"Ini kita gak apa apa tinggalin Xiaojun?"
Shan melirik Yoshi yang menatap kearahnya dengan penuh tanya.
"Lo masih aja mikirin dia?" Tanya Shan dengan nada dan tatapan agak sinis.
"Loh emangnya kenapa? Gue kan cuma tanya aja." Jawab Yoshi santai, sambil terus menyamakan langkahnya dengan Shan.
"Dia itu udah jelek jelekin Lo di depan gue, kenapa Lo masih peduli sama dia? Apa Lo gak sakit hati waktu Lo denger dia nuduh Lo yang enggak enggak? Kalau gue sih bakal sakit hati." Jelas Shan.
"Bukan masalah sakit hati atau enggaknya, ya gue sih emang tersinggung waktu dia nuduh gue yang enggak enggak tapi ya gue masih punya rasa kasian aja sama dia. Dia beneran mau kita tinggalin?"
"Kalau gue jawab iya, Lo setuju ga?" Shan berhenti berjalan, ia malah duduk di bebatuan besar. Jalanan yang mereka lewati untuk menuju ke tempat dimana lembaran kitab Kematian disimpan itu sangatlah jauh, dan jalanan disini sangatlah terjal membuat kaki Shan merasa sangat pegal.
"Ya gue terserah Lo aja,"
"Kan dia yang egois, dia yang minta kalau dia mau pergi aja kan? Yaudah kalo itu maunya dia kita tinggal pergi aja berdua, apa susahnya kan? Toh disini yang mulai keributan itu dia duluan,"
Yoshi tak menjawab apapun, ia hanya duduk disebelah Shan.
"Kita istirahat dulu aja boleh kan? Gue cape." Shan merapikan rambutnya yang berantakan dan menyelipkan di belakang telinganya.
Yoshi tersenyum sambil mengangguk.
"Santai aja,"
Dibalik senyuman manis Yoshi ada sebuah rencana jahat yang tak pernah Shan ketahui. Sebenarnya Yoshi tidak ada niatan untuk menolong gadis berambut sebahu itu, Yoshi menawarkan diri untuk membantunya karena dia memang sedang sama sama membutuh Alkitab yang hilang itu.
Mungkin disini Yoshi bisa disebut orang yang memanfaatkan kebaikan Shansa. Soal Yoshi yang peduli pada Xiaojun juga itu hanyalah formalitas agar Shansa tak curiga jika Yoshi memiliki niat buruk nantinya.
Yoshi sangat senang karena Xiaojun dan Shansa dapat dipisahkan dengan sangat mudah. Cukup menjadi pura pura bodoh dan merasa tertindas itu sudah membuat Shansa iba padanya dan menganggap Xiaojun yang hadir sebagai pelaku antagonis disini.
Dan lagi lagi Yoshi hanya bisa tertawa jahat dalam Hati, saat Xiaojun bisa sebodoh itu. Bisa bisanya ia membiarkan Shansa bersama dengan dirinya padahal Xiaojun sendiri sudah tau jika dirinya memiliki niat buruk. Hal yang membuat Yoshi semakin merasa girang ketika Xiaojun sudah tak menampakan diri depan keduanya.
Yoshi menjadi sangat leluasa untuk mendapatkan Alkitab itu. Menurutnya Shansa adalah tipikal perempuan yang mudah di bodohi. Ia tak mengkhawatirkan kedepannya, karena dia yakin jika Shansa nanti akan percaya dengan semua ucapannya. Di depan Shansa Yoshi hanya perlu berakting merekayasakan semua fakta dan kejadian.
Mungkin semua hal itu terdengar licik, namun itulah karakter Yoshi yang sebenarnya. Ia tak peduli jika Xiaojun dan Shansa akan mati karena di renggut iblis itu, yang dia pikirkan hanyalah bagaimana caranya agar dia bisa mendapatkan Alkitab itu dan selamat.
"Apa tempatnya masih jauh dari sini?" Lamunan Yoshi buyar saat Shan tiba tiba bertanya padanya.
"Hah Apa?"
Shansa tertawa.
"Kan malah ngelamun, jadi gue dari tadi ngomong Lo gak denger gitu?" Tanya Shansa.
"Loh gue gak ngelamun, siapa juga yang ngelamun? Emang tadi Lo ngomong apa aja?" Tanya Yoshi yang membuat Shan lagi lagi tertawa.
"Katanya gak ngelamun tapi Lo gak tau apa topik yang dari tadi gue bicarain,"
"Iya iya sorry, iya deh gue ngaku tadi gue ngelamun."
"Ngelamunin apa emangnya? Sampe sampe kayak gitu banget?"
"Enggak, cuma hal kecil aja yang gue lamunin. Jadi tadi Lo ngomong apa?"
"Serius cuma hal kecil?"
"Iya," seru Yoshi.
"Tadi gue tanya tempatnya masih jauh kah dari sini?"
Yoshi mengawang ngawang sambil menatap jalan setapak yang ada di depannya.
"Kayaknya masih jauh,"
"Gue mau tanya satu hal lagi boleh?" Tanya Shan sambil celingak celinguk kesana kemari.
"Kenapa?"
"Lo ngerasain ada hawa aneh ga disini?"
"Dari tadi perasaan gue gak enak, apa Lo juga sama?"