"Der—"
Pintu rumah Hendery terbuka, ternyata Hendery tidak mengunci pintu utamanya. Kun perlahan masuk ke dalam rumah yang nampak seperti kapal pecah itu.
Bingkai foto yang berserakan di mana mana, sampah kering bekas makanan yang bertaburan dimana mana dan bahkan disini juga banyak debu, layaknya rumah yang sudah ditinggalkan bertahun tahun.
Melihat keadaan rumahnya yang berantakan, Kun menjadi semakin khawatir jika Hendery memang sedang tidak baik baik saja.
"Hendery—"
Suara Kun menggema di ruangan ini, iya memang sehening itu rumah Hendery bahkan rumah ini nampak tak berpenghuni saking heningnya.
"Hendery dimana?" Kun memasuki setiap ruangan yang ada disana, namun ia tak menemukan keberadaan Hendery.
"Apa jangan jangan dia gak ada di rumah?" Tanya Kun sambil merogoh ponselnya yang berada di dalam saku celananya.
Kun mencoba menghubungi Hendery lagi, siapa tau Hendery memang tidak ada dirumah. Namun satu hal kini menarik perhatian Kun, ada suara ponsel berdering di ruangan yang berada di paling ujung.
"Mungkin Hendery ada dikamar itu," Kun berlari dengan rasa panik. Kun mencoba membuka pintu kamar itu.
Brakk
Saat ia membuka pintu, ia melihat Hendery yang hendak menusukan pisau kepada dirinya sendiri.
Jelas, Kun berlari dan menghindarkan pisau itu dari tangan Hendery.
"HENDERY LO GILA!! JANGAN LAKUIN ITU TOLOL!" Pisau itu terpelanting jauh, Hendery menangis tanpa suara saat melihat Kun yang menepis pisau itu sampai terpelanting jauh.
"KENAPA LO LAKUIN ITU HAH?" Kun menarik tangan Hendery agar posisi laki laki itu menjadi setengah duduk, dan Kun segera merangkul dan membawa Hendery yang menangis kedalam pelukannya.
"Lo gila ya Der mau bunuh diri Lo sendiri? Gue gak pernah ajarin Lo buat jadi orang se tolol itu!" Kun memeluk Hendery erat, Kun masih tak percaya bisa bisanya Hendery akan melakukan hal itu.
"Kenapa Lo kesini? Kenapa Lo tahan gue? Harusnya Lo gausah peduli sama gue bang." Suara Hendery terdengar sangat parau.
Kun hanya diam.
"Gue orang jahat, gak sepantasnya Lo tolong dan Lo selamatin bang."
Kun melepas pelukannya.
"Lo itu adek gue, gue tau Lo itu udah jahat sama kita. Tapi bukan berarti gue ngebiarin Lo buat bunuh diri gitu aja, karena sejahat jahatnya Lo sama kita gue masih peduli sama Lo masih khawatir sama keadaan Lo yang sekarang malah milih buat hidup sendirian."
"Lo jangan mikir kalau gue udah gak peduli sama Lo gara gara gue ga angkat telepon Lo tadi. Gue tadi emang lagi sibuk, gue masih peduli makannya gue kesini karena dari tadi gue telpon balik Lo gak jawab terus."
"Sekarang gue mau tanya, kenapa Lo bisa mau ngelakuin hal itu sama diri Lo sendiri hah?"
Bukannya menjawab Hendery memeluk Kun.
"Gue minta maaf, karena gue udah jahat sama kalian. Gue bener bener nyesel ngelakuin semua ini, semuanya baru kepikiran sekarang. Semenjak omah meninggal gue jadi sering kepikiran sama apa yang udah gue lakuin, gue juga selalu merasa kalau bayang bayang omah selalu hantuin gue."
Kun menatap mata Hendery.
"Lo yang bunuh omah?"
Hendery menggeleng.
"Sumpah, gue gak bunuh omah. Gue gak pernah lakuin hal itu ke omah, Lo tau kan gue itu sayang banget sama omah. Kalau gue yang bunuh dia, gue gak bakal mungkin kemarin datang kerumah gue pasti gak bakal peduli kalau omah mati karena gue."
"Terus kenapa omah bisa kayak gitu?"
"Omah kecelakaan, dan gue yang bawa dia kerumah sakit. Gue waktu itu baru datang ke rumah omah karena gue harus kerumah dulu, pihak rumah sakit udah bawa omah ke rumah lebih dulu dari gue. Tapi pas gue datang kerumah orang orang malah mikir kalau gue cuma mau cari perhatian seolah olah bukan gue yang bunuh omah, padahal kan gue emang nggak bunuh omah."
"Terus gue denger kemarin Lucas cerita kalau Lo sempet ada di rumah omah dan cari keris milik omah, apa itu bener?"
Hendery mengangguk.
"Iya, gue emang sempet cari keris omah. Tapi gue cari keris itu buat bantu Xiaojun sama Winwin biar bisa ngelawan iblis gue. Tapi yang ngelawan iblis itu gue sendiri, jadi cuma nyawa gue aja yang bakal jadi taruhan, Xiaojun sama Winwin bisa selamat. Tapi Lucas gak kasih keris itu ke gue,"
"Lo serius sama ucapan Lo?"
"Emang muka gue keliatan bercanda? Apa muka gue masih belum keliatan merasa bersalah?"
"Gak gitu loh maksudnya, gue cuma heran aja kenapa Lo tiba tiba jadi kayak gini?"
"Karena gue semalem ketemu rohnya Yora,"