Chapter 1

5.9K 214 4
                                    

"Guys sesuai tadi yang di info Mbak Dina di WA group, Senin depan kita mulai WFO yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Guys sesuai tadi yang di info Mbak Dina di WA group, Senin depan kita mulai WFO yaa. I'm so happy to meet you all in person again. See you next Monday and happy weekend guys!"

"Happy weekend semuaa!"

"Izin leave guys, see you."

"Senin siapa yang mau Genjo?"

"Raf, gue Genjo."

"Gue juga!"

"Lah emang Genjo buka?"

"Enggak ah, gue Koni aja."

Setelah enam bulan gelombang kedua pandemi berlangsung, dengan kasus yang cukup tinggi. Akhirnya minggu lalu pemerintah mengumumkan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan turun menjadi level 3 yang artinya beberapa kegiatan di tempat umum sedikit demi sedikit sudah boleh dilakukan lagi.

Termasuk kembali bekerja di kantor.

Aleta tidak tau apakah ini hal yang baik atau buruk. Mungkin hal baik karena akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan teman-temannya. Atau bisa menjadi hal buruk karena sejujurnya Aleta masih agak ngeri dengan virus yang ada. Tapi sebagai budak korporat yang patuh kepada peraturan kantor, mau tidak mau Aleta harus menuruti sistem work from office ini. Aleta mengingat-ngingat kapan terakhir ia naik kendaraan umum, sepertinya sekitar enam bulan lalu terakhir kali ke kantor sebelum akhirnya diberlakukannya WFH (Work From Home).

Memang benar akhir-akhir ini kasus sudah mulai menurun dan tingkat kematian sudah 0 sejak beberapa minggu terakhir. Banyak orang mengatakan, di media sosial maupun di televisi, bahwa kali ini adalah gelombang terakhir dari pandemi ini dan setelahnya akan bisa hidup normal kembali tanpa menggunakan masker.

Ya semoga saja benar, Aleta juga tidak sabar untuk kembali bekerja dan pergi hangout bersama teman-temannya dengan leluasa.

***

Mengawali pagi yang cerah ini dengan berdiri dibarisan antrean Bus Transjakarta. Aleta berdiri sembari memainkan ponselnya, telinganya terpasang earphone dan jemarinya aktif menyentuh layar ponselnya. Tak lama bus datang, tidak terlalu penuh namun dipastikan Aleta tidak akan mendapatkan tempat duduk. Namun Aleta memilih untuk naik, karena jam sudah menunjukkan pukul 07.45 yang artinya kalau Aleta menunggu bus selanjutnya maka ia akan terlambat sampai kantor.

Ponsel Aleta bergetar.

Metta: Ta lo bener-bener yaa, udah tau rame malah naik. 4C belakang lo kosongan itu!!"

Perempuan itu menahan tawanya saat melihat pesan singkat dari Metta, kakaknya yang juga tadi berada di halte yang sama namun berbeda bus.

Aleta: takut telattt kak wkwk

Metta: Bandel lo, gue aduin mami

Aleta hanya membalas pesan tersebut dengan sticker, lalu ia memasukkan ponselnya kedalam tas. Perempuan itu hanya menatap jalanan yang sudah kembali cukup ramai, kendaraan bermotor memenuhi Jalan Sudirman.

Sesampainya di halte Transjakarta terdekat dari kantor, Aleta harus berjalan kaki lagi menuju gedung kantornya yang berada disuatu area yang didalamnya terdapat mall mewah dan apartemen. Aleta melewati jalan pintas yang sudah biasa dilaluinya, sebelum memasuki gedung kantor Aleta berbelok kearah Starbucks mengingat dirinya masih memiliki rewards yang bisa ditukarkan dengan minuman gratis. Lumayan untuk menjadi penyemangat pagi, pikir Aleta.

Sebelum memasuki Starbucks, Aleta membuka aplikasi PeduliLindungi. Aplikasi ini adalah aplikasi yang dikembangkan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus dengan memantau track record masyarakat.

