I'll listen even if I don't understand — Tatiana Salarasa.
Biasanya, Tiana tidak pernah menunggu kedatangan Ega, tetapi hari ini adalah cerita yang berbeda. Dia terus menatap pintu, sambil sesekali melihat ke arah jam tangannya. Gadis itu seperti tidak sabar untuk menanyakan kenapa Ega meneleponnya semalam, tetapi tidak mengirimkan pesan seperti biasa.
Ya, anggap saja Tiana sudah terbiasa dengan pesan iseng Ega yang menjadi pengantar tidurnya, meski tidak pernah memberikan respons langsung. Jadi, ketika gadis itu tidak mendapatkan pesan pengantar tidurnya, Tiana merasa ada yang hilang.
Percaya atau tidak, ketika Ega melewati pintu kelas menuju tempat duduk, Tiana tidak melepaskan pandangan dari laki-laki itu. Justru dia malah tersenyum seolah ingin menyambut kedatangannya. Berbanding terbalik dengan Ega yang tampak tidak memperhatikan Tiana seperti biasa.
Wajah laki-laki muda itu terlihat lesu, tidak riang seperti biasa. Matanya pun terlihat lelah seperti kurang tidur.
"Hai, Ta." Namun, menyapa Tiana adalah sebuah ritual wajib yang tidak boleh Ega lewatkan. Tidak peduli betapa kecewanya dia karena gadis itu tidak ada saat dia membutuhkan.
"Gimana kemaren sama mama lo, dia suka bunganya nggak?" Tiana bertanya hati-hati ketika Ega mengeluarkan buku pelajaran dari ranselnya.
Ega menoleh dan tersenyum lembut. "Mama suka banget sama bunganya."
"Syukur deh kalau gitu." Tiana tampak lega saat mendengar jawaban Ega, seakan sudah menantikan pujian dari kreativitasnya kemarin, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Biasanya Ega-lah yang akan mencari 1001 cara untuk membangun percakapan dengan Tiana, tapi pagi ini dia tampak sangat pendiam. Mungkinkah Ega benar-benar kecewa pada Tiana karena tidak mengangkat teleponnya semalam?
"Oh, ya, semalam lo nelepon gue, ya? Kenapa?" Dengan ujung bibir yang gigit, Tiana melemparkan pertanyaan yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan dia tanyakan pada Ega. "Gue tadi malam udah ... tidur."
"Iseng doang pengen dengar suara lo sebelum tidur." Ega menjawab sambil menatap Tiana. Senyumnya tidak pernah dia hilangkan untuk gadis di sampingnya ini, meski keceriaannya tampak berbeda dari biasanya.
Tiana mengangguk dengan bibir terkunci rapat. Sekarang, dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuk membangun percakapan dengan Ega karena biasanya dialah yang menghindar untuk berbicara banyak. Namun, entah kenapa, hari ini benar-benar tidak seperti biasanya karena Tiana-lah yang ingin berbicara banyak pada Ega.
Sikap Ega pun Tiana rasa cukup aneh karena tidak banyak bicara, bahkan tidak menggodanya seperti biasa. Jelas laki-laki itu sedang dalam suasana hati yang tidak baik dan Tiana penasaran. Kemarin Ega baru saja merayakan ulang tahun mamanya, harusnya laki-laki itu senang, kan? Bukan malah sebaliknya.
Setidaknya, itulah yang Tiana pikirkan. Dia hanya tidak tahu saja apa yang terjadi pada Ega semalam, hingga membuat sikapnya pagi ini terasa begitu pendiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia Tiana [ END]
Teen FictionPernah menjadi korban perundangan membuat Tiana terpaksa membagi dunianya, antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolahnya. Menjaga kehidupan dua dunianya untuk tetap seimbang sudah cukup sulit dan kehadiran seorang Erlangga Auditama yang m...