Chapter 4

1.9K 141 1
                                    

Saat membuka mata pagi ini, rasanya Aleta ingin pura-pura lupa kalau hari ini adalah Hari Senin. Dengan sedikit malas perempuan itu beranjak dari tempat tidurnya untuk bersiap ke kantor.

Pukul 07.30 dirinya sudah berjalan bersisian dengan sang kakak, berpindah dari halte pertama ke halte transit kedua. Kakinya yang terbalut sepatu kets melangkah menyusuri jembatan transit yang masih sepi. "Menurut lu, ketemu lagi nggak hari ini?" Tanya Metta kepada adiknya yang sedang berjalan sambil mengetik sesuatu diponselnya. "Nggak lah, drama banget kalo ketemu lagi." Jawab Aleta asal tanpa berpikir, disampingnya Metta menggoyang-goyangkan tangan Aleta dengan gemas sambil mengatakan, "Lucuu banget tau Ta, kalo ketemu lagi."

"Lo kebanyakan nonton rom-com." Aleta memasukan ponselnya ke dalam tas. "Seru kayak nonton Before Trilogy, meet cute. Hihihi.." jawaban Metta membuat Aleta memutar matanya malas, "Aneh lo Ta, udah ah gue nunggu disitu. Bye!"

"Nunggu yang sepi ya Ta, awas rame kayak kemaren." Aleta mengangkat ibu jarinya, memberi tanda kalau dirinya mendengar perkataan kakaknya itu. Sebagian orang mungkin akan bingung dikarenakan Metta dan Aleya saling memanggil satu sama lain dengan sebutan yang sama, Ta. Sama-sama diambil dari dua huruf terakhir nama mereka. Sebenarnya tidak ada alasan khusus, hanya karena ibu mereka terbiasa atau lebih tepatnya suka lupa memanggil keduanya dengan panggilan yang sama. Hal ini terbawa sampai mereka dewasa dan untungnya tidak terjadi masalah atau kendala yang serius dengan panggilan yang sama itu.

Pagi ini, Metta lebih dulu menaiki bus Transjakarta tujuan kantornya sedangkan Aleta masih menunggu bus nya, ia kembali mengeluarkan ponselnya lalu berselancar di dunia maya. Tentu saja tujuannya adalah TikTok. Entah sudah berapa banyak video TikTok yang ditontonnya sampai akhirnya bus nya tiba. Sudah ramai, tentu saja karena hari ini adalah Hari Senin. Aleta memilih naik dari pintu belakang, karena pintu depan dimana area khusus wanita sudah terlihat agak padat. Saat memasuki bus, Aleta langsung berdiri agak pojok didekat pintu yang tidak terpakai.

"Aduh maaf. - Eh?"

Awalnya Aleta mau meminta maaf saat tidak sengaja menyenggol penumpang lain, namun dirinya dibuat terkejut saat melihat siapa penumpang yang disenggolnya.

"Jeffrey?"

"Eh, hai?" Aleta menjadi canggung. Bingung harus bagaimana. Setelah itu Jeffrey juga tidak mengajaknya berbicara. Tapi obrolan apa yang diharapkan Aleta ditengah padatnya bus Transjakarta ini?

***

Jeffrey menatap punggung perempuan yang berjalan di depannya, punggung itu terlihat canggung. Mau berjalan cepat tapi tidak enak, mau berjalan sejajar bingung mau membicarakan apa. Disebelahnya Daffa melakukan hal yang sama. "Ini?" Tanya Daffa meyakinkan, Jeffrey mengangguk.

"Aleta.."

"Eh iya?" Aleta berhenti dan berbalik secara mendadak. Membuat Jeffrey hampir saja menabraknya. "Eh ya ampun, sori.." gumam Aleta pelan. "Nggak apa-apa, santai. Lo udah telat? Jalannya buru-buru banget."

"Nggak juga sih.." Jeffrey mengangkat salah satu alisnya, menunggu lanjutan perkataan Aleta sedangkan Aleta berusaha keras memutar otaknya mencari jawaban yang tidak membuatnta terlihat bodoh. "Aneh aja, bingung mau ngomong apa." begitulah jawaban Aleta, semakin terlihat bodoh.

Tanpa sadar Jeffrey tertawa pelan, pria itu tidak menyangka kalau Aleta sejujur itu. "Ya ampun, gue kira kenapa Ta.- Ta kenalin, ini temen gue, Daffa."

"Aleta.."

