I laugh so I can hide my tears — Erlangga Auditama.
Pagi ini, kesibukan Tiana tidak lain adalah menatap jam tangannya. Gadis itu tidak memeriksa buku PR-nya. Tidak juga belajar untuk pelajaran pertama hari ini karena sibuk menunggu Ega yang masih tidak kunjung terlihat wujudnya. Padahal kurang dari 2 menit lagi bel masuk akan berbunyi.
Apa Ega masih sakit hingga laki-laki itu tidak masuk lagi hari ini? Haruskah Tiana mengirimkan pesan dan menanyakan kondisinya?
Tidak, tidak! Tiana masih memiliki rasa malu karena pesan terakhirnya malam itu. Harusnya kemarin saat dia di taksi bersama Ega, Tiana mencuri handphone laki-laki itu untuk menghapus pesan yang dia kirimkan. Toh, saat Tiana memeriksa ruang obrolan mereka kemarin, tidak ada tanda-tanda kalau Ega online sejak 2 hari yang lalu.
"Bego banget sih, Ta." Tiana merutuki diri, lagi-lagi dengan menggunakan panggilan kesayangan dari Ega. Karena tidak ada yang memanggilnya seperti itu, maka Tiana harus memanggil dirinya sendiri untuk sekadar mengisi kekosongan yang Ega tinggalkan.
"Raf, gue turut berduka soal adek lo, ya. Sorry waktu itu nggak bisa datang."
Permohonan maaf yang diucapkan oleh salah seorang teman Tiana menarik perhatian gadis itu dari kesibukannya merutuki diri. Dia melihat beberapa teman sekelasnya yang lain sedang menghibur Rafael atas duka yang laki-laki itu rasakan karena kehilangan sang adik.
Sekarang, Tiana malah berharap kalau Ega tidak akan masuk lagi hari ini. Meski dia belum mendengar apa yang sebenarnya terjadi pada Ega di hari meninggalnya adik Rafael, tetapi Tiana ikut memiliki keyakinan yang sama seperti Gio dan Nando.
Rafael menoleh ke arah Tiana, hingga pandangan mereka tidak sengaja bertemu. Namun, gadis itu tahu kalau yang dicari Rafael bukanlah dirinya, melainkan Ega.
Tiana memberikan seulas senyum, bermaksud untuk memberikan sedikit hiburan. Namun, Rafael sama sekali tidak membalas dan malah memberikan tatapan yang begitu tajam pada Tiana. Seolah-olah kebencian yang dimilikinya untuk Ega, kini sudah terbagi untuk Tiana juga yang bahkan tidak gadis itu ketahui apa masalahnya.
Bel masuk berbunyi dan Ega masih tidak menunjukkan eksistensinya, membuat Tiana mengembuskan napas lega. Ya, lebih baik dia tidak melihat Ega hari ini daripada harus melihat laki-laki itu berkelahi dengan Rafael. Tiana bisa bertanya pada Sandrina mengenai kondisi Ega saat mereka bertemu nanti. Sekaligus meminta tolong pada gadis itu untuk tidak mengatakan apa pun pada Ega tentang dirinya.
Pelajaran hari ini terasa begitu membosankan untuk Tiana. Gadis itu lebih banyak melamun dan mencoret bukunya daripada mencatat materi seperti biasa.
Hei, ini sudah hari keempat sejak Tiana tidak mendengar gombalan receh dari Ega. Diam-diam hati kecilnya merindukan celotehan receh laki-laki asal SMA Bakti Mulia itu. Sampai-sampai dia melakukan hal konyol dengan membaca ulang semua pesan-pesan yang pernah Ega kirimkan padanya saat jam istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia Tiana [ END]
Teen FictionPernah menjadi korban perundangan membuat Tiana terpaksa membagi dunianya, antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolahnya. Menjaga kehidupan dua dunianya untuk tetap seimbang sudah cukup sulit dan kehadiran seorang Erlangga Auditama yang m...