04. "Kalau yang itu bayi besar, Mbak."

5.6K 384 112
                                    

Kediaman keluarga Rafli lebih lengang dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kediaman keluarga Rafli lebih lengang dari biasanya. Anak-anak Andra hari itu dibawa les piano oleh salah satu pengasuh di sana, hanya tersisa sekitar tiga asisten rumah tangga serta orang tua Rafli.

"Mama sampai nggak nyangka Inggit bakal nitip Noah ke kalian." Maharani-ibunda Rafli -yang bersuara terlebih dahulu sambil menggendong Noah.

"Jadi, kalian ingin Noah di sini?" Suara tegas pria berambut setengah beruban itu membuat punggung Rafli menegak. Itu Brama, ayahnya.

"Iya. Mana bisa aku sama Bibi ngerawat Noah? Papa sama Mama tahu kalau kami lagi sibuk bimbingan.
"
"Menurutmu bagaimana, Bi?" Maharani melirik sang menantu yang sejak tadi diam memperhatikan Noah dengan iba. "Noah nggak kehilangan orang tuanya, kok, Bi. Tatapanmu, lho."

"Maaf, Ma. Aku maunya Noah tetap sama kami."

"Bibi ...." Rafli langsung memekik dan melotot singkat karena ucapan istrinya.

Rumah berlantai dua dengan arsitektur bergaya Eropa itu kembali dibungkus hening. Empat pasang mata dari masing-masing pemilik kini hanya bisa saling menatap dengan berbagai macam ekspresi. Maharani dan Brama yang keheranan, Rafli yang jelas menampakkan kejengkelan, dan Bia yang iba pada Noah.

Noah yang masih kecil baru bisa merangkak sudah harus jauh dari orang tuanya. Belum lagi orang tua Rafli yang harus menambah beban mengurus Noah jika putra bungsunya ngotot tidak mau merawat sang keponakan. Padahal anak-anak Andra pasti sudah bikin mereka kewalahan, meski ada pengasuh.

Dengar-dengar Brama sampai sakit tiga hari dan absen ke kantor hanya karena mengurus Fani, si sulung anak Andra yang demam sampai seminggu. Fani sakit, Brama ikutan sakit setelahnya. Hari itu pun, Brama masih proses penyembuhan di rumah.

"Noah sama Mama dan Papa atau kalian yang bawa ...."

"Sama Mama!"

"Kami yang bawa."

Dua jawaban bertolak belakang membuat Bia dan Rafli saling memandang sengit. Rafli merapat ke arah istrinya.

"Bi, apaan, sih?"

"Diem dulu." Bia menatap kedua mertuanya. Meski agak sangsi, melihat raut wajah lelah mereka membuat Bia meringis prihatin. "Kami yang bawa Noah, tapi nggak apa-apa kalau kami bawa pengasuh juga? Nanti aku bicarakan sama Mama Elisa, Ma, Pa."

Brama berucap, "Papa nggak keberatan. Justru kalau Noah di sini makin riweh. Fani dan Deva lagi aktif-aktifnya, bikin Mama kalian puyeng."

"Tapi, Noah nggak akan ganggu kuliah kalian, 'kan?" Maharani kembali bersuara, ada keraguan dalam nadanya.

"Oh, jelas." Giliran Rafli yang menjawab cepat, agar mama dan papanya tidak mengiakan keinginan Bia.

"Bakal ada pengasuh, Raf," tegur Brama.

"Tapi, Pa ... aku sama Bibi ...." Rafli melirik Bia dan tatapan istrinya membuat Rafli menghela napas panjang. "Okelah," pasrahnya. Bia pasti ngerasa menang.

Kami Pasutri√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang