik, Daddy," kata Fahri, sambil mencium tangan kanan Angelo, Angelina, dan Roy, serta orang tua lainnya.
Di dalam mobil, suasana hening. Baik Fahri maupun Nadira memilih untuk diam, tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun.
Setelah sampai di rumah lamanya, Fahri melihat Nadira sudah turun dari mobil, lalu ia langsung tancap gas menuju panti asuhan.
Setelah mengantarkan Nadira ke rumah lamanya, Fahri mengembalikan kunci mobil milik ayahnya dan kembali bergabung dengan sahabat-sahabatnya. Mereka duduk bersama, mulai berbicara banyak hal, mengobrol ringan, dan berbagi tawa seperti biasanya.
"Hebat lu udah bisa maafin mantan," ujar Ridho sambil tersenyum nakal.
Fahri mengangkat bahu. "Gue mau pergi ke Amerika, jadi lebih baik lupain aja semua kenangan pahit di sini," jawabnya.
"Ngomong-ngomong, ada yang ingin kutanyakan ke Ali nih," Fahri menatap Ali dengan penasaran.
"Menanyakan apa?" Ali tampak bingung.
"Kan kemarin lu baru nikah, malam pertama gimana?" tanya Santo, dengan ekspresi yang penasaran.
Wiwit menambahkan dengan senyum nakal, "Pasti main sampai pagi, kan?"
"Berapa ronde, Li?" tanya Ridho, menggoda.
Fahri ikut menimpali, "Punggung lu pasti lecet tuh."
Ali hanya memandang mereka dengan kebingungan. "Aku nggak paham apa yang kalian bicarakan," jawabnya, bingung.
"Sudah, jangan bahas hal nggak penting," Danel menyela, tampak sedikit kesal.
"Ini hal penting, Nel, buat masa depan kita semua," Fahri menyanggah sambil tersenyum tipis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fahri (END)
Подростковая литератураMahendra Sabil Al Fahri, seorang cowok yang selalu terlihat ceria dan penuh canda tawa di depan semua orang. Namun, di balik senyumnya yang menawan, ia menyimpan luka mendalam akibat perlakuan tak adil dari kedua orangtuanya. Topeng keceriaan yang i...