Ketiganya melanjutkan perjalanan mereka ke kantor."Gue udah denger cerita lo dari Jeff." Ucapan Daffa membuat Aleta menatap kedua laki-laki itu bergantian. "Itu yang aplikasi Pedulilindungi lo nggak bisa, Daffa punya juga sempet begitu." Jeffrey menjelaskan, karena takut Aleta menganggapnya aneh karena menceritakan tentang perempuan itu ke temannya. Padahal mereka baru bertemu dua kali- ralat, hari ini ketiga kalinya.

"Oh ya?"

"Iyaa, seminggu lebih mungkin error nya. Tapi abis itu lancar sampe sekarang. Punya lu udah bener?"

"Kemarin pas Jeffrey yang scan bisa, tapi pas sore gue mau ke Foodhall nggak bisa lagi." ujar Aleta membuat Jeffrey menoleh kearahnya, "Nggak bisa lagi?". Aleta mengangguk, "Tapi untungnya boleh pake sertifikat vaksin aja."

Aleta mulai terlihat nyaman mengobrol dengan kedua laki-laki itu, meski pembahasan hanya sekitar aplikasi Pedulilindungi dan jenis vaskin yang mereka gunakan. "Mau gue bantu scan QR Code nya lagi nggak?" Tanya Jeffrey saat ketiganya sudah sampai di depan gedung 1, yang dimana memang selalu dilalui Aleta sebelum sampai ke gedung kantornya. Daffa sudah pamit masuk terlebih dahulu ke dalam gedung kantor, karena sudah ditunggu Mas Bayu katanya.

"Nggak usah, bolak-balik lo nya. Lagian bisa pake sertifikat vaksin kan.." Tolak Aleta halus.

"Oh ya udah, kalau gitu gue naik ya."

"Iya.. Thank you for your offer, Jeff. Bye!"

"See you, Ta."

***

"Nita, Klien minta besok sebelum lunch udah di share ya storyboard nya. Kayak biasa nanti gue cek dulu, jadi besok pagi atau malem ini bisa gue terima?"

"Malem ini bisa, Mas!"

"Good. Gue tunggu sampe jam 11.59 ya Nit."

"Mantep betul Jeffrey, anak buahnya set sat set."

Jeffrey terkekeh pelan mendengar seruan dari tim sebelah, "Kalo anak lo overthinking, bukan salah gue ya Bang." balas Jeffrey yang disambut tawa oleh Bang Tigor, Associate Creative Director, tim sebelah. "Tenang anakku lebih sat set sat set, karena kalau tidak.. Bah sudahku cut.."

Siang ini ruang kantor Jeffrey sudah sepi, karena hari ini adalah Hari Jumat jadi banyak jam istirahat lebih cepat daripada biasanya. Jeffrey dan Daffa belum pergi makan siang karena masih menunggu Ibnu selesai salat Jumat.

"Sstt cewek mau kemana sih?" Siulan Daffa membuat Jeffrey mengikuti arah pandang Daffa. Laki-laki itu sedang mencegat Syanaz, copywriter tim lain yang sedang bersiap-siap ingin makan siang.

"Hangout dong sama geng gue.."

"Ihh ikut dong beb.."

"Nggak menerima batang, sori bang." Ujar Syanaz sambil mendorong bahu Daffa pelan, karena laki-laki itu menghalangi jalannya.

"Eh temen lu ada yang namanya Aleta ya?" Pertanyaan Daffa membuat langkah Syanaz berhenti, perempuan itu membalikkan tubuhnya lalu menatap Daffa curiga. "Kenapa sebut-sebut temen gue?" Tanya Syanaz, Daffa mengendikkan bahunya kearah Jeffrey yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua. "Tadi pagi gue abis kenalan." Jawaban singkat Daffa tapi membuat Syanaz melebarkan matanya.

"Hah? Lo kenal dari mana? Kok bisa? Lo apain temen gue?" Pertanyaan langsung mengerubungi Daffa, "Anjrit, nggak gue apa-apain. Kenalan karena Jeffrey kenal doang anjir." Jawab Daffa membuat Syanaz beralih menatap Jeffrey. "Nah kalo Jeffrey yang kenal nggak apa-apa. Tapi kok bisa?" Ucapan Syanaz membuat Daffa cemberut, laki-laki itu mengomel sambil berjalan kembali ke tempat duduknya yang ada disebelah Jeffrey. "Ya kenalan gitu aja sih, nggak sengaja ketemu." Jawaban singkat Jeffrey, tidak membuat Syanaz puas.

"Dih nggak niat banget lo ceritanya." Benar saja, Syanaz langsung protes dan menarik Daffa agar mendekat ke Jeffrey. Perempuan itu menarik kursi kosong terdekat lalu duduk menghadap Jeffrey.

"Tell mommy the story, mommy will listen carefully."

"Mommy, I want milk."

Dan satu pukulan keras mendarat dibelakang kepala Daffa.

MEET CUTE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang