"Ega, ya?" Ayah Tiana muncul untuk menyambut kedatangan tamunya malam ini. Laki-laki itu tersenyum dengan lembut, sama lembutnya seperti senyum Tiana yang Ega sukai.
Ya, pada akhirnya, Ega berhasil memenuhi salah satu daftar keinginannya lagi. Di mana laki-laki itu menuliskan kalau dia ingin berkenalan dengan ayah Tiana secara langsung. Meski harus menunggu seminggu lebih sejak dia dan Tiana berbaikan.
Merasa diajak bicara, Ega segera berdiri dan mencium tangan ayah Tiana sebagai bentuk kesopanan. Hal yang sudah lama sekali tidak dia lakukan pada sang papa.
"Terakhir kita ketemu waktu di pemakaman mama kamu," kata ayah Tiana dengan sorot mata yang begitu teduh. "Dulu tinggi kamu cuma sepinggang, sekarang tingginya udah hampir ngalahin saya," katanya menambahkan dengan tawa kecil di akhir kalimat.
Ega meminta maaf dalam hati karena yang diingatnya hanyalah Tiana. Dia tidak ingin sedikit pun tentang ayah gadis itu yang rupanya juga turut hadir di pemakaman mamanya.
Ayah Tiana mempersilakan Ega duduk. Kemudian mengambil tempat juga untuk menemani sebentar, selagi menunggu Tiana yang sedang membuatkan minuman.
"Kenapa kok nggak pernah mau ikut papa kamu kalau ada acara makan malam?" Ayah Tiana iseng bertanya atau anggaplah dia sedang menginterogasi Ega.
Ega tampak bingung. Acara makan malam mana yang dimaksud ayah Tiana saat ini?
"Saya sama papa kamu teman dekat dari jam zaman SMA di Bandung. Waktu saya sekeluarga pindah ke sini, saya sama papa kamu sering ngumpul untuk makan keluarga. Tapi kenapa kamu nggak pernah ada?"
Rupanya, ketika Ega memutuskan untuk menjauh dari papanya, dia tanpa sadar melewatkan beberapa kesempatan besar. Jika saja laki-laki itu tidak menghindar saat diajak makan malam, dia pasti sudah lama menemukan rumahnya.
Sekarang, apa yang harus Ega katakan? Bisakah dia mengatakan kalau dia membenci papanya dan selalu melakukan segala macam cara untuk menghindar? Adakah jaminan kalau ayah Tiana tidak akan melarang Ega untuk berteman dengan Tiana setelah mengetahui perangainya yang buruk?
"Karena saya nggak mau ganggu acara keluarga." Ega membalas dengan senyum, tetapi matanya menunjukkan kesedihan yang tertangkap jelas oleh lawan bicaranya. "Papa udah bahagia sama keluarga barunya. Jadi, buat apa saya ada di sana?"
Ega menjawab dengan apa adanya dirinya dan berharap jawabannya tidak terdengar angkuh, apalagi kurang ajar bagi ayah Tiana. Sungguh, Ega masih memerlukan restu dari ayah Tiana.
Ayah Tiana menanggapi kejujuran Ega yang terdengar begitu getir dengan senyum kecil. "Papa kamu cerita banyak tentang kamu."
"Pasti cerita yang jelek-jelek," sahut Ega dengan kepala tertunduk. Tanpa sadar dia mendecih karena terbawa dengan kebenciannya pada sang papa, hingga lupa dengan siapa dia berhadapan sekarang.
"Papa kamu nggak seburuk yang kamu pikir." Ayah Tiana hampir berbisik. Tangannya dia letakan di bahu Ega agar laki-laki muda itu bersedia menatapnya. "Papa kamu itu orang baik, Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia Tiana [ END]
Teen FictionPernah menjadi korban perundangan membuat Tiana terpaksa membagi dunianya, antara kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolahnya. Menjaga kehidupan dua dunianya untuk tetap seimbang sudah cukup sulit dan kehadiran seorang Erlangga Auditama yang m...