"Kalo gue suka sama lo, apa lo bakal pergi?"Suara hembusan angin menerpa, gemericik pepohonan yang digoyangkan oleh angin serta ombak pantai yang beradu menjadi alunan keheningan suasana senja di sekeliling mereka.
Entah suara detakan mana yang lebih cepat di antara dua insan yang kini tengah beradu tatap. Baik Aksa maupun Nara, sama-sama masih memikirkan apa yang baru saja diucap dan apa yang baru saja didengar.
Sampai di detik sekian Aksa akhirnya menjadi yang pertama memutuskan kontak mata mereka dan berpaling ke depan. Perasaan aneh tengah mengisi rongga dadanya yang bergemuruh ramai. Pun Aksa bingung dengan maksud dari perkataan Nara. Menyukainya? Dia bahkan tidak pernah berpikir sejauh ini.
Karena yang masih Aksa yakini tentang perasaanya adalah, dia hanya membutuhkan Nara untuk menuruti keinginan putrinya. Ya, hanya itu. Seperti yang pernah dia katakan pada Bastian waktu lalu.
Aksa sepertinya memang cukup pandai dalam hal menyangkal.
Sementara Nara sendiri yang melihat Aksa bungkam tanpa merespon apapun, akhirnya tetap berani untuk menyunggingkan senyum walau rasa kecewa mendarat di relungnya, cukup memberikan efek linu di dadanya yang menjalar ke jari-jari.
Sudah dua kali Aksa tak menjawab perihal perasaan, yang artinya, sudah seharusnya Nara paham kalau perasaannya hanya melaju sendirian. Harusnya sejak awal dia mengerti kalau Aksa tidak mungkin membawa perasaan ke dalam hubungan mereka yang sejak awal hanya sekedar orang asing yang kebetulan bertemu.
"Maaf, harusnya gue gak nanya gitu." Nara akhirnya berucap setelah keheningan melanda keduanya. Merasa tak enak karena sedikit merusak suasana liburan mereka.
Aksa tidak berani menoleh, pun tak berani membalas ucapan Nara. Pandangannya kini kembali mengarah ke arah matahari yang sedikit lagi hilang tenggelam. Memikirkan pikiran-pikiran kacau dalam kepalanya.
"Pulang yuk, Sa. Kasian Ara udah ketiduran gini, pasti kecapean banget." Nara berusaha meruntuhkan kecanggungan, bergegas bangkit seraya menggendong tubuh Ara hati-hati. Aksa pun hanya mengiyakannya dengan anggukan singkat lalu ikut berdiri.
Nara memilih untuk berjalan terlebih dahulu, dia ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Fisiknya sudah cukup kelelahan setelah bersenang-senang hari ini, ditambah dia harus menggendong tubuh Ara yang tertidur.
"Ra."
Nara menghentikan langkah mendengar panggilan Aksa, kata pertama yang keluar dari mulut pria itu. Lantas Nara membalikkan tubuhnya, melihat Aksa berdiri sambil memegang ponselnya yang berdering.
"Gue angkat telepon dulu, lo duluan aja." Dan setelahnya Aksa berjalan menjauh. Nara sempat terdiam beberapa saat melihat kepergian pria itu, namun segera sadar dan kembali melanjutkan langkahnya menuju parkiran.
———
Brak!
Nara yang baru beberapa detik menutup matanya tiba-tiba dikejutkan dengan suara bantingan pintu mobil yang cukup keras hingga dirinya tersentak, Ara yang berada di pangkuannya pun sampai melenguh terusik dibuatnya.
Nara menoleh melihat Aksa yang auranya terlihat sangat berbeda dari beberapa menit yang lalu. Pria itu terlihat mengetatkan rahang seolah tengah menahan marah, begitu pula dengan tatapannya yang dingin. Nara sedikit takut melihat Aksa yang baru pertama kali dia lihat terlihat menyeramkan, cukup membuatnya kikuk tak berani bertanya.
Bahkan rasa kantuk yang tadi menyerangnya pun menghilang begitu saja. Nara tak berani memejam barang sedikitpun.
Sampai Aksa menyalakan mobilnya lalu bergegas untuk segera membawa mereka pulang tanpa sepatah kata apapun.

KAMU SEDANG MEMBACA
[PAPA MUDA]
Roman pour Adolescents[NO PLAGIAT!] "Tante mau gak jadi mamanya, Ara? Papa Ara ganteng kok." "Eh? Ini anak siapa anjir? Tiba-tiba minta gue jadi emaknya?" ×× [[‼️Mengandung Kata-Kata Kasar‼️]] Start : 28 Juni 2022