Chapter 18

1K 114 7
                                    

Jeffrey: Ta GI yuk
Jeffrey: Gue lg mau cari sepatu

Aleta: yahh sorry jeff gue lg diluar

Jeffrey: Ohh oke
Jeffrey: Nanti aja kalau gitu
Jeffrey: Lg kemana Ta?

Aleta mengembalikan ponselnya keatas laci disamping kasur. Ia menghela napas panjang. Aleta tidak pernah menyukai rasa insecure, tapi sialnya perasaan itu bisa datang kapan saja, dimana saja, dan dipicu oleh apa saja. Sejak semalam, Aleta menjadi lebih banyak diam. Sepulangnya dari Gentong Mas Senopati, ia langsung mandi dan menjatuhkan dirinya di kasur. Tidak menjawab pertanyaan Metta dengan jelas saat ditanya bagaimana acara hari ini. Metta yang menyadari kalau adiknya tidak dalam keadaan suasana hati yang baik. Memilih memberi ruang untuk adiknya itu.

Dulu saat bersama Rama, Aleta tidak pernah memikirkan soal kesenjangan status sosial keluarga Rama dengan keluarganya. Sedangkan saat putus, dengan kurang ajarnya Rama dan keluarga memukul Aleta dengan telak.

Kalau kata Sam Smith, you've made me realize my deepest fear.

Setelah putus dari Rama, Aleta menyibukkan diri untuk menyelesaikan Brevet Pajak A, B, & C. Tapi rasanya itu semua tidak cukup untuk membuat dirinya merasa lebih baik. Ia merasa kalau hal itu hanyalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang yang mengerjakan pajak perusahaan. Ia sangat sadar kalau dirinya ini tidak pintar-pintar amat.

Aleta bahkan tidak pernah merasa iri dengan teman-temannya. Fanny yang selalu menjadi primadona, lahir dari old money family, dan pintar. Ada juga Lula dan Syanaz yang memiliki kepribadian menyenangkan, pintar, dan kehidupannya sejak kecil selalu tercukupi.

"Lo lagi kenapa sih?" Pertanyaan Metta menyambut Aleta yang mau melewati ruang tamu menuju teras depan rumah. "Kenapa apanya?" Tanya Aleta dengan suara pelan yang membuat Metta jadi gemas mengikuti langkah adiknya.

"Lo sakit? Lemes banget, swab mandiri dulu sini."

Mendengar perkataan Metta, Aleta melirik Metta sinis sambil mendengus.

"Enak aja! Kalau sakit, gue juga langsung bilang kali. Gue kecapekan doang Metta, kemarin ramai bangettt. Udah ah sana.."

***

"Mbak tumben makan di meja?"

Nindy menyanggahkan kedua sikunya didepan kubikel Aleta, menatap seniornya yang dari pagi tadi tidak banyak bersuara. Apalagi tadi pagi Aleta sudah masuk ruang sidang, perihal SP2DK yang deadline sudah semakin dekat.

"Mager keluar, panas banget lagian. Kamu mau makan keluar?"

"Iya nih Mbak, bareng sama Debby. Mau nitip, Mbak? Palingan aku makan di Koni."

"Hmm boleh deh, titip es buah aja ya- Bentar.." Aleta merogoh tasnya, mencari dompetnya. "Udah Mbak, gampang. Nanti aja uangnya, aku jalan dulu ya."

"Oke, thank you ya Nin."

Beberapa hari terakhir ini Aleta lebih memilih menghabiskan waktunya sendirian, lebih tepatnya memaksa menyibukkan diri. Beberapa ajakan nongkrong dari teman-temannya ia tolak dengan halus, alasannya sibuk membantu Metta. Padahal kebanyakan keperluan Metta sudah selesai, mengingat hari-H adalah dua minggu lagi. Aleta hanya perlu mempersiapkan diri melepas kakak satu-satunya dan mempersiapkan short speech. Ia bahkan dengan senang hati membantu membereskan rumah baru Metta dan Ivan, padahal keduanya sudah melarang.

Intinya Aleta mau sibuk. Tidak mau memikirkan hal-hal yang membuat dirinya semakin merasa kecil, Jeffrey menjadi salah satunya.

Setelah menerima pesan terakhir Rama, Aleta langsung memblokir Instagram laki-laki. Aleta berusaha meyakini diri sendiri kalau tindakannya ini bukan tindakan kekanak-kanakkan, ia hanya berusaha untuk melindungi dirinya sendiri. Walau sebenarnya, sudah agak terlambat.

MEET CUTE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang