Bab 03. Gravitasi Magnet [2]

1.2K 244 36
                                    

I want to get close to you.

Will you be annoyed? — Erlangga Auditama.

Sementara itu, Tiana masih berada dalam genggaman tangan Ega ketika laki-laki itu membawanya keluar dari kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sementara itu, Tiana masih berada dalam genggaman tangan Ega ketika laki-laki itu membawanya keluar dari kelas.

Merasa memiliki alasan untuk marah atas apa yang Ega lakukan padanya, Tiana segera menyentak tangan laki-laki itu agar melepaskannya. "Sebenarnya, lo mau bawa gue ke mana, sih?"

Harusnya Tiana menanyakan hal itu sejak awal Ega menariknya keluar, tapi entah kenapa mulutnya baru ingin berbicara setelah berjalan cukup jauh dari kelasnya.

"Kantin. Gue mau traktir lo makan sebagai ucapan terima kasih," balas Ega dengan gaya menggodanya yang khas.

"Makasih buat apa?" Lagi-lagi Tiana harus mengerutkan alisnya karena tidak paham ke mana arah pembicaraan Ega saat ini.

"Karena udah nyelamatin gue dari cewek aneh tadi."

Tiana semakin bingung dibuatnya. Pertama, dia sama sekali tidak mengeluarkan Ega dari situasi yang membuat laki-laki itu tidak nyaman karena faktanya Ega-lah yang menariknya. Lalu, yang kedua, apa Tiana tidak salah dengar tadi, Ega menyebut sang Primadona Merah Putih sebagai 'cewek aneh' dengan nada yang terkesan jijik?

Namun, mengutarakan kebingungannya saat ini tidaklah berguna. Maka dari itu, Tiana memutuskan untuk menyimpannya sendiri dan menerima ucapan terima kasih Ega yang sebenarnya sangat tidak dia butuhkan.

"Gue terima ucapan terima kasih lo, tapi untuk traktiran, gue nggak mau," tegas Tiana. Lagi-lagi gadis itu memberikan batasan untuk dirinya dan Ega.

"Kenapa?"

"Karena gue harus belajar buat ulangan Sejarah nanti."

Ega mendesis dan mengabaikan jawaban berapi-api Tiana yang tampaknya sudah sangat kesal sekarang. Laki-laki itu membuat huruf 'L' dengan tangan kirinya, kemudian membuat huruf 'L' lagi dengan tangan kanannya. Lalu, menyatukan keduanya dan segera mengukur wajah Tiana melalui kotak yang tercipta dari jari-jemarinya.

"Kalau diliat dari mesin scanner gue, lo keliatannya cukup pintar kok," celoteh Ega seraya memecah mesin scanner ajaibnya. "Jadi, nggak belajar sekali buat ulangan Sejarah nggak bakalan bikin lo nggak lulus ujian nanti, 'kan?"

Jelas jawaban Ega barusan membuat Tiana mendesah kasar. Laki-laki di depannya ini memang tidak peduli pada apa pun.

"Terserah lo mau bilang apa, tapi yang jelas—" Ocehan Tiana tertahan di tenggorokannya ketika Ega tanpa izin meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

"Oke, kalau lo emang nggak mau gue traktir makan, tapi sebagai gantinya, please, temenin gue makan," pinta Ega dengan wajah yang setengah memohon. "Ini hari pertama gue. Masa iya gue harus makan sendiri? Keliatan banget ngenesnya, 'kan?"

Dua Dunia Tiana [ END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang