Part.9 (Ara sakit)

1K 105 2
                                    

Nara dan Aksa kini tengah berada di kantin bersama setelah jam kelas keduanya selesai beberapa menit lalu.

Sempat jadi pusat perhatian dan mengundang banyak tanya dari mahasiswi yang melihat mereka, tapi Aksa dan Nara tidak mau terlalu mengambil pusing dan memilih cuek dengan bisikan yang tidak mengenakan sepanjang mereka berjalan menuju kantin tadi.

"Jadi Ara beneran ngambek sama lo, Sa?" pertanyaan pertama muncul setelah mereka terdiam beberapa saat. Sambil menyeruput minumannya Nara memperhatikan Aksa yang duduk di depannya kini.

Aksa mengangguk pelan mengiyakan. "Hmm, gue gak tau kenapa, tapi tiba-tiba aja dia cuek banget gue ajak ngobrol cuma geleng doang, disuruh makan juga gak mau, ngerem aja di kamarnya," jelasnya kemudian.

Nara pun mengangguk mengerti, walaupun dia sekarang tidak yakin alasan Ara merajuk karena tolakannya kemarin, atau karena hal lain. "Gue udah denger dari Bastian sih, Ra, tapi gue mau denger langsung dari lo."

"Soal Ara yang minta gue jadi mamanya?"

"Iya."

Nara sekali lagi menyeruput minumannya terlebih dahulu setelah kemudian dia menghembuskan nafas perlahan sebelum berkata. "Kalo emang lo udah denger dari Bastian, lo pasti udah tau juga kalo Ara kemaren mohon-mohon ke gue minta gue buat jadi mamanya sampe nangis-nangis." Nara menghentikan ucapannya sejenak, menatap Aksa yang kini mulai fokus mendengarkan.

"I feel bad, Sa. sorry banget udah bikin anak lo nangis. Gue ngerasa gak enak sama Ara setelah gue bilang gue bisa jadi temennya tanpa harus jadi mama buat dia," sambung Nara kemudian.

Aksa pun ikut menghembuskan nafasnya pelan. "Gue jadi makin gak enak sama lo kalo jadi kaya gini, Ra. Harusnya gue gak perlu maksain nitipin Ara ke lo kemaren."

"No, jujur aja gue sebenarnya suka bisa kenal sama Ara. Tapi, emang permintaan dia aja sih yang bikin gue kaget sampe kepikiran." Nara terkekeh pelan diakhir ucapannya. Sementara Aksa masih tetap memperhatikan gadis di depannya yang kini tengah menyeruput minumannya kembali.

"Tapi, Sa, lo kenapa gak cari cewek aja, sih?" Nara kembali melempar tanya yang kali ini mengejutkan Aksa karena dirinya tertangkap basah telah memperhatikan gadis itu. Aksa sontak menggaruk tengkuknya.

"Hah? Gu–guee." Entah datang dari mana kegugupan ini, Aksa merutukinya dalam hati.

"Kenapa, Sa?"

"Eh, gapapa, kok."

Nara memperhatikan gerak-gerik Aksa yang seperti salah tingkah. Bohong kalau dia bilang dia tidak sadar saat Aksa memperhatikannya tadi. Nara langsung tertawa melihat itu. "Jawab dong, Sa."

Aksa berdehem untuk menetralkan pikiran dan jantungnya yang saling beradu, matanya bermain memandang ke arah sekitar untuk menghindari tatapan Nara. "Gue gak tertarik nyari cewek," katanya kemudian tanpa berani menatap ke depan.

"Lo gak mau nyoba? Emang lo yakin mau sendirian terus sampe tua? Seenggaknya, cari lah supaya anak lo bisa ngerasain rasanya punya mama."

Untuk kedua kalinya hembusan nafas terdengar dari mulut Aksa. "Kalaupun gue cari cewek yang sesuai buat gue, belum tentu dia sesuai juga buat Ara. Makanya gue bilang gak tertarik karena terlalu susah nyari cewek yang bisa jadi istri sekaligus ibu yang bisa nerima anak gue."

"Lo pernah nyoba?"

"Belum."

"Berarti lo belum bener-bener berusaha, Aksa. Coba deh, gue yakin kok kalo lo udah niat, lo pasti bakal nemuin cewek yang bisa nerima kalian berdua."

"Gak gampang, Ra."

"Lo gak kasian sama anak lo yang sampe mohon-mohon nangis-nangis ke orang minta jadi mamanya?"

[PAPA MUDA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang