Bia menggeliat tatkala secercah binar mentari menyergap wajah. Ia menarik selimut yang menutupi tubuhnya yang telanjang. Dingin. Bergerak ke kiri, Bia berusaha meraba kehadiran suaminya. Ada. Rafli masih ada di sana.
“Bi! Bibi!”
Teriakan yang membuat Bia langsung mengernyit meski kedua mata masih memejam. Ia enggan bangkit karena masih merasa harus mengistirahatkan tubuhnya.
“Bi, bangun, Bi! Gawat!”
Suara Rafli lagi. Bia tidak mau senewen masih pagi.
“Ah, bangun! Ayo, bangun! Ini gawat, super duper gawat.”
Dengan terpaksa Bia bangkit karena tidak tahan mendengar suara Rafli yang mengganggu. Dramatis. Lebay. Bia menutupi tubuh bagian atasnya ketika Rafli kini duduk bersila dan menutupi tubuh bagian bawah dengan selimut. Wajah itu terlihat panik meski kedua netra Bia masih berusaha terbuka perlahan.
“Kenapa, sih?” Suara serak Bia terdengar.
“Ini gawat!”
“Iya, kenapa? Kalau nggak penting-penting banget, aku mau lanjut tidur lagi.” Bia hendak menjatuhkan tubuhnya lagi. Namun, ditahan oleh tangan Rafli.
“Gawat, Sayang. Ya, ampun! Bodoh, bodoh.”
“Apanya yang bodoh? Eh, siapa maksudnya? Aku? Apa, sih? Jangan ngajak berantem masih pagi gini.”
Rafli menggeleng kuat-kuat. Suara kasak-kusuk terdengar setelahnya. Rupanya Rafli sedang mencari sesuatu di laci nakas. Bia masih memandang dengan raut wajah heran. Benda di tangan Rafli makin menambah kerutan di dahi. Sementara air muka Rafli masih saja panik. Benda itu digerak-gerakkan oleh Rafli di hadapan wajahnya sampai Bia kesal dan menahan tangan kekar itu agar berhenti.
“Kenapa, sih? Nggak jelas kamu, ah. Masih pagi udah ribut.”
“Ya, ampun! Kamu nggak paham juga?”
Bia menggeleng karena tidak satu pun gerak-gerik suaminya mampu dipahami. Rafli mengerang sambil mengacak-acak rambut. “Semalam ....”
“Iya, kenapa? Semalam ada apa?”
“Kita nggak pakai ini!” Telunjuk Rafli mengomando tatapan Bia ke arah bungkus alat pengaman yang tergeletak di tengah mereka. “Bi, gimana dong?”
“Eh, gimana?” Mata Bia langsung terbuka lebar.
“Kok, kamu jadi lola begini? Semalam aku nggak pakai ini, Bi!”
Untuk sesaat Bia tercenung di tempat. Kemudian mengerjap saat Rafli tampak kian panik. Lucu. Bia tertegun sebentar, entah kenapa tidak mau ikutan panik.
“Kalau aku nggak pake ... terus kamu ....” Rafli membulatkan mata memandang Bia dengan serius sambil mengguncang bahunya. “Kok, kamu nggak bilang-bilang dulu, sih? Biar aku pake dulu? Argh, ini gimana? Bibi!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kami Pasutri√
RomanceMenikahlah ketika sudah siap, baik secara fisik dan mental, itu adalah wejangan dari Oma Santi. Bia tidak masalah jika harus menikah dengan Rafli, sebab dia menyukai cowok itu sejak SMA. Mereka akhirnya menikah muda, dengan syarat menunda memiliki...