Shansa melempar tas Selempangnya kesembarang arah lalu menjatuhkan dirinya di ranjang.
"XIAOJUN GILA," Kesal Shansa sembari menatap langit langit kamarnya dengan penuh amarah.
"Jauhin Hendery," Titah Xiaojun tiba tiba.
Shansa menaikan sebelah alisnya, "Hah?" Ia benar benar menatap Xiaojun penuh tanya.
"Gue gamau Lo kenapa napa."
Shansa tertawa hambar kala mendengar itu.
"Setelah Lo pergi berbulan bulan tanpa kabar, setelah putusin gue secara tiba tiba dan tanpa sebab. Sekarang lo nyuruh gue jauhin Hendery? Lo udah gila apa gimana? Lo gasadar ya Lo bajingan banget?" Sarkas Shasa yang membuat Xiaojun terdiam.
"Gue nyuruh Lo jauhin Hendery bukan karena gue pengen balikan, tapi gue gamau lo kenapa napa, gue takut dia beneran sakitin Lo." Jelas Xiaojun dengan menampakkan wajah meyakinkan.
"Heh Jun, dengerin ya Hendery itu pacar gue dia gabakal sakitin gue lah, dia itu ga kayak Lo. Lo bilang Hendery gabaik buat gue? Lo udah ngaca belum emangnya Lo baik buat gue?" Tukasnya yang membuat Xiaojun lagi lagi bungkam.
"Iya gue tau Shan tapi-"
"Udahlah, gue males kalo harus berurusan lagi sama Lo." Shansa memutar balikan arah langkahnya meninggalkan Xiaojun ditempat sendirian yang diselimuti angin malam yang begitu menusuk.
Dari pada terus merutuki Xiajoun yang kini malah datang lagi kehidupannya, gadis itu memejamkan kedua matanya, mencoba tenang dan berdamai dengan keadaan, menikmati kegelapan yang hanya ia lihat.
Tiba tiba sekelibat bayangan merah melintas dalam penglihatannya, sosok tersebut semakin mendekat kearahnya.
"Ni bixu si,"
Bayangan itu mencekik leher Shansa dengan kuat sehingga Shansa kembali membuka dua matanya dengan nafas yang terengah.
"Hu-"
BUGHHHH
BUGHHHH
BUGHHHH
Shansa menoleh kearah pintu saat mendengar pintu rumahnya itu di ketuk dengan tempo yang sangat keras..
"Siapa yang dateng?" Shansa mengedarkan pandangannya kesetiap arah.
BUGHHHH
BUGHHHH
BUGHHHH
TRAKKK
Jantung Shansa seakan akan jatuh, disaat lampu mati secara tiba tiba di iringi pintu yang tak henti hentinya di dobrak dengan keras.
"ARGGGGHHHHHH,"
Seseorang yang menggedor pintu itu berteriak keras disaat Shansa tak membukakan pintu untuknya.
Sansha menyalakan layar ponselnya, mencoba melihat jam di ponselnya, dan sekarang jarum jam tepat menunjukan pukul 03.15 pagi. Tapi siapa yang datang kerumahnya sepagi ini?
BUGHHH
BUGHHH
BUGHHH
"ARGGGGHHHHHH,"
Lutut Shansa gemetar, keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Tubuhnya seolah olah tak mampu bergerak, tak mampu untuk berpindah tempat dan sembunyi seluruh tubuhnya seakan akan terkunci.
"Kalau ada yang gedor gedor pintu tengah malem, jangan dibuka. Itu bukan manusia- itu iblis yang haus sama raga."
Entah dari mana dan kenapa ucapan Winwin hari kemarin tiba tiba terlintas dibenaknya membuat jantungnya seakan akan berhenti berdetak.
BRAKKKKK
BUGH
BUGHH
BUHHH
"HAHAHAHAHAH-"
Shansa seakan akan mati ditempat, disaat guncangan itu benar benar terasa semakin menggetarkan tubuhnya. Apakah ia berhasil masuk kerumah? Mengapa bisa? Padahal ia tak sedikit pun membukakan pintu, bahkan ia tak pernah mengizinkan itu.
BUGHH
BUGHH
Guncangan langkah itu semakin terasa, membuat jantungnya berhenti bekerja secara perlahan. Entah mengapa Shansa menangis, ia tak tahu harus berbuat apa.
"Kak doy-"
"Mama-"
"Papa-"
"Hendery-"
"Tolongin gue,"
Shansa hanya bisa menjerit dalam hati dengan tubuh yang benar benar membeku dalam waktu seperkian detik.
Namun, tiba tiba guncangan langkah dan suara tawa itu hilang dalam sekerjap, sedangkan Shansa masih terbaring membisu menyaksikan semuanya dibalik kegelapan.
Perlahan ia membuka matanya, namun sekelibat bayangan merah yang tadi sempat mencekiknya tiba tiba berada di dalam kamarnya, Shansa sedikit memejamkan matanya dan mengintip apa yang dilakukan bayangan tersebut.
Bayangan tersebut mencoba merubah wujudnya?
Kemudia Shansa lebih memilih memejamkan kedua matanya kembali, seakan akan ia tak tahu semuanya.
Didalam hatinya ia berdoa, semoga detik detik mematikan ini segera berakhir.
Tuk..
Tuk..
Jika tadi langkahnya layak sebuah gempa, kini langkahnya terdengar seperti manusia pada umunya.
"Shan, ini selimut Lo."
Shansa menjerit dalam hati,
"Kak Doyoung?"
Shansa kembali dibuat bimbang, antara harus percaya atau tidak. Tapi itu benar benar seperti suara Doyoung.
"Shan Lo denger gue kan? Ini selimut Lo. Ambil ini,"
Shansa meremas ujung bajunya secara perlahan, ia menangis dalam diam mencoba menahan tangisannya yang mulai tak tertahan.
"Shan?"
Shansa masih membisu, ia tak berani untuk membuka mata. Ia tahu itu suara Doyoung namun mengapa hatinya seperti berkata-itu bukan Doyoung.
"Shan? Gue tau Lo denger gue kan?" Deru nafas itu perlahan mulai menerpa dengan hangat ke arah wajahnya.
"Shan—"
"Gue harus buka mata apa gimana?"