Error.

Aleta mengerutkan keningnya saat muncul tulisan merah dilayar ponselnya. Pantang menyerah, Aleta kembali scan barcode yang tersedia di pintu masuk.

Error.

Loh, tadi saat scan QR code di halte semuanya berjalan lancar.

"Selamat Pagi Kak, sudah scan QR code PeduliLindungi?" Sapaan ringan salah seorang Barista menarik fokus Aleta.

"Pagi Mas, belum nih Mas. Nggak bisa scan nya."

"Oh baik, sudah dicoba lagi Kak?"

Aleta kembali mencoba.

Error.

"Nggak bisa Mas.."

"Baik, tapi mohon maaf Kak pemesanan bisa kami bantu dari sini ya."

"Oh okay, padahal tadi di Transjakarta bisa. Tapi saya mau redeem reward aja sih Mas, bisa?"

"Ada Starbucks card nya, Kak?"

"Aplikasi Mas. Hehe..'

"Mohon maaf Kak, karena untuk SOP customer bisa masuk ke store jika sudah check in PeduliLindungi. Dan untuk redeem reward melalui aplikasi Kakak perlu scan barcode di kasir."

Aduh udah mau ambil gratisan segala pakai error lagi aplikasinya, gerutu Aleta dalam hatinya. Untung ia menggunakan masker, jadi Barista didepannya tidak sadar kalau Aleta sedang cemberut.

"Ya udah deh Mas, kapan-kapan aja saya redeem nya." Aleta menyerah, ia mengeluarkan aplikasinya lalu perlahan mundur untuk berjalan kearah kantornya. Namun saat melangkah mundur, ia tidak sadar kalau ada orang lain dibelakangnya.

"Eh aduh, maaf Mas. Saya nggak sadar ada orang dibelakang saya."

Aleta tidak sengaja menginjak sepatu laki-laki yang berada dibelakangnya. Laki-laki itu mengangguk, walaupun mulutnya tertutup masker entah mengapa Aleta tau kalau laki-laki itu tersenyum kepadanya.

"Sori Mbak tadi obrolan sama Mas nya kedengeran, mau gue bantuin redeem reward nya?"

Mata Aleta melebar mendengar tawaran laki-laki itu.

"Eh nggak apa-apa emang?"

***

"Ternyata masih banyak ya orang-orang baik di dunia ini.."

"Ya emang masih ada, kata siapa nggak ada. Eh tapi-tapi, ganteng nggak Mas nya?" Metta mencondongkan tubuhnya kearah adiknya, membuat Aleta dengan sadar menjauhkan dirinya keujung sofa ruang tengah.

"Ih jangan deket-deket!! Social distancing!" Ujar Aleta dengan sedikit lebay sambil sambil mendorong bahu Metta pelan. Yang didorong hanya cemberut melihat kelakuan adiknya yang berlebihan.

"Kan pake masker nggak keliatan, suaranya biasa aja sih. Tapi alisnya bagus Kak, rapih banget deh." Jawab Aleta terhadap pertanyaan Metta.

"Tapi orang-orang emang jadi cakep nggak sih kalau pake masker? Eh tapi alisnya bagus ya? Fix ganteng sih itu." Metta sibuk berdialog, sedangkan Aleta hanya menatapnya bingung.

"Ya kalau ganteng juga ya udah, nggak ngefek apa-apa sih dikehidupan kita."

"Iya sih, nggak bakal ketemu lagi juga sih.." Ujar Metta lemas membuat Aleta semakin mengerutkan keningnya.

"Lah kenapa lemes amat lo, lagian kenapa emang kalo nggak ketemu lagi?" Tanya Aleta bingung melihat kelakuan kakaknya.

"Ya kan alisnya bagus, cowok ganteng berarti."

"Ih najong!! Gue aduin Kak Ivan ya lo!" Aleta mendorong Metta sampai keujung sofa dan Metta hanya tertawa kencang berpasrah dipojokkan sofa.

MEET CUTE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang