Part.6 (Permintaan Ara)

1K 99 2
                                    

"Ara hati-hati, Sayang."

Nara kini tengah mengawasi Ara yang tengah asik bermain lari-larian bersama anak-anak kecil lain di taman komplek rumahnya.

Sejujurnya, Nara akui mengurusi anak kecil seumuran Ara yang sangat aktif bukanlah hal mudah. Apalagi dia sama sekali belum pernah berpengalaman mengurus anak kecil seperti ini. Sejak tadi fokus pandangnya tidak terputus sama sekali memperhatikan gerak-gerik Ara yang berlarian ke sana ke mari tanpa lelah. Nara bahkan sesekali terus memperingati gadis kecil itu untuk berhati-hati.

"Mama baru ya, Teh?" Sebuah tanya dari seorang wanita paruh baya berkerudung hitam yang duduk tidak jauh dengannya terdengar menyapa Nara. Nara pun melihatnya seraya menggeleng.

"Bukan, Bu, ini anaknya temen saya, lagi dititipin," jawabnya.

"Oh, kirain mama baru, soalnya dari tadi kaya takut banget anaknya jatoh, ternyata anak temennya." Wanita itu tertawa bersama dengan dua wanita lainnya yang juga berada di sana, sementara Nara hanya tersenyum kikuk merasa canggung dengan keadaan ini.

"Namanya anak kecil, Teh, wajar kok aktif begini, gak perlu khawatir berlebihan, kalo cape juga nanti balik sendiri." Salah satu wanita dengan ikatan rambut yang disanggul mulai bersuara membuat Nara harus menatap ke arah mereka lagi.

"Iya, tuh bener." Tambah dari satu wanita lagi yang terlihat lebih muda dari wanita sebelumnya. Nara lagi-lagi hanya tersenyum kikuk, tidak tau harus menjawab apa. Lagipula dia khawatir juga karena Ara adalah anak temannya, Nara jelas tidak mau disalahkan oleh Aksa jika saja Ara terluka.

"Teteh ini dari komplek sini juga, ya? Tapi kok kayanya baru liat saya." Ibu berkerudung hitam kembali bertanya.

"Iya, Bu, saya dari komplek sini juga, rumah nomer 28."

"Loh? Nomer 28 tuh bukannya rumahnya eyang Kinan, ya?"

"Iya, Bu, saya cucunya."

"Owalahh, jadi kamu cucunya eyang Kinan. Cantik juga, ya. Tapi kok baru keliatan, ke mana aja atuh, Teh?"

"Ada di rumah kok, Bu, cuma emang jarang keluar aja."

"Pantesan, atuh."

Nara tersenyum lagi, sampai dirinya tidak tau lagi harus bagaimana untuk menghindari para ibu-ibu ini yang mulai membicarakan banyak hal sampai mengghibahkan para tetangga dengan begitu julid. Nara sampai merasakan panas di kupingnya mendengar ucapan mereka.

Nara sama sekali tak menyangka ternyata cibiran ibu-ibu yang tengah menjelekan nama tetangga mereka ini begitu pedas sampai Nara tidak habis pikir dibuatnya. Padahal dari segi penampilan, mereka terlihat seperti ibu-ibu yang ramah dan baik hati. Sekarang Nara percaya dengan kata-kata, 'Don't judge a book, by its cover' dari sisi lain.

"Tante Nara." Nara bernafas lega saat kedatangan Ara tiba-tiba saja menghentikan obrolan tidak penting para wanita paruh baya itu. Nara bersyukur dalam hati karena Ara secara tidak langsung telah menyelamatkannya.

"Kenapa, Sayang? Udah selesai mainnya?"

"Ara laperr." Bibir tipis Ara bergerak maju begitu lucu. Nara terkekeh melihatnya, dengan gemas dia mencubit kedua pipi gadis kecil itu.

"Ara mau makan? Kita pulang sekarang, ya?" Ara mengangguk semangat, segera saja Nara beranjak dari duduknya, tak henti hatinya bersorak karena akhirnya dia bisa pergi dari sana. Mungkin kalau tau Nara akan bertemu dengan ibu-ibu penggosip seperti itu, dia tidak akan mau menginjakan kakinya ke taman komplek.

"Saya permisi ya, ibu-ibu." Sebelum pergi Nara sempat berpamitan dengan wanita-wanita itu. Mereka pun membalasnya dengan senyum dan tatapan yang entah apa artinya, sampai akhirnya Nara benar-benar lega saat dia sudah berjalan menjauh dari kawasan yang menurutnya tidak untuk kedua kali dia datangi lagi.

[PAPA MUDA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang