Part.5 (Penitipan)

1.1K 91 4
                                    


"Papa tante Nara mana?"

Ara masuk ke dalam kamar papanya dengan iringan tangis yang mulai terdengar sambil mencari-cari keberadaan Nara yang entah ada dimana. Aksa yang melihat putrinya menangis pun mengangkat tubuh Ara ke dalam pangkuannya.

"Anak papa udah bangun, hm? Kenapa, Sayang?" Aksa menggerakan tangannya menyisir pelan rambut panjang Ara yang berantakan, tapi sayang bocah kecil dalam pangkuannya ini malah menepis lengan Aksa membuatnya mengerut heran.

"Tante Nara ke mana, Paa." Ara mulai merengek, tangan mungilnya sampai menarik-narik baju Aksa mempertanyakan di mana keberadaan orang yang dia cari.

"Sayang, tante Nara kan punya rumah sendiri, jadi sekarang tante Nara pasti ada di rumahnya."

"Tapi kenapa tante Nara gak ajak Ara juga? Ara kan mau ikut, Ara mau sama tante Nara, Pa." Ara semakin menangis lebih kencang dari sebelumnya. Aksa sontak memijat pelipisnya karena tidak tau apa yang harus dia lakukan sekarang untuk membuat Ara berhenti.

"Sayang, udah dong jangan nangis, kalo Ara nangis nanti papa gak bisa berangkat." Lengan besar Aksa membersihkan buliran-buliran air mata yang membasahi pipi gembul Ara, sesekali dia mengecup singkat puncak kepala putrinya untuk sekedar menenangkan.

"Tante Naraaa." Ara semakin merengek, entah apa yang harus Aksa lakukan sekarang, sebentar lagi dia harus segera berangkat ke kampus, tapi melihat Ara yang terus menangis seperti ini membuat Aksa bingung, sampai akhirnya tanpa pikir panjang dia menggendong Ara dan membawanya pergi menemui seseorang yang mungkin mau membantunya.


-


Sementara di rumah Nara, gadis itu terlihat baru saja turun dari kamarnya, rambut yang berantakan dan masih menggunakan piama bergambar kumamon kesayangannya itu Nara dengan santai berjalan ke arah dapur dan sedikit terkejut ketika mendapati kehadiran Bastian bersama eyangnya di sana tengah menyantap sarapan bersama.

"Ngapain lo di sini?!" Nara bertanya dengan tambahan toyoran pelan yang dia berikan pada Bastian. Lelaki itu memicingkan matanya menunjuk Nara menggunakan garpu yang dia pegang.

"Gue colok mata lo, ya! Gak sopan banget orang lagi makan juga."

"Yaelah, orang pelan juga, lebay." Nara mengambil sebuah minuman botol dari lemari pendingin lalu meminumnya hingga menghabiskan setengah.

"Lo gak kuliah?" Pertanyaan Bastian langsung dibalas gelengan oleh gadis itu yang kini ikut duduk di samping eyangnya.

"Bahu lo gimana?"

"Udah mendingan, kok."

"Ra, Bastian udah cerita ke eyang tadi, katanya bahu kamu cedera gara-gara maen basket kemaren." Perkataan eyang sontak membuat arah pandang Nara menatap pria yang duduk di sebrangnya itu. Bastian yang mengerti tatapan itu memilih mengedikan bahunya dan fokus pada makanannya.

"Kamu nurut aja sama Bastian, Ra. Lagian kamu kan perempuan, kamu juga cucu eyang satu-satunya, eyang gak mau kamu kenapa-napa."

Nara kembali merengut, dapat dia lihat Bastian yang tersenyum penuh kemenangan membuatnya geram dan dengan sengaja menendang kaki pria itu sampai sebuah ringisan terdengar.

"Sukurin!"

"Eyang, Nara jahat tuh masa kaki Bas ditendang," adu Bastian yang membuat Nara lagi-lagi memelototkan matanya.

"Nara, gak boleh gitu."

"Bas duluan tuh, suruh siapa ngeselin!"

"Sstt, udah-udah, Bastian cepet sana berangkat nanti telat, katanya ada kelas pagi. Eyang mau ke atas dulu sebentar."

[PAPA MUDA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang