Bia memandang bayi mungil di baby box. Lega merayap dalam dada tatkala dokter mengatakan Noah akan segera membaik. Sekarang mereka agak tenang. Noah sudah terlelap sejak mereka pulang dari rumah sakit. Meski dokter bilang kondisi Noah akan segera membaik, tetap saja Bia harus merawat bayi itu dengan hati-hati.“Bi, terima kasih, ya.”
Bia menoleh tatkala suara dan sentuhan halus tangan Maharani menyapa dirinya. Selengkung senyum setipis serat kain langsung terukir di birai masing-masing. Mereka berbalik memandangi Noah yang tertidur mengemut jemari sendiri.
“Mama nggak enak banget sama kamu karena ulah Inggit. Makanya saat tadi dia menelepon, Mama mengomelinya gara-gara dia, kamu dan Rafli harus kerepotan.”
“Mbak Inggit nelepon, Mama?”
“Iya. Kamu kaget, ‘kan? Mama dan Papa cukup kaget. Setelah berbulan-bulan hilang, siapa yang nggak kaget, Bi? Tapi, Mama senang dia baik-baik aja. Bahkan katanya dia akan segera pulang ke sini. Ada kabar baik dari keluarga James.”
Bahagia turut serta memeluk Bia begitu raut wajah mertuanya secerah mentari pagi. Ada satu yang mengusik, jika Inggit datang itu artinya Noah akan kembali bersama orang tuanya.
“Mbak Inggit juga menghubungiku, Ma.”
“Mama udah dengar dari dia. Jadi, sekarang kamu udah bisa lebih fokus mengurus tugas akhir.”
Senyum tipis terlukis di bibir ranum milik Bia. Pandangannya lurus nan lesu ke arah keranjang bayi. Siapa yang akan mewarnai kamarnya dengan tangis, membuat dirinya dan Rafli ‘babak belur’ harus mengurus Noah tengah malam? Mendadak perasaannya meringis sakit.
“Bi, kamu pasti kerasan kalau ada Noah, ya? Nanti kalau udah sama Inggit, kamu takut rumah ini akan sepi?”
“Iya, Ma. Tapi, aku juga nggak bisa menahan Noah. Dia butuh orang tuanya.”
Dari dahulu—selain Elisa—Maharani memang sedikit peka akan perasaan Bia. Sejak pindah ke daerah perumahan Rafli dan menjadi akrab dengan keluarganya, Bia merasa menemukan keluarga lain. Mereka memperlakukan Bia seperti anak sendiri. Demikian juga sebaliknya.
Apalagi ketika Rafli dan Bia resmi menjadi sepasang kekasih. Hanya saja keluarga Bia harus pindah lagi karena alasan pekerjaan sang papa. Meski demikian, hubungan keluarga mereka tetap erat.
Maharani mengelus punggung tangan Bia, lagi. “Kamu masih bisa ketemu Noah, Bi. Semoga Inggit dan James berencana tinggal di sini lebih lama.”
“Aku harap begitu, Ma.”
-oOo-
“Kamu pasti bisa karena kamu udah mengusahakan yang terbaik.”
Bia memandang Ersa dan Rafli secara bergantian. Mereka bergiliran memberi dukungan untuk perempuan itu. Meski kenyataannya jauh di dalam hati, gugup melanda secara membabi-buta. Dukungan dari mereka membuat Bia menyingkirkan rasa takut itu. Baiklah, ia akan masuk dan menyelesaikannya. Selangkah lebih dekat menuju kelulusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kami Pasutri√
RomanceMenikahlah ketika sudah siap, baik secara fisik dan mental, itu adalah wejangan dari Oma Santi. Bia tidak masalah jika harus menikah dengan Rafli, sebab dia menyukai cowok itu sejak SMA. Mereka akhirnya menikah muda, dengan syarat menunda memiliki...