BRUGH
Doyoung mendobrak pintu gudang, dan menemukan Hendery yang sedang menjalankan ritualnya.
Doyoung tersenyum sengit ke arah Hendery yang masih fokus dengan ritualnya. Doyoung mengobrak abrik lilin yang berada disetiap sisi ruangan, namun Hendery masih saja fokus dengan ritualnya.
Setelah semuanya berhasil berantakan, Doyoung menatap Hendery yang masih mengatupkan kedua matanya.
Dengan nafas menggebu, Doyoung menarik baju Hendery kasar lalu meninju pipinya.
"Lo yang harus mati disini, bukan adek gue!" Hendery menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Kalo Lo ga mau adek Lo mati, kenapa ngga Lo aja yang mati?" Senyuman Hendery tak kalah sengit.
"Brengsek!" Doyoung menghempaskan tubuh Hendery kasar.
"Adek gue salah apa sama Lo, sampe sampe Lo korbanin dia buat hal kayak gini hah?" Doyoung sedikit menaikan nada bicaranya.
"Adek Lo ga salah, cuma ga ada orang lain yang sesuci adek Lo!"
"LO GILA HENDERY!"
Hendery tersenyum jahat,
"Tuhan lebih jahat sama gue, dia ambil Yora dari gue." Jawab Hendery dengan sorot penuh kesedihan.
"Setelah gue pikir pikir kehidupan adek gue lebih penting dari pada Shan, jadi apa salahnya gue korbanin Shan?" Doyoung membuang pandangannya, mengambil Alkitab yang berada di dekat tubuh Yora.
"Balikin Alkitab nya!"
"Ga! Gue ga bakal biarin Lo buat bunuh Adek gue! Lo gila, kalo Yora udah ga ada ya terima. Itu semua udah takdir tuhan, bukan nekat kayak gini!"
"Apa Lo bilang? Lo nyuruh gue nerima ini semua?" Hendery tersenyum ketir.
"Lo ga pernah rasain hidup jadi gue, Yora satu satunya alesan kenapa gue harus tetep bertahan hidup! Dan gue ga bisa hidup tanpa dia! Gue lakuin ini karena gue sayang sama Dia!" Tegas Hendery dengan suara yang parau.
Doyoung masih terengah engah, emosinya perlahan mereda saat melihat wajah pucat Yora yang terbaring lemah. Doyoung mengerti apa yang dirasakan Hendery saat ini. Ia tahu jika Hendery benar benar kehilangan, namun bukankah cara sayangnya pada Yora itu salah?
"Gue tau, Lo pasti kehilangan banget." .
"Tapi cara Lo sayang sama dia salah Der, kalau Lo sayang sama dia ga gini caranya." Hendery menatap Yora, hatinya sedikit pilu saat melihat wajah pucat itu.
"Yora nangis Der liat Lo kayak gini," Hendery mengerjapkan matanya cepat saat matanya melihat sosok Yora yang menangis di hadapan sana. Tak jauh dari raganya yang berbaring, Yora berdiri disana menatap Hendery dengan sorot kesedihan.
"Kalau Lo sayang sama dia, Lo ikhlasin dia Der. Cara Lo yang kayak gini bikin Yora kesiksa tanpa Lo sadarin."
Hendery berjalan ke arah roh Yora, ia memeluk ruh itu. Hendery menangis saat ruh itu benar benar bisa ia peluk.
"Yora," tangisan Hendery pecah saat tangan dingin Yora mengusap punggungnya lembut.
"Abang sayang kan sama Yora?"
Hendery mengangguk cepat.
"Banget, Ra. Kenapa Lo malah tinggalin gue? Gue ga bisa hidup sendiri Ra. Gue mohon Lo balik lagi ya?" Hendery memegang bahu Yora, menatap gadis itu dengan yakin.
Yora tersenyum pedih, lalu menggeleng kecil.
"Aku ga bisa bang, dunia kita udah beda. Abang ikhlasin aku ya? Jangan nekat kayak gini. Aku sedih liat Abang kayak gini, kasian kak Shan bang. Abang ga boleh egois kayak gini,"
"Gue cuma minta Lo balik lagi buat hidup sama gue, gue ga minta lebih Ra. Gue cuma minta itu, Lo pasti bisa kan?"
"Bang,"
"Yora ga pernah tinggalin Abang, Yora selalu ada disini cuma Abang ga bakal pernah bisa liat aku lagi karena kita emang udah beda dunia. Aku tau kalo Abang selalu tangisin aku tiap malem, sampe sampe Abang nekat bikin perjanjian sama iblis, cuma buat ngehidupin aku lagi kan? Aku tau semuanya karena aku emang ga pernah pergi dari sini."
"Kalau Abang sayang sama aku, lepasin aku. Ikhlasin aku, biarin aku tenang bang. Aku sedih liat Abang yang kayak gini, aku kasian liat kak Shan yang jadi korban,"
"Abang janji ya ga bakal nyembah iblis itu lagi?" Dengan posisi yang sudah terasuki iblslis hendery mengangguk begitu saja, lalu beberap detik kemudian Yora menghilang dari pandangan Hendery.
Doyoung mengambil Alkitab tua tersebut lalu segera mengeluarkan korek api untuk segera membakarnya.
BUGHHHH
Kepala Doyoung tiba tiba terantuk dinding, tubuhnya terhempas begitu saja. Doyoung menatap Hendery yang tiba tiba menerjangnya.
Doyoung tahu jika yang menerjang nya itu bukan Hendery, ia menyadari jika itu adalah iblis Hendery karena separuh wajah Hendery terlihat hancur bahkan sangat hancur.
Dengan tenaga yang terasa lebih kuat dari Doyoung, Hendery merebut Alkitab yang setengahnya sudah sedikit terbakar itu.
"Perjanjian tetep perjanjian," Doyoung menatap wajah hancur Hendery dengan lutut bergetar.
"Gak semudah itu buat hancurin gue, Doyoung." Hendery melepas cengkraman di kerah baju Doyoung.
"Inget, kalau iblis itu lebih hebat dari pada manusia Doyoung." Hendery meraih pisau berkarat yang tergeletak di lantai. Doyoung berontak namun perutnya tiba tiba di tendang Hendery sampai sampai Doyoung merasa lemas dan tak berdaya.
"Perjanjian itu gak bisa di ganggu gugat,"
"Kecuali, kalau Lo mau korbanin diri lo—"
Crattt
Pisau itu terdengar menusuk sesuatu namun saat Doyoung melihat dirinya, dirinya masih baik baik saja.
Lalu pandangan Doyoung mengikuti arah cipratan darah yang disekitarnya.
"WINWINNN!!"